GG
Ausfertigungsdatum: 23.05.1949
Vollzitat:
"Grundgesetz für die Bundesrepublik
Deutschland in der im Bundesgesetzblatt Teil III, Gliederungsnummer 100-1,
veröffentlichten bereinigten Fassung, das zuletzt durch Artikel 1 des Gesetzes
vom 11. Juli 2012 (BGBl. I S. 1478) geändert worden ist"
Stand:
|
Zuletzt
geändert durch Art. 1 G v. 11.7.2012 I 1478
|
Fußnote
(+++
Textnachweis Geltung ab: 14.12.1976 +++)
(+++ Maßgaben aufgrund des EinigVtr vgl. GG Anhang EV +++)
(+++ Maßgaben aufgrund des EinigVtr vgl. GG Anhang EV +++)
Eingangsformel
Der
Parlamentarische Rat hat am 23. Mai 1949 in Bonn am Rhein in öffentlicher
Sitzung festgestellt, daß das am 8. Mai des Jahres 1949 vom Parlamentarischen
Rat beschlossene Grundgesetz für die Bundesrepublik Deutschland in der Woche
vom 16. bis 22. Mai 1949 durch die Volksvertretungen von mehr als Zweidritteln
der beteiligten deutschen Länder angenommen worden ist.
Auf Grund dieser Feststellung hat der Parlamentarische Rat, vertreten durch seine Präsidenten, das Grundgesetz ausgefertigt und verkündet.
Das Grundgesetz wird hiermit gemäß Artikel 145 Abs. 3 im Bundesgesetzblatt veröffentlicht:
Auf Grund dieser Feststellung hat der Parlamentarische Rat, vertreten durch seine Präsidenten, das Grundgesetz ausgefertigt und verkündet.
Das Grundgesetz wird hiermit gemäß Artikel 145 Abs. 3 im Bundesgesetzblatt veröffentlicht:
Präambel
Im
Bewußtsein seiner Verantwortung vor Gott und den Menschen,
von dem Willen beseelt, als gleichberechtigtes Glied in einem vereinten Europa dem Frieden der Welt zu dienen, hat sich das Deutsche Volk kraft seiner verfassungsgebenden Gewalt dieses Grundgesetz gegeben.
Die Deutschen in den Ländern Baden-Württemberg, Bayern, Berlin, Brandenburg, Bremen, Hamburg, Hessen, Mecklenburg-Vorpommern, Niedersachsen, Nordrhein-Westfalen, Rheinland-Pfalz, Saarland, Sachsen, Sachsen-Anhalt, Schleswig-Holstein und Thüringen haben in freier Selbstbestimmung die Einheit und Freiheit Deutschlands vollendet. Damit gilt dieses Grundgesetz für das gesamte Deutsche Volk.
von dem Willen beseelt, als gleichberechtigtes Glied in einem vereinten Europa dem Frieden der Welt zu dienen, hat sich das Deutsche Volk kraft seiner verfassungsgebenden Gewalt dieses Grundgesetz gegeben.
Die Deutschen in den Ländern Baden-Württemberg, Bayern, Berlin, Brandenburg, Bremen, Hamburg, Hessen, Mecklenburg-Vorpommern, Niedersachsen, Nordrhein-Westfalen, Rheinland-Pfalz, Saarland, Sachsen, Sachsen-Anhalt, Schleswig-Holstein und Thüringen haben in freier Selbstbestimmung die Einheit und Freiheit Deutschlands vollendet. Damit gilt dieses Grundgesetz für das gesamte Deutsche Volk.
Art 1
(1)
Die Würde des Menschen ist unantastbar. Sie zu achten und zu schützen ist
Verpflichtung aller staatlichen Gewalt.
( 1 ) The martabat manusia tidak dapat diganggu gugat . Untuk menghormati dan melindungi itu akan menjadi tugas dari semua otoritas negara .
(2) Das Deutsche Volk bekennt sich darum zu unverletzlichen und unveräußerlichen Menschenrechten als Grundlage jeder menschlichen Gemeinschaft, des Friedens und der Gerechtigkeit in der Welt..
( 2 ) Orang-orang Jerman karena itu mengakui hak asasi manusia diganggu gugat dan tidak dapat dicabut sebagai dasar dari setiap masyarakat , perdamaian dan keadilan di dunia..
( 1 ) The martabat manusia tidak dapat diganggu gugat . Untuk menghormati dan melindungi itu akan menjadi tugas dari semua otoritas negara .
(2) Das Deutsche Volk bekennt sich darum zu unverletzlichen und unveräußerlichen Menschenrechten als Grundlage jeder menschlichen Gemeinschaft, des Friedens und der Gerechtigkeit in der Welt..
( 2 ) Orang-orang Jerman karena itu mengakui hak asasi manusia diganggu gugat dan tidak dapat dicabut sebagai dasar dari setiap masyarakat , perdamaian dan keadilan di dunia..
(3) Die nachfolgenden Grundrechte binden Gesetzgebung, vollziehende Gewalt und Rechtsprechung als unmittelbar geltendes Recht.
( 3 ) Hak-hak dasar berikut akan mengikat legislatif , eksekutif dan lembaga peradilan hukum sebagai langsung berlaku .
Art 2
(1)
Jeder hat das Recht auf die freie Entfaltung seiner Persönlichkeit, soweit er
nicht die Rechte anderer verletzt und nicht gegen die verfassungsmäßige Ordnung
oder das Sittengesetz verstößt.
( 1 ) Setiap orang berhak untuk bebas perkembangan kepribadiannya sejauh ia tidak melanggar hak orang lain dan tidak melanggar tatanan konstitusional atau hukum moral ..
( 1 ) Setiap orang berhak untuk bebas perkembangan kepribadiannya sejauh ia tidak melanggar hak orang lain dan tidak melanggar tatanan konstitusional atau hukum moral ..
(2) Jeder hat das Recht auf Leben und körperliche Unversehrtheit. Die Freiheit der Person ist unverletzlich. In diese Rechte darf nur auf Grund eines Gesetzes eingegriffen werden.
( 2 ) Setiap orang berhak untuk hidup dan integritas fisik . Kebebasan pribadi tidak dapat diganggu gugat . Hak-hak ini dapat mengganggu hanya berdasarkan hukum
Art 3
(1)
Alle Menschen sind vor dem Gesetz gleich.
( 1 ) Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum ..
(2) Männer und Frauen sind gleichberechtigt. Der Staat fördert die tatsächliche Durchsetzung der Gleichberechtigung von Frauen und Männern und wirkt auf die Beseitigung bestehender Nachteile hin.
( 2 ) Pria dan wanita adalah sama . Negara harus memajukan implementasi aktual dari kesetaraan hak bagi perempuan dan laki-laki dan mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan kelemahan yang sekarang ada
( 1 ) Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum ..
(2) Männer und Frauen sind gleichberechtigt. Der Staat fördert die tatsächliche Durchsetzung der Gleichberechtigung von Frauen und Männern und wirkt auf die Beseitigung bestehender Nachteile hin.
( 2 ) Pria dan wanita adalah sama . Negara harus memajukan implementasi aktual dari kesetaraan hak bagi perempuan dan laki-laki dan mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan kelemahan yang sekarang ada
(3) Niemand darf wegen seines Geschlechtes, seiner Abstammung, seiner Rasse, seiner Sprache, seiner Heimat und Herkunft, seines Glaubens, seiner religiösen oder politischen Anschauungen benachteiligt oder bevorzugt werden. Niemand darf wegen seiner Behinderung benachteiligt werden.
( 3 ) Tidak seorang pun dapat berprasangka atau disukai karena seksnya , orangtuanya , ras , bahasanya , tanah air dan asalnya, imannya , atau pendapat agama atau politik . Tidak seorangpun dapat didiskriminasikan karena kecacatannya .
Art 4
(1)
Die Freiheit des Glaubens, des Gewissens und die Freiheit des religiösen und
weltanschaulichen Bekenntnisses sind unverletzlich.
( 1 ) Kebebasan iman dan hati nurani , dan kebebasan keyakinan agama atau filsafat , akan diganggu gugat .
(2) Die ungestörte Religionsausübung wird gewährleistet.
( 2 ) Praktek terganggu agama harus dijamin .
( 1 ) Kebebasan iman dan hati nurani , dan kebebasan keyakinan agama atau filsafat , akan diganggu gugat .
(2) Die ungestörte Religionsausübung wird gewährleistet.
( 2 ) Praktek terganggu agama harus dijamin .
(3)
Niemand darf gegen sein Gewissen zum Kriegsdienst mit der Waffe gezwungen
werden. Das Nähere regelt ein Bundesgesetz.
( 3 ) Tidak seorang pun dapat dipaksa melawan hati nuraninya untuk memberikan pelayanan militer di bawah lengan . Detail diatur oleh undang-undang federal.
Tabel Tidak Resmi Isi
( 3 ) Tidak seorang pun dapat dipaksa melawan hati nuraninya untuk memberikan pelayanan militer di bawah lengan . Detail diatur oleh undang-undang federal.
Tabel Tidak Resmi Isi
Art 5
(1)
Jeder hat das Recht, seine Meinung in Wort, Schrift und Bild frei zu äußern und
zu verbreiten und sich aus allgemein zugänglichen Quellen ungehindert zu unterrichten.
Die Pressefreiheit und die Freiheit der Berichterstattung durch Rundfunk und
Film werden gewährleistet. Eine Zensur findet nicht statt.
( 1 ) Setiap orang berhak bebas untuk mengekspresikan pendapatnya dalam pidato , tulisan dan gambar , dan mendistribusikan dan untuk menginformasikan dirinya tanpa hambatan dari sumber umumnya diakses . Kebebasan pers dan kebebasan pelaporan melalui siaran dan film harus dijamin . Sensor tidak terjadi .
( 1 ) Setiap orang berhak bebas untuk mengekspresikan pendapatnya dalam pidato , tulisan dan gambar , dan mendistribusikan dan untuk menginformasikan dirinya tanpa hambatan dari sumber umumnya diakses . Kebebasan pers dan kebebasan pelaporan melalui siaran dan film harus dijamin . Sensor tidak terjadi .
(2) Diese Rechte finden ihre Schranken in den Vorschriften der allgemeinen Gesetze, den gesetzlichen Bestimmungen zum Schutze der Jugend und in dem Recht der persönlichen Ehre.
( 2 ) Hak-hak ini akan menemukan batas mereka dalam ketentuan hukum umum , dalam ketentuan untuk melindungi kaum muda dan hak untuk kehormatan pribadi .
(3)
Kunst und Wissenschaft, Forschung und Lehre sind frei. Die Freiheit der Lehre
entbindet nicht von der Treue zur Verfassung.
( 3 ) Seni dan ilmu pengetahuan , penelitian
dan pengajaran gratis . Kebebasan mengajar tidak membebaskan dari loyalitas
kepada konstitusi .
Art 6
Art 6
(1)
Ehe und Familie stehen unter dem besonderen Schutze der staatlichen Ordnung.
( 1 ) Pernikahan dan keluarga akan menikmati perlindungan khusus dari negara .
(2) Pflege und Erziehung der Kinder sind das natürliche Recht der Eltern und die zuvörderst ihnen obliegende Pflicht. Über ihre Betätigung wacht die staatliche Gemeinschaft.
( 2 ) Perawatan dan pengasuhan anak-anak adalah hak alami dari orang tua dan kewajiban terutama kewajiban atas mereka . Melalui operasi memonitor komunitas negara .
( 1 ) Pernikahan dan keluarga akan menikmati perlindungan khusus dari negara .
(2) Pflege und Erziehung der Kinder sind das natürliche Recht der Eltern und die zuvörderst ihnen obliegende Pflicht. Über ihre Betätigung wacht die staatliche Gemeinschaft.
( 2 ) Perawatan dan pengasuhan anak-anak adalah hak alami dari orang tua dan kewajiban terutama kewajiban atas mereka . Melalui operasi memonitor komunitas negara .
(3) Gegen den Willen der Erziehungsberechtigten dürfen Kinder nur auf Grund eines Gesetzes von der Familie getrennt werden, wenn die Erziehungsberechtigten versagen oder wenn die Kinder aus anderen Gründen zu verwahrlosen drohen.
( 3 ) Terhadap keinginan orang tua dan wali anak-anak dapat dipisahkan hanya atas dasar hukum keluarga , jika wali gagal atau ketika anak-anak mengancam untuk pergi ke untuk alasan lain .
(4)
Jede Mutter hat Anspruch auf den Schutz und die Fürsorge der Gemeinschaft.
( 4 ) Setiap ibu memiliki hak untuk perlindungan tersebut dan perawatan masyarakat .
( 4 ) Setiap ibu memiliki hak untuk perlindungan tersebut dan perawatan masyarakat .
(5)
Den unehelichen Kindern sind durch die Gesetzgebung die gleichen Bedingungen
für ihre leibliche und seelische Entwicklung und ihre Stellung in der
Gesellschaft zu schaffen wie den ehelichen Kindern.
( 5 ) anak-anak tidak sah yang oleh
undang-undang untuk menciptakan kesempatan yang sama bagi perkembangan fisik
dan mental mereka dan posisi mereka dalam masyarakat sebagai anak yang sah .
Art 7
(1)
Das gesamte Schulwesen steht unter der Aufsicht des Staates.
( 1 ) Seluruh sekolah di bawah pengawasan negara .
(2) Die Erziehungsberechtigten haben das Recht, über die Teilnahme des Kindes am Religionsunterricht zu bestimmen.
( 2) wali memiliki hak untuk memutuskan partisipasi anak-anak menerima pelajaran agama .
( 1 ) Seluruh sekolah di bawah pengawasan negara .
(2) Die Erziehungsberechtigten haben das Recht, über die Teilnahme des Kindes am Religionsunterricht zu bestimmen.
( 2) wali memiliki hak untuk memutuskan partisipasi anak-anak menerima pelajaran agama .
(3) Der Religionsunterricht ist in den öffentlichen Schulen mit Ausnahme der bekenntnisfreien Schulen ordentliches Lehrfach. Unbeschadet des staatlichen Aufsichtsrechtes wird der Religionsunterricht in Übereinstimmung mit den Grundsätzen der Religionsgemeinschaften erteilt. Kein Lehrer darf gegen seinen Willen verpflichtet werden, Religionsunterricht zu erteilen.
( 3 ) Pengajaran agama di sekolah umum , kecuali di sekolah-sekolah non - denominasi subjek biasa . Tanpa mengurangi hak negara pengawasan , pengajaran agama dikeluarkan sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Tidak ada guru dapat diwajibkan kemauannya untuk memberikan pelajaran agama .
(4) Das Recht zur Errichtung von privaten Schulen wird gewährleistet. Private Schulen als Ersatz für öffentliche Schulen bedürfen der Genehmigung des Staates und unterstehen den Landesgesetzen. Die Genehmigung ist zu erteilen, wenn die privaten Schulen in ihren Lehrzielen und Einrichtungen sowie in der wissenschaftlichen Ausbildung ihrer Lehrkräfte nicht hinter den öffentlichen Schulen zurückstehen und eine Sonderung der Schüler nach den Besitzverhältnissen der Eltern nicht gefördert wird. Die Genehmigung ist zu versagen, wenn die wirtschaftliche und rechtliche Stellung der Lehrkräfte nicht genügend gesichert ist.
( 4 ) Hak untuk mendirikan sekolah swasta dijamin . Sekolah swasta sebagai pengganti sekolah umum memerlukan persetujuan dari negara dan tunduk pada undang-undang negara . Persetujuan tersebut diberikan jika sekolah swasta tidak kembali tujuan pendidikan mereka , fasilitas dan pelatihan guru di belakang sekolah negeri dan pilihan siswa tidak didorong oleh cara orang tua mereka . Otorisasi itu harus menolak jika posisi ekonomi dan hukum guru tidak mempunyai jaminan yang cukup .
(5) Eine private Volksschule ist nur
zuzulassen, wenn die Unterrichtsverwaltung ein besonderes pädagogisches
Interesse anerkennt oder, auf Antrag von Erziehungsberechtigten, wenn sie als
Gemeinschaftsschule, als Bekenntnis- oder Weltanschauungsschule errichtet
werden soll und eine öffentliche Volksschule dieser Art in der Gemeinde nicht
besteht.
( 5 ) Sebuah sekolah dasar swasta harus disetujui hanya jika otoritas pendidikan menemukan bahwa minat pedagogis khusus atau , atas permintaan orang tua atau wali , itu komitmen atau sekolah ideologis yang akan dibangun sebagai sekolah masyarakat , sebagai dan sekolah dasar negeri dari jenis yang ada di masyarakat .
( 5 ) Sebuah sekolah dasar swasta harus disetujui hanya jika otoritas pendidikan menemukan bahwa minat pedagogis khusus atau , atas permintaan orang tua atau wali , itu komitmen atau sekolah ideologis yang akan dibangun sebagai sekolah masyarakat , sebagai dan sekolah dasar negeri dari jenis yang ada di masyarakat .
(6) Vorschulen bleiben aufgehoben.
( 6 ) pra - sekolah untuk menang .
Art 8
(1)
Alle Deutschen haben das Recht, sich ohne Anmeldung oder Erlaubnis friedlich
und ohne Waffen zu versammeln.
( 1 ) Semua Jerman memiliki hak untuk berkumpul tanpa pemberitahuan atau izin damai dan tidak bersenjata .
( 1 ) Semua Jerman memiliki hak untuk berkumpul tanpa pemberitahuan atau izin damai dan tidak bersenjata .
(2)
Für Versammlungen unter freiem Himmel kann dieses Recht durch Gesetz oder auf
Grund eines Gesetzes beschränkt werden.
( 2 ) Untuk majelis outdoor, hak ini dapat dibatasi oleh undang-undang atau menurut hukum a .
Tabel Tidak Resmi Isi
( 2 ) Untuk majelis outdoor, hak ini dapat dibatasi oleh undang-undang atau menurut hukum a .
Tabel Tidak Resmi Isi
Art 9
(1)
Alle Deutschen haben das Recht, Vereine und Gesellschaften zu bilden.
( 1 ) Semua Jerman memiliki hak untuk membentuk asosiasi .
( 1 ) Semua Jerman memiliki hak untuk membentuk asosiasi .
(2)
Vereinigungen, deren Zwecke oder deren Tätigkeit den Strafgesetzen
zuwiderlaufen oder die sich gegen die verfassungsmäßige Ordnung oder gegen den
Gedanken der Völkerverständigung richten, sind verboten.
( 2 ) Asosiasi yang bertujuan atau kegiatan bertentangan dengan hukum pidana atau yang diarahkan terhadap tatanan konstitusional atau konsep pemahaman internasional , dilarang .
( 2 ) Asosiasi yang bertujuan atau kegiatan bertentangan dengan hukum pidana atau yang diarahkan terhadap tatanan konstitusional atau konsep pemahaman internasional , dilarang .
(3) Das Recht, zur Wahrung und Förderung der Arbeits- und Wirtschaftsbedingungen Vereinigungen zu bilden, ist für jedermann und für alle Berufe gewährleistet. Abreden, die dieses Recht einschränken oder zu behindern suchen, sind nichtig, hierauf gerichtete Maßnahmen sind rechtswidrig. Maßnahmen nach den Artikeln 12a, 35 Abs. 2 und 3, Artikel 87a Abs. 4 und Artikel 91 dürfen sich nicht gegen Arbeitskämpfe richten, die zur Wahrung und Förderung der Arbeits- und Wirtschaftsbedingungen von Vereinigungen im Sinne des Satzes 1 geführt werden.
( 3 ) hak untuk membentuk , dalam rangka menjaga dan meningkatkan kondisi kerja dan asosiasi ekonomi dijamin untuk semua orang dan untuk semua pekerjaan . Perjanjian , berusaha untuk membatasi hak ini atau menghalangi , batal , tindakan diarahkan melanggar hukum . Langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 , 35 § 2 dan 3 , Pasal 87a , ayat 4 dan Pasal 91 tidak dapat diarahkan terhadap perselisihan industrial yang diterapkan untuk pemeliharaan dan meningkatkan kondisi kerja dan ekonomi dari asosiasi dalam arti kalimat 1 .
(1)
Das Briefgeheimnis sowie das Post- und Fernmeldegeheimnis sind unverletzlich.
( 1 ) The privasi korespondensi , posting dan telekomunikasi akan diganggu gugat .
.
( 1 ) The privasi korespondensi , posting dan telekomunikasi akan diganggu gugat .
.
(2)
Beschränkungen dürfen nur auf Grund eines Gesetzes angeordnet werden. Dient die
Beschränkung dem Schutze der freiheitlichen demokratischen Grundordnung oder
des Bestandes oder der Sicherung des Bundes oder eines Landes, so kann das
Gesetz bestimmen, daß sie dem Betroffenen nicht mitgeteilt wird und daß an die
Stelle des Rechtsweges die Nachprüfung durch von der Volksvertretung bestellte
Organe und Hilfsorgane tritt.
( 2 ) Pembatasan dapat dipesan hanya berdasarkan hukum . Pembatasan berfungsi untuk melindungi tatanan dasar gratis demokratis atau keberadaan atau keamanan Federasi atau Tanah yang , hukum dapat memberikan bahwa itu tidak dikomunikasikan kepada orang yang bersangkutan dan bahwa tempat proses hukum , pemeriksaan oleh ditunjuk oleh badan perwakilan Rakyat dan hukum organ tambahan terjadi
( 2 ) Pembatasan dapat dipesan hanya berdasarkan hukum . Pembatasan berfungsi untuk melindungi tatanan dasar gratis demokratis atau keberadaan atau keamanan Federasi atau Tanah yang , hukum dapat memberikan bahwa itu tidak dikomunikasikan kepada orang yang bersangkutan dan bahwa tempat proses hukum , pemeriksaan oleh ditunjuk oleh badan perwakilan Rakyat dan hukum organ tambahan terjadi
Art 11
(1)
Alle Deutschen genießen Freizügigkeit im ganzen Bundesgebiet.
(2)
Dieses Recht darf nur durch Gesetz oder auf Grund eines Gesetzes und nur für
die Fälle eingeschränkt werden, in denen eine ausreichende Lebensgrundlage
nicht vorhanden ist und der Allgemeinheit daraus besondere Lasten entstehen
würden oder in denen es zur Abwehr einer drohenden Gefahr für den Bestand oder
die freiheitliche demokratische Grundordnung des Bundes oder eines Landes, zur
Bekämpfung von Seuchengefahr, Naturkatastrophen oder besonders schweren
Unglücksfällen, zum Schutze der Jugend vor Verwahrlosung oder um strafbaren
Handlungen vorzubeugen, erforderlich ist.
Art 12
(1)
Alle Deutschen haben das Recht, Beruf, Arbeitsplatz und Ausbildungsstätte frei
zu wählen. Die Berufsausübung kann durch Gesetz oder auf Grund eines Gesetzes
geregelt werden.
(2)
Niemand darf zu einer bestimmten Arbeit gezwungen werden, außer im Rahmen einer
herkömmlichen allgemeinen, für alle gleichen öffentlichen
Dienstleistungspflicht.
(3)
Zwangsarbeit ist nur bei einer gerichtlich angeordneten Freiheitsentziehung
zulässig.
Art 12a
(1)
Männer können vom vollendeten achtzehnten Lebensjahr an zum Dienst in den
Streitkräften, im Bundesgrenzschutz oder in einem Zivilschutzverband
verpflichtet werden.
(2)
Wer aus Gewissensgründen den Kriegsdienst mit der Waffe verweigert, kann zu
einem Ersatzdienst verpflichtet werden. Die Dauer des Ersatzdienstes darf die
Dauer des Wehrdienstes nicht übersteigen. Das Nähere regelt ein Gesetz, das die
Freiheit der Gewissensentscheidung nicht beeinträchtigen darf und auch eine
Möglichkeit des Ersatzdienstes vorsehen muß, die in keinem Zusammenhang mit den
Verbänden der Streitkräfte und des Bundesgrenzschutzes steht.
(3)
Wehrpflichtige, die nicht zu einem Dienst nach Absatz 1 oder 2 herangezogen
sind, können im Verteidigungsfalle durch Gesetz oder auf Grund eines Gesetzes
zu zivilen Dienstleistungen für Zwecke der Verteidigung einschließlich des
Schutzes der Zivilbevölkerung in Arbeitsverhältnisse verpflichtet werden;
Verpflichtungen in öffentlich-rechtliche Dienstverhältnisse sind nur zur Wahrnehmung
polizeilicher Aufgaben oder solcher hoheitlichen Aufgaben der öffentlichen
Verwaltung, die nur in einem öffentlich-rechtlichen Dienstverhältnis erfüllt
werden können, zulässig. Arbeitsverhältnisse nach Satz 1 können bei den
Streitkräften, im Bereich ihrer Versorgung sowie bei der öffentlichen
Verwaltung begründet werden; Verpflichtungen in Arbeitsverhältnisse im Bereiche
der Versorgung der Zivilbevölkerung sind nur zulässig, um ihren
lebensnotwendigen Bedarf zu decken oder ihren Schutz sicherzustellen.
(4)
Kann im Verteidigungsfalle der Bedarf an zivilen Dienstleistungen im zivilen
Sanitäts- und Heilwesen sowie in der ortsfesten militärischen
Lazarettorganisation nicht auf freiwilliger Grundlage gedeckt werden, so können
Frauen vom vollendeten achtzehnten bis zum vollendeten fünfundfünfzigsten
Lebensjahr durch Gesetz oder auf Grund eines Gesetzes zu derartigen
Dienstleistungen herangezogen werden. Sie dürfen auf keinen Fall zum Dienst mit
der Waffe verpflichtet werden.
(5)
Für die Zeit vor dem Verteidigungsfalle können Verpflichtungen nach Absatz 3
nur nach Maßgabe des Artikels 80a Abs. 1 begründet werden. Zur Vorbereitung auf
Dienstleistungen nach Absatz 3, für die besondere Kenntnisse oder Fertigkeiten
erforderlich sind, kann durch Gesetz oder auf Grund eines Gesetzes die
Teilnahme an Ausbildungsveranstaltungen zur Pflicht gemacht werden. Satz 1
findet insoweit keine Anwendung.
(6)
Kann im Verteidigungsfalle der Bedarf an Arbeitskräften für die in Absatz 3
Satz 2 genannten Bereiche auf freiwilliger Grundlage nicht gedeckt werden, so
kann zur Sicherung dieses Bedarfs die Freiheit der Deutschen, die Ausübung
eines Berufs oder den Arbeitsplatz aufzugeben, durch Gesetz oder auf Grund
eines Gesetzes eingeschränkt werden. Vor Eintritt des Verteidigungsfalles gilt
Absatz 5 Satz 1 entsprechend.
Art 13
(1)
Die Wohnung ist unverletzlich.
(2)
Durchsuchungen dürfen nur durch den Richter, bei Gefahr im Verzuge auch durch die
in den Gesetzen vorgesehenen anderen Organe angeordnet und nur in der dort
vorgeschriebenen Form durchgeführt werden.
(3)
Begründen bestimmte Tatsachen den Verdacht, daß jemand eine durch Gesetz
einzeln bestimmte besonders schwere Straftat begangen hat, so dürfen zur
Verfolgung der Tat auf Grund richterlicher Anordnung technische Mittel zur
akustischen Überwachung von Wohnungen, in denen der Beschuldigte sich
vermutlich aufhält, eingesetzt werden, wenn die Erforschung des Sachverhalts
auf andere Weise unverhältnismäßig erschwert oder aussichtslos wäre. Die
Maßnahme ist zu befristen. Die Anordnung erfolgt durch einen mit drei Richtern
besetzten Spruchkörper. Bei Gefahr im Verzuge kann sie auch durch einen
einzelnen Richter getroffen werden.
(4)
Zur Abwehr dringender Gefahren für die öffentliche Sicherheit, insbesondere
einer gemeinen Gefahr oder einer Lebensgefahr, dürfen technische Mittel zur
Überwachung von Wohnungen nur auf Grund richterlicher Anordnung eingesetzt
werden. Bei Gefahr im Verzuge kann die Maßnahme auch durch eine andere
gesetzlich bestimmte Stelle angeordnet werden; eine richterliche Entscheidung
ist unverzüglich nachzuholen.
(5)
Sind technische Mittel ausschließlich zum Schutze der bei einem Einsatz in
Wohnungen tätigen Personen vorgesehen, kann die Maßnahme durch eine gesetzlich
bestimmte Stelle angeordnet werden. Eine anderweitige Verwertung der hierbei
erlangten Erkenntnisse ist nur zum Zwecke der Strafverfolgung oder der
Gefahrenabwehr und nur zulässig, wenn zuvor die Rechtmäßigkeit der Maßnahme
richterlich festgestellt ist; bei Gefahr im Verzuge ist die richterliche
Entscheidung unverzüglich nachzuholen.
(6)
Die Bundesregierung unterrichtet den Bundestag jährlich über den nach Absatz 3
sowie über den im Zuständigkeitsbereich des Bundes nach Absatz 4 und, soweit
richterlich überprüfungsbedürftig, nach Absatz 5 erfolgten Einsatz technischer
Mittel. Ein vom Bundestag gewähltes Gremium übt auf der Grundlage dieses
Berichts die parlamentarische Kontrolle aus. Die Länder gewährleisten eine gleichwertige
parlamentarische Kontrolle.
(7)
Eingriffe und Beschränkungen dürfen im übrigen nur zur Abwehr einer gemeinen
Gefahr oder einer Lebensgefahr für einzelne Personen, auf Grund eines Gesetzes
auch zur Verhütung dringender Gefahren für die öffentliche Sicherheit und
Ordnung, insbesondere zur Behebung der Raumnot, zur Bekämpfung von
Seuchengefahr oder zum Schutze gefährdeter Jugendlicher vorgenommen werden.
Fußnote
Art.
13 Abs. 3: Eingef. durch Art. 1 Nr. 1 G v. 26.3.1998 I 610 mWv 1.4.1998; mit GG
Art. 79 Abs. 3 vereinbar gem. BVerfGE v. 3.3.2004 (1 BvR 2378/98, 1 BvR
1084/99)
Art 14
(1)
Das Eigentum und das Erbrecht werden gewährleistet. Inhalt und Schranken werden
durch die Gesetze bestimmt.
(2)
Eigentum verpflichtet. Sein Gebrauch soll zugleich dem Wohle der Allgemeinheit
dienen.
(3)
Eine Enteignung ist nur zum Wohle der Allgemeinheit zulässig. Sie darf nur
durch Gesetz oder auf Grund eines Gesetzes erfolgen, das Art und Ausmaß der
Entschädigung regelt. Die Entschädigung ist unter gerechter Abwägung der
Interessen der Allgemeinheit und der Beteiligten zu bestimmen. Wegen der Höhe
der Entschädigung steht im Streitfalle der Rechtsweg vor den ordentlichen Gerichten
offen.
Art 15
Grund
und Boden, Naturschätze und Produktionsmittel können zum Zwecke der
Vergesellschaftung durch ein Gesetz, das Art und Ausmaß der Entschädigung
regelt, in Gemeineigentum oder in andere Formen der Gemeinwirtschaft überführt
werden. Für die Entschädigung gilt Artikel 14 Abs. 3 Satz 3 und 4 entsprechend.
Art 16
(1)
Die deutsche Staatsangehörigkeit darf nicht entzogen werden. Der Verlust der
Staatsangehörigkeit darf nur auf Grund eines Gesetzes und gegen den Willen des
Betroffenen nur dann eintreten, wenn der Betroffene dadurch nicht staatenlos
wird.
(2)
Kein Deutscher darf an das Ausland ausgeliefert werden. Durch Gesetz kann eine
abweichende Regelung für Auslieferungen an einen Mitgliedstaat der Europäischen
Union oder an einen internationalen Gerichtshof getroffen werden, soweit rechtsstaatliche
Grundsätze gewahrt sind.
Art 16a
(1)
Politisch Verfolgte genießen Asylrecht.
(2)
Auf Absatz 1 kann sich nicht berufen, wer aus einem Mitgliedstaat der
Europäischen Gemeinschaften oder aus einem anderen Drittstaat einreist, in dem
die Anwendung des Abkommens über die Rechtsstellung der Flüchtlinge und der
Konvention zum Schutze der Menschenrechte und Grundfreiheiten sichergestellt
ist. Die Staaten außerhalb der Europäischen Gemeinschaften, auf die die
Voraussetzungen des Satzes 1 zutreffen, werden durch Gesetz, das der Zustimmung
des Bundesrates bedarf, bestimmt. In den Fällen des Satzes 1 können
aufenthaltsbeendende Maßnahmen unabhängig von einem hiergegen eingelegten
Rechtsbehelf vollzogen werden.
(3)
Durch Gesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf, können Staaten
bestimmt werden, bei denen auf Grund der Rechtslage, der Rechtsanwendung und
der allgemeinen politischen Verhältnisse gewährleistet erscheint, daß dort
weder politische Verfolgung noch unmenschliche oder erniedrigende Bestrafung
oder Behandlung stattfindet. Es wird vermutet, daß ein Ausländer aus einem
solchen Staat nicht verfolgt wird, solange er nicht Tatsachen vorträgt, die die
Annahme begründen, daß er entgegen dieser Vermutung politisch verfolgt wird.
(4)
Die Vollziehung aufenthaltsbeendender Maßnahmen wird in den Fällen des Absatzes
3 und in anderen Fällen, die offensichtlich unbegründet sind oder als
offensichtlich unbegründet gelten, durch das Gericht nur ausgesetzt, wenn
ernstliche Zweifel an der Rechtmäßigkeit der Maßnahme bestehen; der
Prüfungsumfang kann eingeschränkt werden und verspätetes Vorbringen
unberücksichtigt bleiben. Das Nähere ist durch Gesetz zu bestimmen.
(5)
Die Absätze 1 bis 4 stehen völkerrechtlichen Verträgen von Mitgliedstaaten der
Europäischen Gemeinschaften untereinander und mit dritten Staaten nicht
entgegen, die unter Beachtung der Verpflichtungen aus dem Abkommen über die
Rechtsstellung der Flüchtlinge und der Konvention zum Schutze der
Menschenrechte und Grundfreiheiten, deren Anwendung in den Vertragsstaaten
sichergestellt sein muß, Zuständigkeitsregelungen für die Prüfung von
Asylbegehren einschließlich der gegenseitigen Anerkennung von Asylentscheidungen
treffen.
Fußnote
Art.
16a: Eingef. durch Art. 1 Nr. 2 G v. 28.6.1993 I 1002 mWv 30.6.1993; mit Art.
79 Abs. 3 GG (100-1) vereinbar gem. BVerfGE v. 14.5.1996 I 952 (2 BvR 1938/93,
2 BvR 2315/93)
Art 17
Jedermann
hat das Recht, sich einzeln oder in Gemeinschaft mit anderen schriftlich mit
Bitten oder Beschwerden an die zuständigen Stellen und an die Volksvertretung
zu wenden.
Art 17a
(1)
Gesetze über Wehrdienst und Ersatzdienst können bestimmen, daß für die
Angehörigen der Streitkräfte und des Ersatzdienstes während der Zeit des Wehr-
oder Ersatzdienstes das Grundrecht, seine Meinung in Wort, Schrift und Bild
frei zu äußern und zu verbreiten (Artikel 5 Abs. 1 Satz 1 erster Halbsatz), das
Grundrecht der Versammlungsfreiheit (Artikel 8) und das Petitionsrecht (Artikel
17), soweit es das Recht gewährt, Bitten oder Beschwerden in Gemeinschaft mit
anderen vorzubringen, eingeschränkt werden.
(2)
Gesetze, die der Verteidigung einschließlich des Schutzes der Zivilbevölkerung
dienen, können bestimmen, daß die Grundrechte der Freizügigkeit (Artikel 11)
und der Unverletzlichkeit der Wohnung (Artikel 13) eingeschränkt werden.
Art 18
Wer
die Freiheit der Meinungsäußerung, insbesondere die Pressefreiheit (Artikel 5 Abs.
1), die Lehrfreiheit (Artikel 5 Abs. 3), die Versammlungsfreiheit (Artikel 8),
die Vereinigungsfreiheit (Artikel 9), das Brief-, Post- und Fernmeldegeheimnis
(Artikel 10), das Eigentum (Artikel 14) oder das Asylrecht (Artikel 16a) zum
Kampfe gegen die freiheitliche demokratische Grundordnung mißbraucht, verwirkt
diese Grundrechte. Die Verwirkung und ihr Ausmaß werden durch das
Bundesverfassungsgericht ausgesprochen.
Art 19
(1)
Soweit nach diesem Grundgesetz ein Grundrecht durch Gesetz oder auf Grund eines
Gesetzes eingeschränkt werden kann, muß das Gesetz allgemein und nicht nur für
den Einzelfall gelten. Außerdem muß das Gesetz das Grundrecht unter Angabe des
Artikels nennen.
(2)
In keinem Falle darf ein Grundrecht in seinem Wesensgehalt angetastet werden.
(3)
Die Grundrechte gelten auch für inländische juristische Personen, soweit sie
ihrem Wesen nach auf diese anwendbar sind.
(4)
Wird jemand durch die öffentliche Gewalt in seinen Rechten verletzt, so steht
ihm der Rechtsweg offen. Soweit eine andere Zuständigkeit nicht begründet ist,
ist der ordentliche Rechtsweg gegeben. Artikel 10 Abs. 2 Satz 2 bleibt
unberührt.
Art 20
(1)
Die Bundesrepublik Deutschland ist ein demokratischer und sozialer Bundesstaat.
(2)
Alle Staatsgewalt geht vom Volke aus. Sie wird vom Volke in Wahlen und
Abstimmungen und durch besondere Organe der Gesetzgebung, der vollziehenden
Gewalt und der Rechtsprechung ausgeübt.
(3)
Die Gesetzgebung ist an die verfassungsmäßige Ordnung, die vollziehende Gewalt
und die Rechtsprechung sind an Gesetz und Recht gebunden.
(4)
Gegen jeden, der es unternimmt, diese Ordnung zu beseitigen, haben alle
Deutschen das Recht zum Widerstand, wenn andere Abhilfe nicht möglich ist.
Art 20a
Der
Staat schützt auch in Verantwortung für die künftigen Generationen die
natürlichen Lebensgrundlagen und die Tiere im Rahmen der verfassungsmäßigen
Ordnung durch die Gesetzgebung und nach Maßgabe von Gesetz und Recht durch die
vollziehende Gewalt und die Rechtsprechung.
Art 21
(1)
Die Parteien wirken bei der politischen Willensbildung des Volkes mit. Ihre
Gründung ist frei. Ihre innere Ordnung muß demokratischen Grundsätzen
entsprechen. Sie müssen über die Herkunft und Verwendung ihrer Mittel sowie
über ihr Vermögen öffentlich Rechenschaft geben.
(2)
Parteien, die nach ihren Zielen oder nach dem Verhalten ihrer Anhänger darauf
ausgehen, die freiheitliche demokratische Grundordnung zu beeinträchtigen oder
zu beseitigen oder den Bestand der Bundesrepublik Deutschland zu gefährden,
sind verfassungswidrig. Über die Frage der Verfassungswidrigkeit entscheidet
das Bundesverfassungsgericht.
(3)
Das Nähere regeln Bundesgesetze.
Art 22
(1)
Die Hauptstadt der Bundesrepublik Deutschland ist Berlin. Die Repräsentation
des Gesamtstaates in der Hauptstadt ist Aufgabe des Bundes. Das Nähere wird
durch Bundesgesetz geregelt.
(2)
Die Bundesflagge ist schwarz-rot-gold.
Art 23
(1)
Zur Verwirklichung eines vereinten Europas wirkt die Bundesrepublik Deutschland
bei der Entwicklung der Europäischen Union mit, die demokratischen,
rechtsstaatlichen, sozialen und föderativen Grundsätzen und dem Grundsatz der
Subsidiarität verpflichtet ist und einen diesem Grundgesetz im wesentlichen
vergleichbaren Grundrechtsschutz gewährleistet. Der Bund kann hierzu durch
Gesetz mit Zustimmung des Bundesrates Hoheitsrechte übertragen. Für die
Begründung der Europäischen Union sowie für Änderungen ihrer vertraglichen
Grundlagen und vergleichbare Regelungen, durch die dieses Grundgesetz seinem
Inhalt nach geändert oder ergänzt wird oder solche Änderungen oder Ergänzungen
ermöglicht werden, gilt Artikel 79 Abs. 2 und 3.
(1a)
Der Bundestag und der Bundesrat haben das Recht, wegen Verstoßes eines Gesetzgebungsakts
der Europäischen Union gegen das Subsidiaritätsprinzip vor dem Gerichtshof der
Europäischen Union Klage zu erheben. Der Bundestag ist hierzu auf Antrag eines
Viertels seiner Mitglieder verpflichtet. Durch Gesetz, das der Zustimmung des
Bundesrates bedarf, können für die Wahrnehmung der Rechte, die dem Bundestag
und dem Bundesrat in den vertraglichen Grundlagen der Europäischen Union
eingeräumt sind, Ausnahmen von Artikel 42 Abs. 2 Satz 1 und Artikel 52 Abs. 3
Satz 1 zugelassen werden.
(2)
In Angelegenheiten der Europäischen Union wirken der Bundestag und durch den
Bundesrat die Länder mit. Die Bundesregierung hat den Bundestag und den
Bundesrat umfassend und zum frühestmöglichen Zeitpunkt zu unterrichten.
(3)
Die Bundesregierung gibt dem Bundestag Gelegenheit zur Stellungnahme vor ihrer
Mitwirkung an Rechtsetzungsakten der Europäischen Union. Die Bundesregierung
berücksichtigt die Stellungnahmen des Bundestages bei den Verhandlungen. Das
Nähere regelt ein Gesetz.
(4)
Der Bundesrat ist an der Willensbildung des Bundes zu beteiligen, soweit er an
einer entsprechenden innerstaatlichen Maßnahme mitzuwirken hätte oder soweit
die Länder innerstaatlich zuständig wären.
(5)
Soweit in einem Bereich ausschließlicher Zuständigkeiten des Bundes Interessen
der Länder berührt sind oder soweit im übrigen der Bund das Recht zur
Gesetzgebung hat, berücksichtigt die Bundesregierung die Stellungnahme des
Bundesrates. Wenn im Schwerpunkt Gesetzgebungsbefugnisse der Länder, die Einrichtung
ihrer Behörden oder ihre Verwaltungsverfahren betroffen sind, ist bei der
Willensbildung des Bundes insoweit die Auffassung des Bundesrates maßgeblich zu
berücksichtigen; dabei ist die gesamtstaatliche Verantwortung des Bundes zu
wahren. In Angelegenheiten, die zu Ausgabenerhöhungen oder Einnahmeminderungen
für den Bund führen können, ist die Zustimmung der Bundesregierung
erforderlich.
(6)
Wenn im Schwerpunkt ausschließliche Gesetzgebungsbefugnisse der Länder auf den
Gebieten der schulischen Bildung, der Kultur oder des Rundfunks betroffen sind,
wird die Wahrnehmung der Rechte, die der Bundesrepublik Deutschland als
Mitgliedstaat der Europäischen Union zustehen, vom Bund auf einen vom Bundesrat
benannten Vertreter der Länder übertragen. Die Wahrnehmung der Rechte erfolgt
unter Beteiligung und in Abstimmung mit der Bundesregierung; dabei ist die
gesamtstaatliche Verantwortung des Bundes zu wahren.
(7)
Das Nähere zu den Absätzen 4 bis 6 regelt ein Gesetz, das der Zustimmung des
Bundesrates bedarf.
Art 24
(1)
Der Bund kann durch Gesetz Hoheitsrechte auf zwischenstaatliche Einrichtungen
übertragen.
(1a)
Soweit die Länder für die Ausübung der staatlichen Befugnisse und die Erfüllung
der staatlichen Aufgaben zuständig sind, können sie mit Zustimmung der
Bundesregierung Hoheitsrechte auf grenznachbarschaftliche Einrichtungen
übertragen.
(2)
Der Bund kann sich zur Wahrung des Friedens einem System gegenseitiger
kollektiver Sicherheit einordnen; er wird hierbei in die Beschränkungen seiner
Hoheitsrechte einwilligen, die eine friedliche und dauerhafte Ordnung in Europa
und zwischen den Völkern der Welt herbeiführen und sichern.
(3)
Zur Regelung zwischenstaatlicher Streitigkeiten wird der Bund Vereinbarungen
über eine allgemeine, umfassende, obligatorische, internationale
Schiedsgerichtsbarkeit beitreten.
Art 25
Die
allgemeinen Regeln des Völkerrechtes sind Bestandteil des Bundesrechtes. Sie
gehen den Gesetzen vor und erzeugen Rechte und Pflichten unmittelbar für die
Bewohner des Bundesgebietes.
Art 26
(1)
Handlungen, die geeignet sind und in der Absicht vorgenommen werden, das
friedliche Zusammenleben der Völker zu stören, insbesondere die Führung eines
Angriffskrieges vorzubereiten, sind verfassungswidrig. Sie sind unter Strafe zu
stellen.
(2)
Zur Kriegführung bestimmte Waffen dürfen nur mit Genehmigung der
Bundesregierung hergestellt, befördert und in Verkehr gebracht werden. Das
Nähere regelt ein Bundesgesetz.
Art 27
Alle
deutschen Kauffahrteischiffe bilden eine einheitliche Handelsflotte.
Art 28
(1)
Die verfassungsmäßige Ordnung in den Ländern muß den Grundsätzen des
republikanischen, demokratischen und sozialen Rechtsstaates im Sinne dieses
Grundgesetzes entsprechen. In den Ländern, Kreisen und Gemeinden muß das Volk
eine Vertretung haben, die aus allgemeinen, unmittelbaren, freien, gleichen und
geheimen Wahlen hervorgegangen ist. Bei Wahlen in Kreisen und Gemeinden sind
auch Personen, die die Staatsangehörigkeit eines Mitgliedstaates der
Europäischen Gemeinschaft besitzen, nach Maßgabe von Recht der Europäischen
Gemeinschaft wahlberechtigt und wählbar. In Gemeinden kann an die Stelle einer
gewählten Körperschaft die Gemeindeversammlung treten.
(2)
Den Gemeinden muß das Recht gewährleistet sein, alle Angelegenheiten der
örtlichen Gemeinschaft im Rahmen der Gesetze in eigener Verantwortung zu
regeln. Auch die Gemeindeverbände haben im Rahmen ihres gesetzlichen
Aufgabenbereiches nach Maßgabe der Gesetze das Recht der Selbstverwaltung. Die
Gewährleistung der Selbstverwaltung umfaßt auch die Grundlagen der finanziellen
Eigenverantwortung; zu diesen Grundlagen gehört eine den Gemeinden mit
Hebesatzrecht zustehende wirtschaftskraftbezogene Steuerquelle.
(3)
Der Bund gewährleistet, daß die verfassungsmäßige Ordnung der Länder den
Grundrechten und den Bestimmungen der Absätze 1 und 2 entspricht.
Art 29
(1)
Das Bundesgebiet kann neu gegliedert werden, um zu gewährleisten, daß die
Länder nach Größe und Leistungsfähigkeit die ihnen obliegenden Aufgaben wirksam
erfüllen können. Dabei sind die landsmannschaftliche Verbundenheit, die
geschichtlichen und kulturellen Zusammenhänge, die wirtschaftliche
Zweckmäßigkeit sowie die Erfordernisse der Raumordnung und der Landesplanung zu
berücksichtigen.
(2)
Maßnahmen zur Neugliederung des Bundesgebietes ergehen durch Bundesgesetz, das
der Bestätigung durch Volksentscheid bedarf. Die betroffenen Länder sind zu
hören.
(3)
Der Volksentscheid findet in den Ländern statt, aus deren Gebieten oder Gebietsteilen
ein neues oder neu umgrenztes Land gebildet werden soll (betroffene Länder).
Abzustimmen ist über die Frage, ob die betroffenen Länder wie bisher
bestehenbleiben sollen oder ob das neue oder neu umgrenzte Land gebildet werden
soll. Der Volksentscheid für die Bildung eines neuen oder neu umgrenzten Landes
kommt zustande, wenn in dessen künftigem Gebiet und insgesamt in den Gebieten
oder Gebietsteilen eines betroffenen Landes, deren Landeszugehörigkeit im
gleichen Sinne geändert werden soll, jeweils eine Mehrheit der Änderung
zustimmt. Er kommt nicht zustande, wenn im Gebiet eines der betroffenen Länder
eine Mehrheit die Änderung ablehnt; die Ablehnung ist jedoch unbeachtlich, wenn
in einem Gebietsteil, dessen Zugehörigkeit zu dem betroffenen Land geändert
werden soll, eine Mehrheit von zwei Dritteln der Änderung zustimmt, es sei
denn, daß im Gesamtgebiet des betroffenen Landes eine Mehrheit von zwei
Dritteln die Änderung ablehnt.
(4)
Wird in einem zusammenhängenden, abgegrenzten Siedlungs- und Wirtschaftsraum,
dessen Teile in mehreren Ländern liegen und der mindestens eine Million
Einwohner hat, von einem Zehntel der in ihm zum Bundestag Wahlberechtigten
durch Volksbegehren gefordert, daß für diesen Raum eine einheitliche
Landeszugehörigkeit herbeigeführt werde, so ist durch Bundesgesetz innerhalb
von zwei Jahren entweder zu bestimmen, ob die Landeszugehörigkeit gemäß Absatz
2 geändert wird, oder daß in den betroffenen Ländern eine Volksbefragung
stattfindet.
(5)
Die Volksbefragung ist darauf gerichtet festzustellen, ob eine in dem Gesetz
vorzuschlagende Änderung der Landeszugehörigkeit Zustimmung findet. Das Gesetz
kann verschiedene, jedoch nicht mehr als zwei Vorschläge der Volksbefragung
vorlegen. Stimmt eine Mehrheit einer vorgeschlagenen Änderung der
Landeszugehörigkeit zu, so ist durch Bundesgesetz innerhalb von zwei Jahren zu
bestimmen, ob die Landeszugehörigkeit gemäß Absatz 2 geändert wird. Findet ein
der Volksbefragung vorgelegter Vorschlag eine den Maßgaben des Absatzes 3 Satz
3 und 4 entsprechende Zustimmung, so ist innerhalb von zwei Jahren nach der
Durchführung der Volksbefragung ein Bundesgesetz zur Bildung des
vorgeschlagenen Landes zu erlassen, das der Bestätigung durch Volksentscheid
nicht mehr bedarf.
(6)
Mehrheit im Volksentscheid und in der Volksbefragung ist die Mehrheit der
abgegebenen Stimmen, wenn sie mindestens ein Viertel der zum Bundestag
Wahlberechtigten umfaßt. Im übrigen wird das Nähere über Volksentscheid,
Volksbegehren und Volksbefragung durch ein Bundesgesetz geregelt; dieses kann
auch vorsehen, daß Volksbegehren innerhalb eines Zeitraumes von fünf Jahren
nicht wiederholt werden können.
(7)
Sonstige Änderungen des Gebietsbestandes der Länder können durch Staatsverträge
der beteiligten Länder oder durch Bundesgesetz mit Zustimmung des Bundesrates
erfolgen, wenn das Gebiet, dessen Landeszugehörigkeit geändert werden soll,
nicht mehr als 50.000 Einwohner hat. Das Nähere regelt ein Bundesgesetz, das
der Zustimmung des Bundesrates und der Mehrheit der Mitglieder des Bundestages bedarf.
Es muß die Anhörung der betroffenen Gemeinden und Kreise vorsehen.
(8)
Die Länder können eine Neugliederung für das jeweils von ihnen umfaßte Gebiet
oder für Teilgebiete abweichend von den Vorschriften der Absätze 2 bis 7 durch
Staatsvertrag regeln. Die betroffenen Gemeinden und Kreise sind zu hören. Der
Staatsvertrag bedarf der Bestätigung durch Volksentscheid in jedem beteiligten
Land. Betrifft der Staatsvertrag Teilgebiete der Länder, kann die Bestätigung
auf Volksentscheide in diesen Teilgebieten beschränkt werden; Satz 5 zweiter
Halbsatz findet keine Anwendung. Bei einem Volksentscheid entscheidet die
Mehrheit der abgegebenen Stimmen, wenn sie mindestens ein Viertel der zum
Bundestag Wahlberechtigten umfaßt; das Nähere regelt ein Bundesgesetz. Der
Staatsvertrag bedarf der Zustimmung des Bundestages.
Art 30
Die
Ausübung der staatlichen Befugnisse und die Erfüllung der staatlichen Aufgaben
ist Sache der Länder, soweit dieses Grundgesetz keine andere Regelung trifft
oder zuläßt.
Art 31
Bundesrecht
bricht Landesrecht.
Art 32
(1)
Die Pflege der Beziehungen zu auswärtigen Staaten ist Sache des Bundes.
(2)
Vor dem Abschlusse eines Vertrages, der die besonderen Verhältnisse eines
Landes berührt, ist das Land rechtzeitig zu hören.
(3)
Soweit die Länder für die Gesetzgebung zuständig sind, können sie mit
Zustimmung der Bundesregierung mit auswärtigen Staaten Verträge abschließen.
Art 33
(1)
Jeder Deutsche hat in jedem Lande die gleichen staatsbürgerlichen Rechte und
Pflichten.
(2)
Jeder Deutsche hat nach seiner Eignung, Befähigung und fachlichen Leistung
gleichen Zugang zu jedem öffentlichen Amte.
(3)
Der Genuß bürgerlicher und staatsbürgerlicher Rechte, die Zulassung zu
öffentlichen Ämtern sowie die im öffentlichen Dienste erworbenen Rechte sind
unabhängig von dem religiösen Bekenntnis. Niemandem darf aus seiner
Zugehörigkeit oder Nichtzugehörigkeit zu einem Bekenntnisse oder einer
Weltanschauung ein Nachteil erwachsen.
(4)
Die Ausübung hoheitsrechtlicher Befugnisse ist als ständige Aufgabe in der
Regel Angehörigen des öffentlichen Dienstes zu übertragen, die in einem
öffentlich-rechtlichen Dienst- und Treueverhältnis stehen.
(5)
Das Recht des öffentlichen Dienstes ist unter Berücksichtigung der
hergebrachten Grundsätze des Berufsbeamtentums zu regeln und fortzuentwickeln.
Art 34
Verletzt
jemand in Ausübung eines ihm anvertrauten öffentlichen Amtes die ihm einem
Dritten gegenüber obliegende Amtspflicht, so trifft die Verantwortlichkeit
grundsätzlich den Staat oder die Körperschaft, in deren Dienst er steht. Bei
Vorsatz oder grober Fahrlässigkeit bleibt der Rückgriff vorbehalten. Für den
Anspruch auf Schadensersatz und für den Rückgriff darf der ordentliche
Rechtsweg nicht ausgeschlossen werden.
Art 35
(1)
Alle Behörden des Bundes und der Länder leisten sich gegenseitig Rechts- und
Amtshilfe.
(2)
Zur Aufrechterhaltung oder Wiederherstellung der öffentlichen Sicherheit oder
Ordnung kann ein Land in Fällen von besonderer Bedeutung Kräfte und
Einrichtungen des Bundesgrenzschutzes zur Unterstützung seiner Polizei
anfordern, wenn die Polizei ohne diese Unterstützung eine Aufgabe nicht oder
nur unter erheblichen Schwierigkeiten erfüllen könnte. Zur Hilfe bei einer
Naturkatastrophe oder bei einem besonders schweren Unglücksfall kann ein Land
Polizeikräfte anderer Länder, Kräfte und Einrichtungen anderer Verwaltungen
sowie des Bundesgrenzschutzes und der Streitkräfte anfordern.
(3)
Gefährdet die Naturkatastrophe oder der Unglücksfall das Gebiet mehr als eines
Landes, so kann die Bundesregierung, soweit es zur wirksamen Bekämpfung
erforderlich ist, den Landesregierungen die Weisung erteilen, Polizeikräfte
anderen Ländern zur Verfügung zu stellen, sowie Einheiten des
Bundesgrenzschutzes und der Streitkräfte zur Unterstützung der Polizeikräfte
einsetzen. Maßnahmen der Bundesregierung nach Satz 1 sind jederzeit auf
Verlangen des Bundesrates, im übrigen unverzüglich nach Beseitigung der Gefahr
aufzuheben.
Art 36
(1)
Bei den obersten Bundesbehörden sind Beamte aus allen Ländern in angemessenem
Verhältnis zu verwenden. Die bei den übrigen Bundesbehörden beschäftigten
Personen sollen in der Regel aus dem Lande genommen werden, in dem sie tätig
sind.
(2)
Die Wehrgesetze haben auch die Gliederung des Bundes in Länder und ihre
besonderen landsmannschaftlichen Verhältnisse zu berücksichtigen.
Art 37
(1)
Wenn ein Land die ihm nach dem Grundgesetze oder einem anderen Bundesgesetze
obliegenden Bundespflichten nicht erfüllt, kann die Bundesregierung mit
Zustimmung des Bundesrates die notwendigen Maßnahmen treffen, um das Land im
Wege des Bundeszwanges zur Erfüllung seiner Pflichten anzuhalten.
(2)
Zur Durchführung des Bundeszwanges hat die Bundesregierung oder ihr
Beauftragter das Weisungsrecht gegenüber allen Ländern und ihren Behörden.
Art 38
(1)
Die Abgeordneten des Deutschen Bundestages werden in allgemeiner,
unmittelbarer, freier, gleicher und geheimer Wahl gewählt. Sie sind Vertreter
des ganzen Volkes, an Aufträge und Weisungen nicht gebunden und nur ihrem
Gewissen unterworfen.
(2)
Wahlberechtigt ist, wer das achtzehnte Lebensjahr vollendet hat; wählbar ist,
wer das Alter erreicht hat, mit dem die Volljährigkeit eintritt.
(3)
Das Nähere bestimmt ein Bundesgesetz.
Art 39
(1)
Der Bundestag wird vorbehaltlich der nachfolgenden Bestimmungen auf vier Jahre
gewählt. Seine Wahlperiode endet mit dem Zusammentritt eines neuen Bundestages.
Die Neuwahl findet frühestens sechsundvierzig, spätestens achtundvierzig Monate
nach Beginn der Wahlperiode statt. Im Falle einer Auflösung des Bundestages
findet die Neuwahl innerhalb von sechzig Tagen statt.
(2)
Der Bundestag tritt spätestens am dreißigsten Tage nach der Wahl zusammen.
(3)
Der Bundestag bestimmt den Schluß und den Wiederbeginn seiner Sitzungen. Der
Präsident des Bundestages kann ihn früher einberufen. Er ist hierzu
verpflichtet, wenn ein Drittel der Mitglieder, der Bundespräsident oder der
Bundeskanzler es verlangen.
Art 40
(1)
Der Bundestag wählt seinen Präsidenten, dessen Stellvertreter und die Schriftführer.
Er gibt sich eine Geschäftsordnung.
(2)
Der Präsident übt das Hausrecht und die Polizeigewalt im Gebäude des
Bundestages aus. Ohne seine Genehmigung darf in den Räumen des Bundestages
keine Durchsuchung oder Beschlagnahme stattfinden.
Art 41
(1)
Die Wahlprüfung ist Sache des Bundestages. Er entscheidet auch, ob ein
Abgeordneter des Bundestages die Mitgliedschaft verloren hat.
(2)
Gegen die Entscheidung des Bundestages ist die Beschwerde an das
Bundesverfassungsgericht zulässig.
(3)
Das Nähere regelt ein Bundesgesetz.
Art 42
(1)
Der Bundestag verhandelt öffentlich. Auf Antrag eines Zehntels seiner
Mitglieder oder auf Antrag der Bundesregierung kann mit Zweidrittelmehrheit die
Öffentlichkeit ausgeschlossen werden. Über den Antrag wird in nichtöffentlicher
Sitzung entschieden.
(2)
Zu einem Beschlusse des Bundestages ist die Mehrheit der abgegebenen Stimmen
erforderlich, soweit dieses Grundgesetz nichts anderes bestimmt. Für die vom
Bundestage vorzunehmenden Wahlen kann die Geschäftsordnung Ausnahmen zulassen.
(3)
Wahrheitsgetreue Berichte über die öffentlichen Sitzungen des Bundestages und
seiner Ausschüsse bleiben von jeder Verantwortlichkeit frei.
Art 43
(1)
Der Bundestag und seine Ausschüsse können die Anwesenheit jedes Mitgliedes der
Bundesregierung verlangen.
(2)
Die Mitglieder des Bundesrates und der Bundesregierung sowie ihre Beauftragten
haben zu allen Sitzungen des Bundestages und seiner Ausschüsse Zutritt. Sie
müssen jederzeit gehört werden.
Art 44
(1)
Der Bundestag hat das Recht und auf Antrag eines Viertels seiner Mitglieder die
Pflicht, einen Untersuchungsausschuß einzusetzen, der in öffentlicher Verhandlung
die erforderlichen Beweise erhebt. Die Öffentlichkeit kann ausgeschlossen
werden.
(2)
Auf Beweiserhebungen finden die Vorschriften über den Strafprozeß sinngemäß
Anwendung. Das Brief-, Post- und Fernmeldegeheimnis bleibt unberührt.
(3)
Gerichte und Verwaltungsbehörden sind zur Rechts- und Amtshilfe verpflichtet.
(4)
Die Beschlüsse der Untersuchungsausschüsse sind der richterlichen Erörterung
entzogen. In der Würdigung und Beurteilung des der Untersuchung zugrunde
liegenden Sachverhaltes sind die Gerichte frei.
Art 45
Der
Bundestag bestellt einen Ausschuß für die Angelegenheiten der Europäischen
Union. Er kann ihn ermächtigen, die Rechte des Bundestages gemäß Artikel 23
gegenüber der Bundesregierung wahrzunehmen. Er kann ihn auch ermächtigen, die
Rechte wahrzunehmen, die dem Bundestag in den vertraglichen Grundlagen der
Europäischen Union eingeräumt sind.
Art 45a
(1)
Der Bundestag bestellt einen Ausschuß für auswärtige Angelegenheiten und einen
Ausschuß für Verteidigung.
(2)
Der Ausschuß für Verteidigung hat auch die Rechte eines
Untersuchungsausschusses. Auf Antrag eines Viertels seiner Mitglieder hat er
die Pflicht, eine Angelegenheit zum Gegenstand seiner Untersuchung zu machen.
(3)
Artikel 44 Abs. 1 findet auf dem Gebiet der Verteidigung keine Anwendung.
Art 45b
Zum
Schutz der Grundrechte und als Hilfsorgan des Bundestages bei der Ausübung der
parlamentarischen Kontrolle wird ein Wehrbeauftragter des Bundestages berufen.
Das Nähere regelt ein Bundesgesetz.
Art 45c
(1)
Der Bundestag bestellt einen Petitionsausschuß, dem die Behandlung der nach
Artikel 17 an den Bundestag gerichteten Bitten und Beschwerden obliegt.
(2)
Die Befugnisse des Ausschusses zur Überprüfung von Beschwerden regelt ein
Bundesgesetz.
Art 45d Parlamentarisches Kontrollgremium
(1)
Der Bundestag bestellt ein Gremium zur Kontrolle der nachrichtendienstlichen
Tätigkeit des Bundes.
(2)
Das Nähere regelt ein Bundesgesetz.
Art 46
(1)
Ein Abgeordneter darf zu keiner Zeit wegen seiner Abstimmung oder wegen einer
Äußerung, die er im Bundestage oder in einem seiner Ausschüsse getan hat,
gerichtlich oder dienstlich verfolgt oder sonst außerhalb des Bundestages zur
Verantwortung gezogen werden. Dies gilt nicht für verleumderische
Beleidigungen.
(2)
Wegen einer mit Strafe bedrohten Handlung darf ein Abgeordneter nur mit
Genehmigung des Bundestages zur Verantwortung gezogen oder verhaftet werden, es
sei denn, daß er bei Begehung der Tat oder im Laufe des folgenden Tages
festgenommen wird.
(3)
Die Genehmigung des Bundestages ist ferner bei jeder anderen Beschränkung der
persönlichen Freiheit eines Abgeordneten oder zur Einleitung eines Verfahrens
gegen einen Abgeordneten gemäß Artikel 18 erforderlich.
(4)
Jedes Strafverfahren und jedes Verfahren gemäß Artikel 18 gegen einen Abgeordneten,
jede Haft und jede sonstige Beschränkung seiner persönlichen Freiheit sind auf
Verlangen des Bundestages auszusetzen.
Art 47
Die
Abgeordneten sind berechtigt, über Personen, die ihnen in ihrer Eigenschaft als
Abgeordnete oder denen sie in dieser Eigenschaft Tatsachen anvertraut haben,
sowie über diese Tatsachen selbst das Zeugnis zu verweigern. Soweit dieses
Zeugnisverweigerungsrecht reicht, ist die Beschlagnahme von Schriftstücken
unzulässig.
Art 48
(1)
Wer sich um einen Sitz im Bundestage bewirbt, hat Anspruch auf den zur
Vorbereitung seiner Wahl erforderlichen Urlaub.
(2)
Niemand darf gehindert werden, das Amt eines Abgeordneten zu übernehmen und
auszuüben. Eine Kündigung oder Entlassung aus diesem Grunde ist unzulässig.
(3)
Die Abgeordneten haben Anspruch auf eine angemessene, ihre Unabhängigkeit sichernde
Entschädigung. Sie haben das Recht der freien Benutzung aller staatlichen
Verkehrsmittel. Das Nähere regelt ein Bundesgesetz.
Art 49
-
Art 50
Durch
den Bundesrat wirken die Länder bei der Gesetzgebung und Verwaltung des Bundes
und in Angelegenheiten der Europäischen Union mit.
Art 51
(1)
Der Bundesrat besteht aus Mitgliedern der Regierungen der Länder, die sie
bestellen und abberufen. Sie können durch andere Mitglieder ihrer Regierungen
vertreten werden.
(2)
Jedes Land hat mindestens drei Stimmen, Länder mit mehr als zwei Millionen
Einwohnern haben vier, Länder mit mehr als sechs Millionen Einwohnern fünf,
Länder mit mehr als sieben Millionen Einwohnern sechs Stimmen.
(3)
Jedes Land kann so viele Mitglieder entsenden, wie es Stimmen hat. Die Stimmen
eines Landes können nur einheitlich und nur durch anwesende Mitglieder oder
deren Vertreter abgegeben werden.
Art 52
(1)
Der Bundesrat wählt seinen Präsidenten auf ein Jahr.
(2)
Der Präsident beruft den Bundesrat ein. Er hat ihn einzuberufen, wenn die
Vertreter von mindestens zwei Ländern oder die Bundesregierung es verlangen.
(3)
Der Bundesrat faßt seine Beschlüsse mit mindestens der Mehrheit seiner Stimmen.
Er gibt sich eine Geschäftsordnung. Er verhandelt öffentlich. Die
Öffentlichkeit kann ausgeschlossen werden.
(3a)
Für Angelegenheiten der Europäischen Union kann der Bundesrat eine Europakammer
bilden, deren Beschlüsse als Beschlüsse des Bundesrates gelten; die Anzahl der
einheitlich abzugebenden Stimmen der Länder bestimmt sich nach Artikel 51 Abs.
2.
(4)
Den Ausschüssen des Bundesrates können andere Mitglieder oder Beauftragte der
Regierungen der Länder angehören.
Art 53
Die
Mitglieder der Bundesregierung haben das Recht und auf Verlangen die Pflicht,
an den Verhandlungen des Bundesrates und seiner Ausschüsse teilzunehmen. Sie
müssen jederzeit gehört werden. Der Bundesrat ist von der Bundesregierung über
die Führung der Geschäfte auf dem laufenden zu halten.
Art 53a
(1)
Der Gemeinsame Ausschuß besteht zu zwei Dritteln aus Abgeordneten des
Bundestages, zu einem Drittel aus Mitgliedern des Bundesrates. Die Abgeordneten
werden vom Bundestage entsprechend dem Stärkeverhältnis der Fraktionen
bestimmt; sie dürfen nicht der Bundesregierung angehören. Jedes Land wird durch
ein von ihm bestelltes Mitglied des Bundesrates vertreten; diese Mitglieder
sind nicht an Weisungen gebunden. Die Bildung des Gemeinsamen Ausschusses und
sein Verfahren werden durch eine Geschäftsordnung geregelt, die vom Bundestage
zu beschließen ist und der Zustimmung des Bundesrates bedarf.
(2)
Die Bundesregierung hat den Gemeinsamen Ausschuß über ihre Planungen für den
Verteidigungsfall zu unterrichten. Die Rechte des Bundestages und seiner
Ausschüsse nach Artikel 43 Abs. 1 bleiben unberührt.
Art 54
(1)
Der Bundespräsident wird ohne Aussprache von der Bundesversammlung gewählt.
Wählbar ist jeder Deutsche, der das Wahlrecht zum Bundestage besitzt und das
vierzigste Lebensjahr vollendet hat.
(2)
Das Amt des Bundespräsidenten dauert fünf Jahre. Anschließende Wiederwahl ist
nur einmal zulässig.
(3)
Die Bundesversammlung besteht aus den Mitgliedern des Bundestages und einer
gleichen Anzahl von Mitgliedern, die von den Volksvertretungen der Länder nach
den Grundsätzen der Verhältniswahl gewählt werden.
(4)
Die Bundesversammlung tritt spätestens dreißig Tage vor Ablauf der Amtszeit des
Bundespräsidenten, bei vorzeitiger Beendigung spätestens dreißig Tage nach
diesem Zeitpunkt zusammen. Sie wird von dem Präsidenten des Bundestages
einberufen.
(5)
Nach Ablauf der Wahlperiode beginnt die Frist des Absatzes 4 Satz 1 mit dem
ersten Zusammentritt des Bundestages.
(6)
Gewählt ist, wer die Stimmen der Mehrheit der Mitglieder der Bundesversammlung
erhält. Wird diese Mehrheit in zwei Wahlgängen von keinem Bewerber erreicht, so
ist gewählt, wer in einem weiteren Wahlgang die meisten Stimmen auf sich
vereinigt.
(7)
Das Nähere regelt ein Bundesgesetz.
Art 55
(1)
Der Bundespräsident darf weder der Regierung noch einer gesetzgebenden
Körperschaft des Bundes oder eines Landes angehören.
(2)
Der Bundespräsident darf kein anderes besoldetes Amt, kein Gewerbe und keinen
Beruf ausüben und weder der Leitung noch dem Aufsichtsrate eines auf Erwerb
gerichteten Unternehmens angehören.
Art 56
Der
Bundespräsident leistet bei seinem Amtsantritt vor den versammelten Mitgliedern
des Bundestages und des Bundesrates folgenden Eid:
"Ich
schwöre, daß ich meine Kraft dem Wohle des deutschen Volkes widmen, seinen
Nutzen mehren, Schaden von ihm wenden, das Grundgesetz und die Gesetze des
Bundes wahren und verteidigen, meine Pflichten gewissenhaft erfüllen und
Gerechtigkeit gegen jedermann üben werde. So wahr mir Gott helfe."
Der
Eid kann auch ohne religiöse Beteuerung geleistet werden.
Art 57
Die
Befugnisse des Bundespräsidenten werden im Falle seiner Verhinderung oder bei
vorzeitiger Erledigung des Amtes durch den Präsidenten des Bundesrates
wahrgenommen.
Art 58
Anordnungen
und Verfügungen des Bundespräsidenten bedürfen zu ihrer Gültigkeit der
Gegenzeichnung durch den Bundeskanzler oder durch den zuständigen
Bundesminister. Dies gilt nicht für die Ernennung und Entlassung des
Bundeskanzlers, die Auflösung des Bundestages gemäß Artikel 63 und das Ersuchen
gemäß Artikel 69 Abs. 3.
Art 59
(1)
Der Bundespräsident vertritt den Bund völkerrechtlich. Er schließt im Namen des
Bundes die Verträge mit auswärtigen Staaten. Er beglaubigt und empfängt die
Gesandten.
(2)
Verträge, welche die politischen Beziehungen des Bundes regeln oder sich auf
Gegenstände der Bundesgesetzgebung beziehen, bedürfen der Zustimmung oder der
Mitwirkung der jeweils für die Bundesgesetzgebung zuständigen Körperschaften in
der Form eines Bundesgesetzes. Für Verwaltungsabkommen gelten die Vorschriften
über die Bundesverwaltung entsprechend.
Art 59a
-
Art 60
(1)
Der Bundespräsident ernennt und entläßt die Bundesrichter, die Bundesbeamten,
die Offiziere und Unteroffiziere, soweit gesetzlich nichts anderes bestimmt
ist.
(2)
Er übt im Einzelfalle für den Bund das Begnadigungsrecht aus.
(3)
Er kann diese Befugnisse auf andere Behörden übertragen.
(4)
Die Absätze 2 bis 4 des Artikels 46 finden auf den Bundespräsidenten
entsprechende Anwendung.
Art 61
(1)
Der Bundestag oder der Bundesrat können den Bundespräsidenten wegen
vorsätzlicher Verletzung des Grundgesetzes oder eines anderen Bundesgesetzes
vor dem Bundesverfassungsgericht anklagen. Der Antrag auf Erhebung der Anklage
muß von mindestens einem Viertel der Mitglieder des Bundestages oder einem
Viertel der Stimmen des Bundesrates gestellt werden. Der Beschluß auf Erhebung
der Anklage bedarf der Mehrheit von zwei Dritteln der Mitglieder des
Bundestages oder von zwei Dritteln der Stimmen des Bundesrates. Die Anklage
wird von einem Beauftragten der anklagenden Körperschaft vertreten.
(2)
Stellt das Bundesverfassungsgericht fest, daß der Bundespräsident einer
vorsätzlichen Verletzung des Grundgesetzes oder eines anderen Bundesgesetzes
schuldig ist, so kann es ihn des Amtes für verlustig erklären. Durch
einstweilige Anordnung kann es nach der Erhebung der Anklage bestimmen, daß er
an der Ausübung seines Amtes verhindert ist.
Art 62
Die
Bundesregierung besteht aus dem Bundeskanzler und aus den Bundesministern.
Art 63
(1)
Der Bundeskanzler wird auf Vorschlag des Bundespräsidenten vom Bundestage ohne
Aussprache gewählt.
(2)
Gewählt ist, wer die Stimmen der Mehrheit der Mitglieder des Bundestages auf
sich vereinigt. Der Gewählte ist vom Bundespräsidenten zu ernennen.
(3)
Wird der Vorgeschlagene nicht gewählt, so kann der Bundestag binnen vierzehn
Tagen nach dem Wahlgange mit mehr als der Hälfte seiner Mitglieder einen
Bundeskanzler wählen.
(4)
Kommt eine Wahl innerhalb dieser Frist nicht zustande, so findet unverzüglich
ein neuer Wahlgang statt, in dem gewählt ist, wer die meisten Stimmen erhält.
Vereinigt der Gewählte die Stimmen der Mehrheit der Mitglieder des Bundestages
auf sich, so muß der Bundespräsident ihn binnen sieben Tagen nach der Wahl
ernennen. Erreicht der Gewählte diese Mehrheit nicht, so hat der
Bundespräsident binnen sieben Tagen entweder ihn zu ernennen oder den Bundestag
aufzulösen.
Art 64
(1)
Die Bundesminister werden auf Vorschlag des Bundeskanzlers vom
Bundespräsidenten ernannt und entlassen.
(2)
Der Bundeskanzler und die Bundesminister leisten bei der Amtsübernahme vor dem
Bundestage den in Artikel 56 vorgesehenen Eid.
Art 65
Der
Bundeskanzler bestimmt die Richtlinien der Politik und trägt dafür die
Verantwortung. Innerhalb dieser Richtlinien leitet jeder Bundesminister seinen
Geschäftsbereich selbständig und unter eigener Verantwortung. Über
Meinungsverschiedenheiten zwischen den Bundesministern entscheidet die
Bundesregierung. Der Bundeskanzler leitet ihre Geschäfte nach einer von der
Bundesregierung beschlossenen und vom Bundespräsidenten genehmigten
Geschäftsordnung.
Art 65a
(1)
Der Bundesminister für Verteidigung hat die Befehls- und Kommandogewalt über
die Streitkräfte.
(2)
(weggefallen)
Art 66
Der
Bundeskanzler und die Bundesminister dürfen kein anderes besoldetes Amt, kein
Gewerbe und keinen Beruf ausüben und weder der Leitung noch ohne Zustimmung des
Bundestages dem Aufsichtsrate eines auf Erwerb gerichteten Unternehmens
angehören.
Art 67
(1)
Der Bundestag kann dem Bundeskanzler das Mißtrauen nur dadurch aussprechen, daß
er mit der Mehrheit seiner Mitglieder einen Nachfolger wählt und den
Bundespräsidenten ersucht, den Bundeskanzler zu entlassen. Der Bundespräsident
muß dem Ersuchen entsprechen und den Gewählten ernennen.
(2)
Zwischen dem Antrage und der Wahl müssen achtundvierzig Stunden liegen.
Art 68
(1)
Findet ein Antrag des Bundeskanzlers, ihm das Vertrauen auszusprechen, nicht
die Zustimmung der Mehrheit der Mitglieder des Bundestages, so kann der
Bundespräsident auf Vorschlag des Bundeskanzlers binnen einundzwanzig Tagen den
Bundestag auflösen. Das Recht zur Auflösung erlischt, sobald der Bundestag mit
der Mehrheit seiner Mitglieder einen anderen Bundeskanzler wählt.
(2)
Zwischen dem Antrage und der Abstimmung müssen achtundvierzig Stunden liegen.
Art 69
(1)
Der Bundeskanzler ernennt einen Bundesminister zu seinem Stellvertreter.
(2)
Das Amt des Bundeskanzlers oder eines Bundesministers endigt in jedem Falle mit
dem Zusammentritt eines neuen Bundestages, das Amt eines Bundesministers auch
mit jeder anderen Erledigung des Amtes des Bundeskanzlers.
(3)
Auf Ersuchen des Bundespräsidenten ist der Bundeskanzler, auf Ersuchen des
Bundeskanzlers oder des Bundespräsidenten ein Bundesminister verpflichtet, die
Geschäfte bis zur Ernennung seines Nachfolgers weiterzuführen.
Art 70
(1)
Die Länder haben das Recht der Gesetzgebung, soweit dieses Grundgesetz nicht
dem Bunde Gesetzgebungsbefugnisse verleiht.
(2)
Die Abgrenzung der Zuständigkeit zwischen Bund und Ländern bemißt sich nach den
Vorschriften dieses Grundgesetzes über die ausschließliche und die
konkurrierende Gesetzgebung.
Art 71
Im
Bereiche der ausschließlichen Gesetzgebung des Bundes haben die Länder die
Befugnis zur Gesetzgebung nur, wenn und soweit sie hierzu in einem
Bundesgesetze ausdrücklich ermächtigt werden.
Art 72
(1)
Im Bereich der konkurrierenden Gesetzgebung haben die Länder die Befugnis zur
Gesetzgebung, solange und soweit der Bund von seiner Gesetzgebungszuständigkeit
nicht durch Gesetz Gebrauch gemacht hat.
(2)
Auf den Gebieten des Artikels 74 Abs. 1 Nr. 4, 7, 11, 13, 15, 19a, 20, 22, 25
und 26 hat der Bund das Gesetzgebungsrecht, wenn und soweit die Herstellung
gleichwertiger Lebensverhältnisse im Bundesgebiet oder die Wahrung der Rechts-
oder Wirtschaftseinheit im gesamtstaatlichen Interesse eine bundesgesetzliche
Regelung erforderlich macht.
(3)
Hat der Bund von seiner Gesetzgebungszuständigkeit Gebrauch gemacht, können die
Länder durch Gesetz hiervon abweichende Regelungen treffen über:
1.
das Jagdwesen
(ohne das Recht der Jagdscheine);
2.
den Naturschutz
und die Landschaftspflege (ohne die allgemeinen Grundsätze des Naturschutzes,
das Recht des Artenschutzes oder des Meeresnaturschutzes);
3.
die
Bodenverteilung;
4.
die
Raumordnung;
5.
den
Wasserhaushalt (ohne stoff- oder anlagenbezogene Regelungen);
6.
die
Hochschulzulassung und die Hochschulabschlüsse.
Bundesgesetze
auf diesen Gebieten treten frühestens sechs Monate nach ihrer Verkündung in
Kraft, soweit nicht mit Zustimmung des Bundesrates anderes bestimmt ist. Auf
den Gebieten des Satzes 1 geht im Verhältnis von Bundes- und Landesrecht das
jeweils spätere Gesetz vor.
(4)
Durch Bundesgesetz kann bestimmt werden, daß eine bundesgesetzliche Regelung,
für die eine Erforderlichkeit im Sinne des Absatzes 2 nicht mehr besteht, durch
Landesrecht ersetzt werden kann.
Art 73
(1)
Der Bund hat die ausschließliche Gesetzgebung über:
1.
die auswärtigen
Angelegenheiten sowie die Verteidigung einschließlich des Schutzes der
Zivilbevölkerung;
2.
die
Staatsangehörigkeit im Bunde;
3.
die
Freizügigkeit, das Paßwesen, das Melde- und Ausweiswesen, die Ein- und
Auswanderung und die Auslieferung;
4.
das Währungs-,
Geld- und Münzwesen, Maße und Gewichte sowie die Zeitbestimmung;
5.
die Einheit des
Zoll- und Handelsgebietes, die Handels- und Schiffahrtsverträge, die
Freizügigkeit des Warenverkehrs und den Waren- und Zahlungsverkehr mit dem
Auslande einschließlich des Zoll- und Grenzschutzes;
5a.
den Schutz
deutschen Kulturgutes gegen Abwanderung ins Ausland;
6.
den
Luftverkehr;
6a.
den Verkehr von
Eisenbahnen, die ganz oder mehrheitlich im Eigentum des Bundes stehen
(Eisenbahnen des Bundes), den Bau, die Unterhaltung und das Betreiben von
Schienenwegen der Eisenbahnen des Bundes sowie die Erhebung von Entgelten für
die Benutzung dieser Schienenwege;
7.
das Postwesen
und die Telekommunikation;
8.
die
Rechtsverhältnisse der im Dienste des Bundes und der bundesunmittelbaren
Körperschaften des öffentlichen Rechtes stehenden Personen;
9.
den
gewerblichen Rechtsschutz, das Urheberrecht und das Verlagsrecht;
9a.
die Abwehr von
Gefahren des internationalen Terrorismus durch das Bundeskriminalpolizeiamt in
Fällen, in denen eine länderübergreifende Gefahr vorliegt, die Zuständigkeit
einer Landespolizeibehörde nicht erkennbar ist oder die oberste Landesbehörde
um eine Übernahme ersucht;
10.
die
Zusammenarbeit des Bundes und der Länder
a)
in der
Kriminalpolizei,
b)
zum Schutze der
freiheitlichen demokratischen Grundordnung, des Bestandes und der Sicherheit
des Bundes oder eines Landes (Verfassungsschutz) und
c)
zum Schutze
gegen Bestrebungen im Bundesgebiet, die durch Anwendung von Gewalt oder darauf
gerichtete Vorbereitungshandlungen auswärtige Belange der Bundesrepublik
Deutschland gefährden,
sowie
die Einrichtung eines Bundeskriminalpolizeiamtes und die internationale
Verbrechensbekämpfung;
11.
die Statistik
für Bundeszwecke;
12.
das Waffen- und
das Sprengstoffrecht;
13.
die Versorgung
der Kriegsbeschädigten und Kriegshinterbliebenen und die Fürsorge für die
ehemaligen Kriegsgefangenen;
14.
die Erzeugung
und Nutzung der Kernenergie zu friedlichen Zwecken, die Errichtung und den
Betrieb von Anlagen, die diesen Zwecken dienen, den Schutz gegen Gefahren, die
bei Freiwerden von Kernenergie oder durch ionisierende Strahlen entstehen, und
die Beseitigung radioaktiver Stoffe.
(2)
Gesetze nach Absatz 1 Nr. 9a bedürfen der Zustimmung des Bundesrates.
Art 74
(1)
Die konkurrierende Gesetzgebung erstreckt sich auf folgende Gebiete:
1.
das bürgerliche
Recht, das Strafrecht, die Gerichtsverfassung, das gerichtliche Verfahren (ohne
das Recht des Untersuchungshaftvollzugs), die Rechtsanwaltschaft, das Notariat
und die Rechtsberatung;
2.
das
Personenstandswesen;
3.
das
Vereinsrecht;
4.
das
Aufenthalts- und Niederlassungsrecht der Ausländer;
5.
(weggefallen)
6.
die
Angelegenheiten der Flüchtlinge und Vertriebenen;
7.
die öffentliche
Fürsorge (ohne das Heimrecht);
8.
(weggefallen)
9.
die
Kriegsschäden und die Wiedergutmachung;
10.
die
Kriegsgräber und Gräber anderer Opfer des Krieges und Opfer von
Gewaltherrschaft;
11.
das Recht der
Wirtschaft (Bergbau, Industrie, Energiewirtschaft, Handwerk, Gewerbe, Handel,
Bank- und Börsenwesen, privatrechtliches Versicherungswesen) ohne das Recht des
Ladenschlusses, der Gaststätten, der Spielhallen, der Schaustellung von
Personen, der Messen, der Ausstellungen und der Märkte;
12.
das
Arbeitsrecht einschließlich der Betriebsverfassung, des Arbeitsschutzes und der
Arbeitsvermittlung sowie die Sozialversicherung einschließlich der
Arbeitslosenversicherung;
13.
die Regelung
der Ausbildungsbeihilfen und die Förderung der wissenschaftlichen Forschung;
14.
das Recht der
Enteignung, soweit sie auf den Sachgebieten der Artikel 73 und 74 in Betracht
kommt;
15.
die Überführung
von Grund und Boden, von Naturschätzen und Produktionsmitteln in Gemeineigentum
oder in andere Formen der Gemeinwirtschaft;
16.
die Verhütung
des Mißbrauchs wirtschaftlicher Machtstellung;
17.
die Förderung
der land- und forstwirtschaftlichen Erzeugung (ohne das Recht der
Flurbereinigung), die Sicherung der Ernährung, die Ein- und Ausfuhr land- und
forstwirtschaftlicher Erzeugnisse, die Hochsee- und Küstenfischerei und den
Küstenschutz;
18.
den
städtebaulichen Grundstücksverkehr, das Bodenrecht (ohne das Recht der
Erschließungsbeiträge) und das Wohngeldrecht, das Altschuldenhilferecht, das
Wohnungsbauprämienrecht, das Bergarbeiterwohnungsbaurecht und das
Bergmannssiedlungsrecht;
19.
Maßnahmen gegen
gemeingefährliche oder übertragbare Krankheiten bei Menschen und Tieren,
Zulassung zu ärztlichen und anderen Heilberufen und zum Heilgewerbe, sowie das
Recht des Apothekenwesens, der Arzneien, der Medizinprodukte, der Heilmittel,
der Betäubungsmittel und der Gifte;
19a.
die wirtschaftliche
Sicherung der Krankenhäuser und die Regelung der Krankenhauspflegesätze;
20.
das Recht der
Lebensmittel einschließlich der ihrer Gewinnung dienenden Tiere, das Recht der
Genussmittel, Bedarfsgegenstände und Futtermittel sowie den Schutz beim Verkehr
mit land- und forstwirtschaftlichem Saat- und Pflanzgut, den Schutz der
Pflanzen gegen Krankheiten und Schädlinge sowie den Tierschutz;
21.
die Hochsee-
und Küstenschiffahrt sowie die Seezeichen, die Binnenschiffahrt, den
Wetterdienst, die Seewasserstraßen und die dem allgemeinen Verkehr dienenden
Binnenwasserstraßen;
22.
den
Straßenverkehr, das Kraftfahrwesen, den Bau und die Unterhaltung von
Landstraßen für den Fernverkehr sowie die Erhebung und Verteilung von Gebühren
oder Entgelten für die Benutzung öffentlicher Straßen mit Fahrzeugen;
23.
die
Schienenbahnen, die nicht Eisenbahnen des Bundes sind, mit Ausnahme der
Bergbahnen;
24.
die
Abfallwirtschaft, die Luftreinhaltung und die Lärmbekämpfung (ohne Schutz vor
verhaltensbezogenem Lärm);
25.
die Staatshaftung;
26.
die medizinisch
unterstützte Erzeugung menschlichen Lebens, die Untersuchung und die künstliche
Veränderung von Erbinformationen sowie Regelungen zur Transplantation von
Organen, Geweben und Zellen;
27.
die
Statusrechte und -pflichten der Beamten der Länder, Gemeinden und anderen
Körperschaften des öffentlichen Rechts sowie der Richter in den Ländern mit
Ausnahme der Laufbahnen, Besoldung und Versorgung;
28.
das Jagdwesen;
29.
den Naturschutz
und die Landschaftspflege;
30.
die
Bodenverteilung;
31.
die
Raumordnung;
32.
den
Wasserhaushalt;
33.
die
Hochschulzulassung und die Hochschulabschlüsse.
(2)
Gesetze nach Absatz 1 Nr. 25 und 27 bedürfen der Zustimmung des Bundesrates.
Art 74a und 75 (weggefallen)
Art 76
(1)
Gesetzesvorlagen werden beim Bundestage durch die Bundesregierung, aus der
Mitte des Bundestages oder durch den Bundesrat eingebracht.
(2)
Vorlagen der Bundesregierung sind zunächst dem Bundesrat zuzuleiten. Der
Bundesrat ist berechtigt, innerhalb von sechs Wochen zu diesen Vorlagen
Stellung zu nehmen. Verlangt er aus wichtigem Grunde, insbesondere mit
Rücksicht auf den Umfang einer Vorlage, eine Fristverlängerung, so beträgt die
Frist neun Wochen. Die Bundesregierung kann eine Vorlage, die sie bei der
Zuleitung an den Bundesrat ausnahmsweise als besonders eilbedürftig bezeichnet
hat, nach drei Wochen oder, wenn der Bundesrat ein Verlangen nach Satz 3
geäußert hat, nach sechs Wochen dem Bundestag zuleiten, auch wenn die
Stellungnahme des Bundesrates noch nicht bei ihr eingegangen ist; sie hat die
Stellungnahme des Bundesrates unverzüglich nach Eingang dem Bundestag
nachzureichen. Bei Vorlagen zur Änderung dieses Grundgesetzes und zur
Übertragung von Hoheitsrechten nach Artikel 23 oder Artikel 24 beträgt die
Frist zur Stellungnahme neun Wochen; Satz 4 findet keine Anwendung.
(3)
Vorlagen des Bundesrates sind dem Bundestag durch die Bundesregierung innerhalb
von sechs Wochen zuzuleiten. Sie soll hierbei ihre Auffassung darlegen.
Verlangt sie aus wichtigem Grunde, insbesondere mit Rücksicht auf den Umfang
einer Vorlage, eine Fristverlängerung, so beträgt die Frist neun Wochen. Wenn
der Bundesrat eine Vorlage ausnahmsweise als besonders eilbedürftig bezeichnet
hat, beträgt die Frist drei Wochen oder, wenn die Bundesregierung ein Verlangen
nach Satz 3 geäußert hat, sechs Wochen. Bei Vorlagen zur Änderung dieses
Grundgesetzes und zur Übertragung von Hoheitsrechten nach Artikel 23 oder
Artikel 24 beträgt die Frist neun Wochen; Satz 4 findet keine Anwendung. Der
Bundestag hat über die Vorlagen in angemessener Frist zu beraten und Beschluß
zu fassen.
Art 77
(1)
Die Bundesgesetze werden vom Bundestage beschlossen. Sie sind nach ihrer
Annahme durch den Präsidenten des Bundestages unverzüglich dem Bundesrate
zuzuleiten.
(2)
Der Bundesrat kann binnen drei Wochen nach Eingang des Gesetzesbeschlusses
verlangen, daß ein aus Mitgliedern des Bundestages und des Bundesrates für die
gemeinsame Beratung von Vorlagen gebildeter Ausschuß einberufen wird. Die
Zusammensetzung und das Verfahren dieses Ausschusses regelt eine
Geschäftsordnung, die vom Bundestag beschlossen wird und der Zustimmung des
Bundesrates bedarf. Die in diesen Ausschuß entsandten Mitglieder des
Bundesrates sind nicht an Weisungen gebunden. Ist zu einem Gesetze die
Zustimmung des Bundesrates erforderlich, so können auch der Bundestag und die
Bundesregierung die Einberufung verlangen. Schlägt der Ausschuß eine Änderung
des Gesetzesbeschlusses vor, so hat der Bundestag erneut Beschluß zu fassen.
(2a)
Soweit zu einem Gesetz die Zustimmung des Bundesrates erforderlich ist, hat der
Bundesrat, wenn ein Verlangen nach Absatz 2 Satz 1 nicht gestellt oder das
Vermittlungsverfahren ohne einen Vorschlag zur Änderung des Gesetzesbeschlusses
beendet ist, in angemessener Frist über die Zustimmung Beschluß zu fassen.
(3)
Soweit zu einem Gesetze die Zustimmung des Bundesrates nicht erforderlich ist,
kann der Bundesrat, wenn das Verfahren nach Absatz 2 beendigt ist, gegen ein
vom Bundestage beschlossenes Gesetz binnen zwei Wochen Einspruch einlegen. Die
Einspruchsfrist beginnt im Falle des Absatzes 2 letzter Satz mit dem Eingange
des vom Bundestage erneut gefaßten Beschlusses, in allen anderen Fällen mit dem
Eingange der Mitteilung des Vorsitzenden des in Absatz 2 vorgesehenen Ausschusses,
daß das Verfahren vor dem Ausschusse abgeschlossen ist.
(4)
Wird der Einspruch mit der Mehrheit der Stimmen des Bundesrates beschlossen, so
kann er durch Beschluß der Mehrheit der Mitglieder des Bundestages
zurückgewiesen werden. Hat der Bundesrat den Einspruch mit einer Mehrheit von
mindestens zwei Dritteln seiner Stimmen beschlossen, so bedarf die
Zurückweisung durch den Bundestag einer Mehrheit von zwei Dritteln, mindestens
der Mehrheit der Mitglieder des Bundestages.
Art 78
Ein
vom Bundestage beschlossenes Gesetz kommt zustande, wenn der Bundesrat
zustimmt, den Antrag gemäß Artikel 77 Abs. 2 nicht stellt, innerhalb der Frist
des Artikels 77 Abs. 3 keinen Einspruch einlegt oder ihn zurücknimmt oder wenn
der Einspruch vom Bundestage überstimmt wird.
Art 79
(1)
Das Grundgesetz kann nur durch ein Gesetz geändert werden, das den Wortlaut des
Grundgesetzes ausdrücklich ändert oder ergänzt. Bei völkerrechtlichen
Verträgen, die eine Friedensregelung, die Vorbereitung einer Friedensregelung
oder den Abbau einer besatzungsrechtlichen Ordnung zum Gegenstand haben oder
der Verteidigung der Bundesrepublik zu dienen bestimmt sind, genügt zur
Klarstellung, daß die Bestimmungen des Grundgesetzes dem Abschluß und dem
Inkraftsetzen der Verträge nicht entgegenstehen, eine Ergänzung des Wortlautes
des Grundgesetzes, die sich auf diese Klarstellung beschränkt.
(2)
Ein solches Gesetz bedarf der Zustimmung von zwei Dritteln der Mitglieder des
Bundestages und zwei Dritteln der Stimmen des Bundesrates.
(3)
Eine Änderung dieses Grundgesetzes, durch welche die Gliederung des Bundes in
Länder, die grundsätzliche Mitwirkung der Länder bei der Gesetzgebung oder die
in den Artikeln 1 und 20 niedergelegten Grundsätze berührt werden, ist
unzulässig.
Art 80
(1)
Durch Gesetz können die Bundesregierung, ein Bundesminister oder die
Landesregierungen ermächtigt werden, Rechtsverordnungen zu erlassen. Dabei
müssen Inhalt, Zweck und Ausmaß der erteilten Ermächtigung im Gesetze bestimmt
werden. Die Rechtsgrundlage ist in der Verordnung anzugeben. Ist durch Gesetz
vorgesehen, daß eine Ermächtigung weiter übertragen werden kann, so bedarf es
zur Übertragung der Ermächtigung einer Rechtsverordnung.
(2)
Der Zustimmung des Bundesrates bedürfen, vorbehaltlich anderweitiger
bundesgesetzlicher Regelung, Rechtsverordnungen der Bundesregierung oder eines
Bundesministers über Grundsätze und Gebühren für die Benutzung der
Einrichtungen des Postwesens und der Telekommunikation, über die Grundsätze der
Erhebung des Entgelts für die Benutzung der Einrichtungen der Eisenbahnen des
Bundes, über den Bau und Betrieb der Eisenbahnen, sowie Rechtsverordnungen auf
Grund von Bundesgesetzen, die der Zustimmung des Bundesrates bedürfen oder die
von den Ländern im Auftrage des Bundes oder als eigene Angelegenheit ausgeführt
werden.
(3)
Der Bundesrat kann der Bundesregierung Vorlagen für den Erlaß von
Rechtsverordnungen zuleiten, die seiner Zustimmung bedürfen.
(4)
Soweit durch Bundesgesetz oder auf Grund von Bundesgesetzen Landesregierungen
ermächtigt werden, Rechtsverordnungen zu erlassen, sind die Länder zu einer
Regelung auch durch Gesetz befugt.
Art 80a
(1)
Ist in diesem Grundgesetz oder in einem Bundesgesetz über die Verteidigung
einschließlich des Schutzes der Zivilbevölkerung bestimmt, daß
Rechtsvorschriften nur nach Maßgabe dieses Artikels angewandt werden dürfen, so
ist die Anwendung außer im Verteidigungsfalle nur zulässig, wenn der Bundestag
den Eintritt des Spannungsfalles festgestellt oder wenn er der Anwendung
besonders zugestimmt hat. Die Feststellung des Spannungsfalles und die
besondere Zustimmung in den Fällen des Artikels 12a Abs. 5 Satz 1 und Abs. 6
Satz 2 bedürfen einer Mehrheit von zwei Dritteln der abgegebenen Stimmen.
(2)
Maßnahmen auf Grund von Rechtsvorschriften nach Absatz 1 sind aufzuheben, wenn
der Bundestag es verlangt.
(3)
Abweichend von Absatz 1 ist die Anwendung solcher Rechtsvorschriften auch auf
der Grundlage und nach Maßgabe eines Beschlusses zulässig, der von einem
internationalen Organ im Rahmen eines Bündnisvertrages mit Zustimmung der
Bundesregierung gefaßt wird. Maßnahmen nach diesem Absatz sind aufzuheben, wenn
der Bundestag es mit der Mehrheit seiner Mitglieder verlangt.
Art 81
(1)
Wird im Falle des Artikels 68 der Bundestag nicht aufgelöst, so kann der
Bundespräsident auf Antrag der Bundesregierung mit Zustimmung des Bundesrates
für eine Gesetzesvorlage den Gesetzgebungsnotstand erklären, wenn der Bundestag
sie ablehnt, obwohl die Bundesregierung sie als dringlich bezeichnet hat. Das
gleiche gilt, wenn eine Gesetzesvorlage abgelehnt worden ist, obwohl der
Bundeskanzler mit ihr den Antrag des Artikels 68 verbunden hatte.
(2)
Lehnt der Bundestag die Gesetzesvorlage nach Erklärung des
Gesetzgebungsnotstandes erneut ab oder nimmt er sie in einer für die Bundesregierung
als unannehmbar bezeichneten Fassung an, so gilt das Gesetz als zustande
gekommen, soweit der Bundesrat ihm zustimmt. Das gleiche gilt, wenn die Vorlage
vom Bundestage nicht innerhalb von vier Wochen nach der erneuten Einbringung
verabschiedet wird.
(3)
Während der Amtszeit eines Bundeskanzlers kann auch jede andere vom Bundestage
abgelehnte Gesetzesvorlage innerhalb einer Frist von sechs Monaten nach der
ersten Erklärung des Gesetzgebungsnotstandes gemäß Absatz 1 und 2 verabschiedet
werden. Nach Ablauf der Frist ist während der Amtszeit des gleichen
Bundeskanzlers eine weitere Erklärung des Gesetzgebungsnotstandes unzulässig.
(4)
Das Grundgesetz darf durch ein Gesetz, das nach Absatz 2 zustande kommt, weder
geändert, noch ganz oder teilweise außer Kraft oder außer Anwendung gesetzt
werden.
Art 82
(1)
Die nach den Vorschriften dieses Grundgesetzes zustande gekommenen Gesetze
werden vom Bundespräsidenten nach Gegenzeichnung ausgefertigt und im
Bundesgesetzblatte verkündet. Rechtsverordnungen werden von der Stelle, die sie
erläßt, ausgefertigt und vorbehaltlich anderweitiger gesetzlicher Regelung im
Bundesgesetzblatte verkündet.
(2)
Jedes Gesetz und jede Rechtsverordnung soll den Tag des Inkrafttretens
bestimmen. Fehlt eine solche Bestimmung, so treten sie mit dem vierzehnten Tage
nach Ablauf des Tages in Kraft, an dem das Bundesgesetzblatt ausgegeben worden
ist.
Art 83
Die
Länder führen die Bundesgesetze als eigene Angelegenheit aus, soweit dieses
Grundgesetz nichts anderes bestimmt oder zuläßt.
Art 84
(1)
Führen die Länder die Bundesgesetze als eigene Angelegenheit aus, so regeln sie
die Einrichtung der Behörden und das Verwaltungsverfahren. Wenn Bundesgesetze
etwas anderes bestimmen, können die Länder davon abweichende Regelungen
treffen. Hat ein Land eine abweichende Regelung nach Satz 2 getroffen, treten
in diesem Land hierauf bezogene spätere bundesgesetzliche Regelungen der Einrichtung
der Behörden und des Verwaltungsverfahrens frühestens sechs Monate nach ihrer
Verkündung in Kraft, soweit nicht mit Zustimmung des Bundesrates anderes
bestimmt ist. Artikel 72 Abs. 3 Satz 3 gilt entsprechend. In Ausnahmefällen
kann der Bund wegen eines besonderen Bedürfnisses nach bundeseinheitlicher
Regelung das Verwaltungsverfahren ohne Abweichungsmöglichkeit für die Länder
regeln. Diese Gesetze bedürfen der Zustimmung des Bundesrates. Durch
Bundesgesetz dürfen Gemeinden und Gemeindeverbänden Aufgaben nicht übertragen
werden.
(2)
Die Bundesregierung kann mit Zustimmung des Bundesrates allgemeine
Verwaltungsvorschriften erlassen.
(3)
Die Bundesregierung übt die Aufsicht darüber aus, daß die Länder die
Bundesgesetze dem geltenden Rechte gemäß ausführen. Die Bundesregierung kann zu
diesem Zwecke Beauftragte zu den obersten Landesbehörden entsenden, mit deren
Zustimmung und, falls diese Zustimmung versagt wird, mit Zustimmung des
Bundesrates auch zu den nachgeordneten Behörden.
(4)
Werden Mängel, die die Bundesregierung bei der Ausführung der Bundesgesetze in
den Ländern festgestellt hat, nicht beseitigt, so beschließt auf Antrag der
Bundesregierung oder des Landes der Bundesrat, ob das Land das Recht verletzt
hat. Gegen den Beschluß des Bundesrates kann das Bundesverfassungsgericht
angerufen werden.
(5)
Der Bundesregierung kann durch Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates
bedarf, zur Ausführung von Bundesgesetzen die Befugnis verliehen werden, für
besondere Fälle Einzelweisungen zu erteilen. Sie sind, außer wenn die
Bundesregierung den Fall für dringlich erachtet, an die obersten Landesbehörden
zu richten.
Art 85
(1)
Führen die Länder die Bundesgesetze im Auftrage des Bundes aus, so bleibt die
Einrichtung der Behörden Angelegenheit der Länder, soweit nicht Bundesgesetze
mit Zustimmung des Bundesrates etwas anderes bestimmen. Durch Bundesgesetz
dürfen Gemeinden und Gemeindeverbänden Aufgaben nicht übertragen werden.
(2)
Die Bundesregierung kann mit Zustimmung des Bundesrates allgemeine
Verwaltungsvorschriften erlassen. Sie kann die einheitliche Ausbildung der
Beamten und Angestellten regeln. Die Leiter der Mittelbehörden sind mit ihrem
Einvernehmen zu bestellen.
(3)
Die Landesbehörden unterstehen den Weisungen der zuständigen obersten
Bundesbehörden. Die Weisungen sind, außer wenn die Bundesregierung es für
dringlich erachtet, an die obersten Landesbehörden zu richten. Der Vollzug der
Weisung ist durch die obersten Landesbehörden sicherzustellen.
(4)
Die Bundesaufsicht erstreckt sich auf Gesetzmäßigkeit und Zweckmäßigkeit der
Ausführung. Die Bundesregierung kann zu diesem Zwecke Bericht und Vorlage der
Akten verlangen und Beauftragte zu allen Behörden entsenden.
Art 86
Führt
der Bund die Gesetze durch bundeseigene Verwaltung oder durch
bundesunmittelbare Körperschaften oder Anstalten des öffentlichen Rechtes aus,
so erläßt die Bundesregierung, soweit nicht das Gesetz Besonderes vorschreibt,
die allgemeinen Verwaltungsvorschriften. Sie regelt, soweit das Gesetz nichts
anderes bestimmt, die Einrichtung der Behörden.
Art 87
(1)
In bundeseigener Verwaltung mit eigenem Verwaltungsunterbau werden geführt der
Auswärtige Dienst, die Bundesfinanzverwaltung und nach Maßgabe des Artikels 89
die Verwaltung der Bundeswasserstraßen und der Schiffahrt. Durch Bundesgesetz
können Bundesgrenzschutzbehörden, Zentralstellen für das polizeiliche
Auskunfts- und Nachrichtenwesen, für die Kriminalpolizei und zur Sammlung von
Unterlagen für Zwecke des Verfassungsschutzes und des Schutzes gegen
Bestrebungen im Bundesgebiet, die durch Anwendung von Gewalt oder darauf
gerichtete Vorbereitungshandlungen auswärtige Belange der Bundesrepublik
Deutschland gefährden, eingerichtet werden.
(2)
Als bundesunmittelbare Körperschaften des öffentlichen Rechtes werden
diejenigen sozialen Versicherungsträger geführt, deren Zuständigkeitsbereich
sich über das Gebiet eines Landes hinaus erstreckt. Soziale
Versicherungsträger, deren Zuständigkeitsbereich sich über das Gebiet eines
Landes, aber nicht über mehr als drei Länder hinaus erstreckt, werden
abweichend von Satz 1 als landesunmittelbare Körperschaften des öffentlichen
Rechtes geführt, wenn das aufsichtsführende Land durch die beteiligten Länder
bestimmt ist.
(3)
Außerdem können für Angelegenheiten, für die dem Bunde die Gesetzgebung
zusteht, selbständige Bundesoberbehörden und neue bundesunmittelbare Körperschaften
und Anstalten des öffentlichen Rechtes durch Bundesgesetz errichtet werden.
Erwachsen dem Bunde auf Gebieten, für die ihm die Gesetzgebung zusteht, neue
Aufgaben, so können bei dringendem Bedarf bundeseigene Mittel- und
Unterbehörden mit Zustimmung des Bundesrates und der Mehrheit der Mitglieder
des Bundestages errichtet werden.
Art 87a
(1)
Der Bund stellt Streitkräfte zur Verteidigung auf. Ihre zahlenmäßige Stärke und
die Grundzüge ihrer Organisation müssen sich aus dem Haushaltsplan ergeben.
(2)
Außer zur Verteidigung dürfen die Streitkräfte nur eingesetzt werden, soweit
dieses Grundgesetz es ausdrücklich zuläßt.
(3)
Die Streitkräfte haben im Verteidigungsfalle und im Spannungsfalle die
Befugnis, zivile Objekte zu schützen und Aufgaben der Verkehrsregelung
wahrzunehmen, soweit dies zur Erfüllung ihres Verteidigungsauftrages
erforderlich ist. Außerdem kann den Streitkräften im Verteidigungsfalle und im
Spannungsfalle der Schutz ziviler Objekte auch zur Unterstützung polizeilicher
Maßnahmen übertragen werden; die Streitkräfte wirken dabei mit den zuständigen
Behörden zusammen.
(4)
Zur Abwehr einer drohenden Gefahr für den Bestand oder die freiheitliche demokratische
Grundordnung des Bundes oder eines Landes kann die Bundesregierung, wenn die
Voraussetzungen des Artikels 91 Abs. 2 vorliegen und die Polizeikräfte sowie
der Bundesgrenzschutz nicht ausreichen, Streitkräfte zur Unterstützung der
Polizei und des Bundesgrenzschutzes beim Schutze von zivilen Objekten und bei
der Bekämpfung organisierter und militärisch bewaffneter Aufständischer
einsetzen. Der Einsatz von Streitkräften ist einzustellen, wenn der Bundestag
oder der Bundesrat es verlangen.
Art 87b
(1)
Die Bundeswehrverwaltung wird in bundeseigener Verwaltung mit eigenem
Verwaltungsunterbau geführt. Sie dient den Aufgaben des Personalwesens und der
unmittelbaren Deckung des Sachbedarfs der Streitkräfte. Aufgaben der
Beschädigtenversorgung und des Bauwesens können der Bundeswehrverwaltung nur
durch Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf, übertragen
werden. Der Zustimmung des Bundesrates bedürfen ferner Gesetze, soweit sie die
Bundeswehrverwaltung zu Eingriffen in Rechte Dritter ermächtigen; das gilt
nicht für Gesetze auf dem Gebiete des Personalwesens.
(2)
Im übrigen können Bundesgesetze, die der Verteidigung einschließlich des
Wehrersatzwesens und des Schutzes der Zivilbevölkerung dienen, mit Zustimmung
des Bundesrates bestimmen, daß sie ganz oder teilweise in bundeseigener
Verwaltung mit eigenem Verwaltungsunterbau oder von den Ländern im Auftrage des
Bundes ausgeführt werden. Werden solche Gesetze von den Ländern im Auftrage des
Bundes ausgeführt, so können sie mit Zustimmung des Bundesrates bestimmen, daß
die der Bundesregierung und den zuständigen obersten Bundesbehörden auf Grund
des Artikels 85 zustehenden Befugnisse ganz oder teilweise Bundesoberbehörden
übertragen werden; dabei kann bestimmt werden, daß diese Behörden beim Erlaß
allgemeiner Verwaltungsvorschriften gemäß Artikel 85 Abs. 2 Satz 1 nicht der
Zustimmung des Bundesrates bedürfen.
Art 87c
Gesetze,
die auf Grund des Artikels 73 Abs. 1 Nr. 14 ergehen, können mit Zustimmung des
Bundesrates bestimmen, daß sie von den Ländern im Auftrage des Bundes
ausgeführt werden.
Art 87d
(1)
Die Luftverkehrsverwaltung wird in Bundesverwaltung geführt. Aufgaben der
Flugsicherung können auch durch ausländische Flugsicherungsorganisationen
wahrgenommen werden, die nach Recht der Europäischen Gemeinschaft zugelassen
sind. Das Nähere regelt ein Bundesgesetz.
(2)
Durch Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf, können Aufgaben
der Luftverkehrsverwaltung den Ländern als Auftragsverwaltung übertragen
werden.
Art 87e
(1)
Die Eisenbahnverkehrsverwaltung für Eisenbahnen des Bundes wird in
bundeseigener Verwaltung geführt. Durch Bundesgesetz können Aufgaben der
Eisenbahnverkehrsverwaltung den Ländern als eigene Angelegenheit übertragen
werden.
(2)
Der Bund nimmt die über den Bereich der Eisenbahnen des Bundes hinausgehenden
Aufgaben der Eisenbahnverkehrsverwaltung wahr, die ihm durch Bundesgesetz
übertragen werden.
(3)
Eisenbahnen des Bundes werden als Wirtschaftsunternehmen in privat-rechtlicher
Form geführt. Diese stehen im Eigentum des Bundes, soweit die Tätigkeit des
Wirtschaftsunternehmens den Bau, die Unterhaltung und das Betreiben von
Schienenwegen umfaßt. Die Veräußerung von Anteilen des Bundes an den
Unternehmen nach Satz 2 erfolgt auf Grund eines Gesetzes; die Mehrheit der
Anteile an diesen Unternehmen verbleibt beim Bund. Das Nähere wird durch
Bundesgesetz geregelt.
(4)
Der Bund gewährleistet, daß dem Wohl der Allgemeinheit, insbesondere den
Verkehrsbedürfnissen, beim Ausbau und Erhalt des Schienennetzes der Eisenbahnen
des Bundes sowie bei deren Verkehrsangeboten auf diesem Schienennetz, soweit
diese nicht den Schienenpersonennahverkehr betreffen, Rechnung getragen wird.
Das Nähere wird durch Bundesgesetz geregelt.
(5)
Gesetze auf Grund der Absätze 1 bis 4 bedürfen der Zustimmung des Bundesrates.
Der Zustimmung des Bundesrates bedürfen ferner Gesetze, die die Auflösung, die
Verschmelzung und die Aufspaltung von Eisenbahnunternehmen des Bundes, die
Übertragung von Schienenwegen der Eisenbahnen des Bundes an Dritte sowie die
Stillegung von Schienenwegen der Eisenbahnen des Bundes regeln oder
Auswirkungen auf den Schienenpersonennahverkehr haben.
Art 87f
(1)
Nach Maßgabe eines Bundesgesetzes, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf,
gewährleistet der Bund im Bereich des Postwesens und der Telekommunikation
flächendeckend angemessene und ausreichende Dienstleistungen.
(2)
Dienstleistungen im Sinne des Absatzes 1 werden als privatwirtschaftliche
Tätigkeiten durch die aus dem Sondervermögen Deutsche Bundespost
hervorgegangenen Unternehmen und durch andere private Anbieter erbracht.
Hoheitsaufgaben im Bereich des Postwesens und der Telekommunikation werden in
bundeseigener Verwaltung ausgeführt.
(3)
Unbeschadet des Absatzes 2 Satz 2 führt der Bund in der Rechtsform einer
bundesunmittelbaren Anstalt des öffentlichen Rechts einzelne Aufgaben in bezug
auf die aus dem Sondervermögen Deutsche Bundespost hervorgegangenen Unternehmen
nach Maßgabe eines Bundesgesetzes aus.
Art 88
Der
Bund errichtet eine Währungs- und Notenbank als Bundesbank. Ihre Aufgaben und
Befugnisse können im Rahmen der Europäischen Union der Europäischen Zentralbank
übertragen werden, die unabhängig ist und dem vorrangigen Ziel der Sicherung
der Preisstabilität verpflichtet.
Art 89
(1)
Der Bund ist Eigentümer der bisherigen Reichswasserstraßen.
(2)
Der Bund verwaltet die Bundeswasserstraßen durch eigene Behörden. Er nimmt die
über den Bereich eines Landes hinausgehenden staatlichen Aufgaben der
Binnenschiffahrt und die Aufgaben der Seeschiffahrt wahr, die ihm durch Gesetz
übertragen werden. Er kann die Verwaltung von Bundeswasserstraßen, soweit sie
im Gebiete eines Landes liegen, diesem Lande auf Antrag als Auftragsverwaltung
übertragen. Berührt eine Wasserstraße das Gebiet mehrerer Länder, so kann der
Bund das Land beauftragen, für das die beteiligten Länder es beantragen.
(3)
Bei der Verwaltung, dem Ausbau und dem Neubau von Wasserstraßen sind die
Bedürfnisse der Landeskultur und der Wasserwirtschaft im Einvernehmen mit den
Ländern zu wahren.
Art 90
(1)
Der Bund ist Eigentümer der bisherigen Reichsautobahnen und Reichsstraßen.
(2)
Die Länder oder die nach Landesrecht zuständigen
Selbstverwaltungskörperschaften verwalten die Bundesautobahnen und sonstigen
Bundesstraßen des Fernverkehrs im Auftrage des Bundes.
(3)
Auf Antrag eines Landes kann der Bund Bundesautobahnen und sonstige
Bundesstraßen des Fernverkehrs, soweit sie im Gebiet dieses Landes liegen, in
bundeseigene Verwaltung übernehmen.
Art 91
(1)
Zur Abwehr einer drohenden Gefahr für den Bestand oder die freiheitliche
demokratische Grundordnung des Bundes oder eines Landes kann ein Land
Polizeikräfte anderer Länder sowie Kräfte und Einrichtungen anderer
Verwaltungen und des Bundesgrenzschutzes anfordern.
(2)
Ist das Land, in dem die Gefahr droht, nicht selbst zur Bekämpfung der Gefahr
bereit oder in der Lage, so kann die Bundesregierung die Polizei in diesem
Lande und die Polizeikräfte anderer Länder ihren Weisungen unterstellen sowie
Einheiten des Bundesgrenzschutzes einsetzen. Die Anordnung ist nach Beseitigung
der Gefahr, im übrigen jederzeit auf Verlangen des Bundesrates aufzuheben.
Erstreckt sich die Gefahr auf das Gebiet mehr als eines Landes, so kann die
Bundesregierung, soweit es zur wirksamen Bekämpfung erforderlich ist, den
Landesregierungen Weisungen erteilen; Satz 1 und Satz 2 bleiben unberührt.
Art 91a
(1)
Der Bund wirkt auf folgenden Gebieten bei der Erfüllung von Aufgaben der Länder
mit, wenn diese Aufgaben für die Gesamtheit bedeutsam sind und die Mitwirkung
des Bundes zur Verbesserung der Lebensverhältnisse erforderlich ist
(Gemeinschaftsaufgaben):
1.
Verbesserung
der regionalen Wirtschaftsstruktur,
2.
Verbesserung
der Agrarstruktur und des Küstenschutzes.
(2)
Durch Bundesgesetz mit Zustimmung des Bundesrates werden die
Gemeinschaftsaufgaben sowie Einzelheiten der Koordinierung näher bestimmt.
(3)
Der Bund trägt in den Fällen des Absatzes 1 Nr. 1 die Hälfte der Ausgaben in
jedem Land. In den Fällen des Absatzes 1 Nr. 2 trägt der Bund mindestens die
Hälfte; die Beteiligung ist für alle Länder einheitlich festzusetzen. Das
Nähere regelt das Gesetz. Die Bereitstellung der Mittel bleibt der Feststellung
in den Haushaltsplänen des Bundes und der Länder vorbehalten.
Art 91b
(1)
Bund und Länder können auf Grund von Vereinbarungen in Fällen überregionaler
Bedeutung zusammenwirken bei der Förderung von:
1.
Einrichtungen
und Vorhaben der wissenschaftlichen Forschung außerhalb von Hochschulen;
2.
Vorhaben der
Wissenschaft und Forschung an Hochschulen;
3.
Forschungsbauten
an Hochschulen einschließlich Großgeräten.
Vereinbarungen
nach Satz 1 Nr. 2 bedürfen der Zustimmung aller Länder.
(2)
Bund und Länder können auf Grund von Vereinbarungen zur Feststellung der
Leistungsfähigkeit des Bildungswesens im internationalen Vergleich und bei
diesbezüglichen Berichten und Empfehlungen zusammenwirken.
(3)
Die Kostentragung wird in der Vereinbarung geregelt.
Art 91c
(1)
Bund und Länder können bei der Planung, der Errichtung und dem Betrieb der für
ihre Aufgabenerfüllung benötigten informationstechnischen Systeme
zusammenwirken.
(2)
Bund und Länder können auf Grund von Vereinbarungen die für die Kommunikation
zwischen ihren informationstechnischen Systemen notwendigen Standards und
Sicherheitsanforderungen festlegen. Vereinbarungen über die Grundlagen der
Zusammenarbeit nach Satz 1 können für einzelne nach Inhalt und Ausmaß bestimmte
Aufgaben vorsehen, dass nähere Regelungen bei Zustimmung einer in der
Vereinbarung zu bestimmenden qualifizierten Mehrheit für Bund und Länder in
Kraft treten. Sie bedürfen der Zustimmung des Bundestages und der
Volksvertretungen der beteiligten Länder; das Recht zur Kündigung dieser
Vereinbarungen kann nicht ausgeschlossen werden. Die Vereinbarungen regeln auch
die Kostentragung.
(3)
Die Länder können darüber hinaus den gemeinschaftlichen Betrieb informationstechnischer
Systeme sowie die Errichtung von dazu bestimmten Einrichtungen vereinbaren.
(4)
Der Bund errichtet zur Verbindung der informationstechnischen Netze des Bundes
und der Länder ein Verbindungsnetz. Das Nähere zur Errichtung und zum Betrieb des
Verbindungsnetzes regelt ein Bundesgesetz mit Zustimmung des Bundesrates.
Art 91d
Bund
und Länder können zur Feststellung und Förderung der Leistungsfähigkeit ihrer
Verwaltungen Vergleichsstudien durchführen und die Ergebnisse veröffentlichen.
Art 91e
(1)
Bei der Ausführung von Bundesgesetzen auf dem Gebiet der Grundsicherung für
Arbeitsuchende wirken Bund und Länder oder die nach Landesrecht zuständigen
Gemeinden und Gemeindeverbände in der Regel in gemeinsamen Einrichtungen
zusammen.
(2)
Der Bund kann zulassen, dass eine begrenzte Anzahl von Gemeinden und Gemeindeverbänden
auf ihren Antrag und mit Zustimmung der obersten Landesbehörde die Aufgaben
nach Absatz 1 allein wahrnimmt. Die notwendigen Ausgaben einschließlich der
Verwaltungsausgaben trägt der Bund, soweit die Aufgaben bei einer Ausführung
von Gesetzen nach Absatz 1 vom Bund wahrzunehmen sind.
(3)
Das Nähere regelt ein Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf.
Art 92
Die
rechtsprechende Gewalt ist den Richtern anvertraut; sie wird durch das
Bundesverfassungsgericht, durch die in diesem Grundgesetze vorgesehenen
Bundesgerichte und durch die Gerichte der Länder ausgeübt.
Art 93
(1)
Das Bundesverfassungsgericht entscheidet:
1.
über die
Auslegung dieses Grundgesetzes aus Anlaß von Streitigkeiten über den Umfang der
Rechte und Pflichten eines obersten Bundesorgans oder anderer Beteiligter, die
durch dieses Grundgesetz oder in der Geschäftsordnung eines obersten
Bundesorgans mit eigenen Rechten ausgestattet sind;
2.
bei
Meinungsverschiedenheiten oder Zweifeln über die förmliche und sachliche
Vereinbarkeit von Bundesrecht oder Landesrecht mit diesem Grundgesetze oder die
Vereinbarkeit von Landesrecht mit sonstigem Bundesrechte auf Antrag der
Bundesregierung, einer Landesregierung oder eines Viertels der Mitglieder des
Bundestages;
2a.
bei
Meinungsverschiedenheiten, ob ein Gesetz den Voraussetzungen des Artikels 72
Abs. 2 entspricht, auf Antrag des Bundesrates, einer Landesregierung oder der
Volksvertretung eines Landes;
3.
bei
Meinungsverschiedenheiten über Rechte und Pflichten des Bundes und der Länder,
insbesondere bei der Ausführung von Bundesrecht durch die Länder und bei der
Ausübung der Bundesaufsicht;
4.
in anderen
öffentlich-rechtlichen Streitigkeiten zwischen dem Bunde und den Ländern,
zwischen verschiedenen Ländern oder innerhalb eines Landes, soweit nicht ein
anderer Rechtsweg gegeben ist;
4a.
über
Verfassungsbeschwerden, die von jedermann mit der Behauptung erhoben werden
können, durch die öffentliche Gewalt in einem seiner Grundrechte oder in einem
seiner in Artikel 20 Abs. 4, 33, 38, 101, 103 und 104 enthaltenen Rechte
verletzt zu sein;
4b.
über
Verfassungsbeschwerden von Gemeinden und Gemeindeverbänden wegen Verletzung des
Rechts auf Selbstverwaltung nach Artikel 28 durch ein Gesetz, bei
Landesgesetzen jedoch nur, soweit nicht Beschwerde beim
Landesverfassungsgericht erhoben werden kann;
4c.
über
Beschwerden von Vereinigungen gegen ihre Nichtanerkennung als Partei für die
Wahl zum Bundestag;
5.
in den übrigen
in diesem Grundgesetze vorgesehenen Fällen.
(2)
Das Bundesverfassungsgericht entscheidet außerdem auf Antrag des Bundesrates,
einer Landesregierung oder der Volksvertretung eines Landes, ob im Falle des
Artikels 72 Abs. 4 die Erforderlichkeit für eine bundesgesetzliche Regelung
nach Artikel 72 Abs. 2 nicht mehr besteht oder Bundesrecht in den Fällen des
Artikels 125a Abs. 2 Satz 1 nicht mehr erlassen werden könnte. Die
Feststellung, dass die Erforderlichkeit entfallen ist oder Bundesrecht nicht
mehr erlassen werden könnte, ersetzt ein Bundesgesetz nach Artikel 72 Abs. 4
oder nach Artikel 125a Abs. 2 Satz 2. Der Antrag nach Satz 1 ist nur zulässig,
wenn eine Gesetzesvorlage nach Artikel 72 Abs. 4 oder nach Artikel 125a Abs. 2
Satz 2 im Bundestag abgelehnt oder über sie nicht innerhalb eines Jahres
beraten und Beschluss gefasst oder wenn eine entsprechende Gesetzesvorlage im
Bundesrat abgelehnt worden ist.
(3)
Das Bundesverfassungsgericht wird ferner in den ihm sonst durch Bundesgesetz
zugewiesenen Fällen tätig.
Art 94
(1)
Das Bundesverfassungsgericht besteht aus Bundesrichtern und anderen
Mitgliedern. Die Mitglieder des Bundesverfassungsgerichtes werden je zur Hälfte
vom Bundestage und vom Bundesrate gewählt. Sie dürfen weder dem Bundestage, dem
Bundesrate, der Bundesregierung noch entsprechenden Organen eines Landes
angehören.
(2)
Ein Bundesgesetz regelt seine Verfassung und das Verfahren und bestimmt, in
welchen Fällen seine Entscheidungen Gesetzeskraft haben. Es kann für
Verfassungsbeschwerden die vorherige Erschöpfung des Rechtsweges zur
Voraussetzung machen und ein besonderes Annahmeverfahren vorsehen.
Art 95
(1)
Für die Gebiete der ordentlichen, der Verwaltungs-, der Finanz-, der Arbeits-
und der Sozialgerichtsbarkeit errichtet der Bund als oberste Gerichtshöfe den
Bundesgerichtshof, das Bundesverwaltungsgericht, den Bundesfinanzhof, das
Bundesarbeitsgericht und das Bundessozialgericht.
(2)
Über die Berufung der Richter dieser Gerichte entscheidet der für das jeweilige
Sachgebiet zuständige Bundesminister gemeinsam mit einem Richterwahlausschuß,
der aus den für das jeweilige Sachgebiet zuständigen Ministern der Länder und
einer gleichen Anzahl von Mitgliedern besteht, die vom Bundestage gewählt
werden.
(3)
Zur Wahrung der Einheitlichkeit der Rechtsprechung ist ein Gemeinsamer Senat
der in Absatz 1 genannten Gerichte zu bilden. Das Nähere regelt ein
Bundesgesetz.
Art 96
(1)
Der Bund kann für Angelegenheiten des gewerblichen Rechtsschutzes ein
Bundesgericht errichten.
(2)
Der Bund kann Wehrstrafgerichte für die Streitkräfte als Bundesgerichte
errichten. Sie können die Strafgerichtsbarkeit nur im Verteidigungsfalle sowie
über Angehörige der Streitkräfte ausüben, die in das Ausland entsandt oder an
Bord von Kriegsschiffen eingeschifft sind. Das Nähere regelt ein Bundesgesetz.
Diese Gerichte gehören zum Geschäftsbereich des Bundesjustizministers. Ihre
hauptamtlichen Richter müssen die Befähigung zum Richteramt haben.
(3)
Oberster Gerichtshof für die in Absatz 1 und 2 genannten Gerichte ist der
Bundesgerichtshof.
(4)
Der Bund kann für Personen, die zu ihm in einem öffentlich-rechtlichen
Dienstverhältnis stehen, Bundesgerichte zur Entscheidung in
Disziplinarverfahren und Beschwerdeverfahren errichten.
(5)
Für Strafverfahren auf den folgenden Gebieten kann ein Bundesgesetz mit Zustimmung
des Bundesrates vorsehen, dass Gerichte der Länder Gerichtsbarkeit des Bundes
ausüben:
1.
Völkermord;
2.
völkerstrafrechtliche
Verbrechen gegen die Menschlichkeit;
3.
Kriegsverbrechen;
4.
andere
Handlungen, die geeignet sind und in der Absicht vorgenommen werden, das
friedliche Zusammenleben der Völker zu stören (Artikel 26 Abs. 1);
5.
Staatsschutz.
Art 97
(1)
Die Richter sind unabhängig und nur dem Gesetze unterworfen.
(2)
Die hauptamtlich und planmäßig endgültig angestellten Richter können wider
ihren Willen nur kraft richterlicher Entscheidung und nur aus Gründen und unter
den Formen, welche die Gesetze bestimmen, vor Ablauf ihrer Amtszeit entlassen
oder dauernd oder zeitweise ihres Amtes enthoben oder an eine andere Stelle
oder in den Ruhestand versetzt werden. Die Gesetzgebung kann Altersgrenzen
festsetzen, bei deren Erreichung auf Lebenszeit angestellte Richter in den
Ruhestand treten. Bei Veränderung der Einrichtung der Gerichte oder ihrer
Bezirke können Richter an ein anderes Gericht versetzt oder aus dem Amte
entfernt werden, jedoch nur unter Belassung des vollen Gehaltes.
Art 98
(1)
Die Rechtsstellung der Bundesrichter ist durch besonderes Bundesgesetz zu
regeln.
(2)
Wenn ein Bundesrichter im Amte oder außerhalb des Amtes gegen die Grundsätze
des Grundgesetzes oder gegen die verfassungsmäßige Ordnung eines Landes
verstößt, so kann das Bundesverfassungsgericht mit Zweidrittelmehrheit auf
Antrag des Bundestages anordnen, daß der Richter in ein anderes Amt oder in den
Ruhestand zu versetzen ist. Im Falle eines vorsätzlichen Verstoßes kann auf
Entlassung erkannt werden.
(3)
Die Rechtsstellung der Richter in den Ländern ist durch besondere Landesgesetze
zu regeln, soweit Artikel 74 Abs. 1 Nr. 27 nichts anderes bestimmt.
(4)
Die Länder können bestimmen, daß über die Anstellung der Richter in den Ländern
der Landesjustizminister gemeinsam mit einem Richterwahlausschuß entscheidet.
(5)
Die Länder können für Landesrichter eine Absatz 2 entsprechende Regelung
treffen. Geltendes Landesverfassungsrecht bleibt unberührt. Die Entscheidung
über eine Richteranklage steht dem Bundesverfassungsgericht zu.
Art 99
Dem
Bundesverfassungsgerichte kann durch Landesgesetz die Entscheidung von
Verfassungsstreitigkeiten innerhalb eines Landes, den in Artikel 95 Abs. 1
genannten obersten Gerichtshöfen für den letzten Rechtszug die Entscheidung in
solchen Sachen zugewiesen werden, bei denen es sich um die Anwendung von
Landesrecht handelt.
Art 100
(1)
Hält ein Gericht ein Gesetz, auf dessen Gültigkeit es bei der Entscheidung
ankommt, für verfassungswidrig, so ist das Verfahren auszusetzen und, wenn es
sich um die Verletzung der Verfassung eines Landes handelt, die Entscheidung
des für Verfassungsstreitigkeiten zuständigen Gerichtes des Landes, wenn es sich
um die Verletzung dieses Grundgesetzes handelt, die Entscheidung des
Bundesverfassungsgerichtes einzuholen. Dies gilt auch, wenn es sich um die
Verletzung dieses Grundgesetzes durch Landesrecht oder um die Unvereinbarkeit
eines Landesgesetzes mit einem Bundesgesetze handelt.
(2)
Ist in einem Rechtsstreite zweifelhaft, ob eine Regel des Völkerrechtes
Bestandteil des Bundesrechtes ist und ob sie unmittelbar Rechte und Pflichten
für den Einzelnen erzeugt (Artikel 25), so hat das Gericht die Entscheidung des
Bundesverfassungsgerichtes einzuholen.
(3)
Will das Verfassungsgericht eines Landes bei der Auslegung des Grundgesetzes
von einer Entscheidung des Bundesverfassungsgerichtes oder des
Verfassungsgerichtes eines anderen Landes abweichen, so hat das Verfassungsgericht
die Entscheidung des Bundesverfassungsgerichtes einzuholen.
Fußnote
Art.
100 Abs. 2: vgl. BVerfGE v. 6.12.2006 I 33 - 2 BvM 9/03
Art 101
(1)
Ausnahmegerichte sind unzulässig. Niemand darf seinem gesetzlichen Richter
entzogen werden.
(2)
Gerichte für besondere Sachgebiete können nur durch Gesetz errichtet werden.
Art 102
Die
Todesstrafe ist abgeschafft.
Art 103
(1)
Vor Gericht hat jedermann Anspruch auf rechtliches Gehör.
(2)
Eine Tat kann nur bestraft werden, wenn die Strafbarkeit gesetzlich bestimmt
war, bevor die Tat begangen wurde.
(3)
Niemand darf wegen derselben Tat auf Grund der allgemeinen Strafgesetze
mehrmals bestraft werden.
Art 104
(1)
Die Freiheit der Person kann nur auf Grund eines förmlichen Gesetzes und nur
unter Beachtung der darin vorgeschriebenen Formen beschränkt werden.
Festgehaltene Personen dürfen weder seelisch noch körperlich mißhandelt werden.
(2)
Über die Zulässigkeit und Fortdauer einer Freiheitsentziehung hat nur der
Richter zu entscheiden. Bei jeder nicht auf richterlicher Anordnung beruhenden
Freiheitsentziehung ist unverzüglich eine richterliche Entscheidung herbeizuführen.
Die Polizei darf aus eigener Machtvollkommenheit niemanden länger als bis zum
Ende des Tages nach dem Ergreifen in eigenem Gewahrsam halten. Das Nähere ist
gesetzlich zu regeln.
(3)
Jeder wegen des Verdachtes einer strafbaren Handlung vorläufig Festgenommene
ist spätestens am Tage nach der Festnahme dem Richter vorzuführen, der ihm die
Gründe der Festnahme mitzuteilen, ihn zu vernehmen und ihm Gelegenheit zu
Einwendungen zu geben hat. Der Richter hat unverzüglich entweder einen mit
Gründen versehenen schriftlichen Haftbefehl zu erlassen oder die Freilassung
anzuordnen.
(4)
Von jeder richterlichen Entscheidung über die Anordnung oder Fortdauer einer
Freiheitsentziehung ist unverzüglich ein Angehöriger des Festgehaltenen oder
eine Person seines Vertrauens zu benachrichtigen.
Art 104a
(1)
Der Bund und die Länder tragen gesondert die Ausgaben, die sich aus der
Wahrnehmung ihrer Aufgaben ergeben, soweit dieses Grundgesetz nichts anderes
bestimmt.
(2)
Handeln die Länder im Auftrage des Bundes, trägt der Bund die sich daraus
ergebenden Ausgaben.
(3)
Bundesgesetze, die Geldleistungen gewähren und von den Ländern ausgeführt
werden, können bestimmen, daß die Geldleistungen ganz oder zum Teil vom Bund
getragen werden. Bestimmt das Gesetz, daß der Bund die Hälfte der Ausgaben oder
mehr trägt, wird es im Auftrage des Bundes durchgeführt.
(4)
Bundesgesetze, die Pflichten der Länder zur Erbringung von Geldleistungen,
geldwerten Sachleistungen oder vergleichbaren Dienstleistungen gegenüber
Dritten begründen und von den Ländern als eigene Angelegenheit oder nach Absatz
3 Satz 2 im Auftrag des Bundes ausgeführt werden, bedürfen der Zustimmung des
Bundesrates, wenn daraus entstehende Ausgaben von den Ländern zu tragen sind.
(5)
Der Bund und die Länder tragen die bei ihren Behörden entstehenden
Verwaltungsausgaben und haften im Verhältnis zueinander für eine ordnungsmäßige
Verwaltung. Das Nähere bestimmt ein Bundesgesetz, das der Zustimmung des
Bundesrates bedarf.
(6)
Bund und Länder tragen nach der innerstaatlichen Zuständigkeits- und
Aufgabenverteilung die Lasten einer Verletzung von supranationalen oder
völkerrechtlichen Verpflichtungen Deutschlands. In Fällen länderübergreifender
Finanzkorrekturen der Europäischen Union tragen Bund und Länder diese Lasten im
Verhältnis 15 zu 85. Die Ländergesamtheit trägt in diesen Fällen solidarisch 35
vom Hundert der Gesamtlasten entsprechend einem allgemeinen Schlüssel; 50 vom
Hundert der Gesamtlasten tragen die Länder, die die Lasten verursacht haben,
anteilig entsprechend der Höhe der erhaltenen Mittel. Das Nähere regelt ein
Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf.
Art 104b
(1)
Der Bund kann, soweit dieses Grundgesetz ihm Gesetzgebungsbefugnisse verleiht,
den Ländern Finanzhilfen für besonders bedeutsame Investitionen der Länder und
der Gemeinden (Gemeindeverbände) gewähren, die
1.
zur Abwehr
einer Störung des gesamtwirtschaftlichen Gleichgewichts oder
2.
zum Ausgleich
unterschiedlicher Wirtschaftskraft im Bundesgebiet oder
3.
zur Förderung
des wirtschaftlichen Wachstums
erforderlich
sind. Abweichend von Satz 1 kann der Bund im Falle von Naturkatastrophen oder
außergewöhnlichen Notsituationen, die sich der Kontrolle des Staates entziehen
und die staatliche Finanzlage erheblich beeinträchtigen, auch ohne
Gesetzgebungsbefugnisse Finanzhilfen gewähren.
(2)
Das Nähere, insbesondere die Arten der zu fördernden Investitionen, wird durch
Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf, oder auf Grund des
Bundeshaushaltsgesetzes durch Verwaltungsvereinbarung geregelt. Die Mittel sind
befristet zu gewähren und hinsichtlich ihrer Verwendung in regelmäßigen Zeitabständen
zu überprüfen. Die Finanzhilfen sind im Zeitablauf mit fallenden Jahresbeträgen
zu gestalten.
(3)
Bundestag, Bundesregierung und Bundesrat sind auf Verlangen über die
Durchführung der Maßnahmen und die erzielten Verbesserungen zu unterrichten.
Art 105
(1)
Der Bund hat die ausschließliche Gesetzgebung über die Zölle und
Finanzmonopole.
(2)
Der Bund hat die konkurrierende Gesetzgebung über die übrigen Steuern, wenn ihm
das Aufkommen dieser Steuern ganz oder zum Teil zusteht oder die
Voraussetzungen des Artikels 72 Abs. 2 vorliegen.
(2a)
Die Länder haben die Befugnis zur Gesetzgebung über die örtlichen Verbrauch-
und Aufwandsteuern, solange und soweit sie nicht bundesgesetzlich geregelten
Steuern gleichartig sind. Sie haben die Befugnis zur Bestimmung des
Steuersatzes bei der Grunderwerbsteuer.
(3)
Bundesgesetze über Steuern, deren Aufkommen den Ländern oder den Gemeinden
(Gemeindeverbänden) ganz oder zum Teil zufließt, bedürfen der Zustimmung des
Bundesrates.
Art 106
(1)
Der Ertrag der Finanzmonopole und das Aufkommen der folgenden Steuern stehen
dem Bund zu:
1.
die Zölle,
2.
die
Verbrauchsteuern, soweit sie nicht nach Absatz 2 den Ländern, nach Absatz 3
Bund und Ländern gemeinsam oder nach Absatz 6 den Gemeinden zustehen,
3.
die
Straßengüterverkehrsteuer, die Kraftfahrzeugsteuer und sonstige auf
motorisierte Verkehrsmittel bezogene Verkehrsteuern,
4.
die
Kapitalverkehrsteuern, die Versicherungsteuer und die Wechselsteuer,
5.
die einmaligen
Vermögensabgaben und die zur Durchführung des Lastenausgleichs erhobenen
Ausgleichsabgaben,
6.
die
Ergänzungsabgabe zur Einkommensteuer und zur Körperschaftsteuer,
7.
Abgaben im
Rahmen der Europäischen Gemeinschaften.
(2)
Das Aufkommen der folgenden Steuern steht den Ländern zu:
1.
die
Vermögensteuer,
2.
die
Erbschaftsteuer,
3
die
Verkehrsteuern, soweit sie nicht nach Absatz 1 dem Bund oder nach Absatz 3 Bund
und Ländern gemeinsam zustehen,
4.
die Biersteuer,
5.
die Abgabe von
Spielbanken.
(3)
Das Aufkommen der Einkommensteuer, der Körperschaftsteuer und der Umsatzsteuer
steht dem Bund und den Ländern gemeinsam zu (Gemeinschaftsteuern), soweit das
Aufkommen der Einkommensteuer nicht nach Absatz 5 und das Aufkommen der
Umsatzsteuer nicht nach Absatz 5a den Gemeinden zugewiesen wird. Am Aufkommen
der Einkommensteuer und der Körperschaftsteuer sind der Bund und die Länder je
zur Hälfte beteiligt. Die Anteile von Bund und Ländern an der Umsatzsteuer
werden durch Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf,
festgesetzt. Bei der Festsetzung ist von folgenden Grundsätzen auszugehen:
1.
Im Rahmen der
laufenden Einnahmen haben der Bund und die Länder gleichmäßig Anspruch auf
Deckung ihrer notwendigen Ausgaben. Dabei ist der Umfang der Ausgaben unter
Berücksichtigung einer mehrjährigen Finanzplanung zu ermitteln.
2.
Die
Deckungsbedürfnisse des Bundes und der Länder sind so aufeinander abzustimmen,
daß ein billiger Ausgleich erzielt, eine Überbelastung der Steuerpflichtigen
vermieden und die Einheitlichkeit der Lebensverhältnisse im Bundesgebiet
gewahrt wird.
Zusätzlich
werden in die Festsetzung der Anteile von Bund und Ländern an der Umsatzsteuer
Steuermindereinnahmen einbezogen, die den Ländern ab 1. Januar 1996 aus der
Berücksichtigung von Kindern im Einkommensteuerrecht entstehen. Das Nähere
bestimmt das Bundesgesetz nach Satz 3.
(4)
Die Anteile von Bund und Ländern an der Umsatzsteuer sind neu festzusetzen,
wenn sich das Verhältnis zwischen den Einnahmen und Ausgaben des Bundes und der
Länder wesentlich anders entwickelt; Steuermindereinnahmen, die nach Absatz 3
Satz 5 in die Festsetzung der Umsatzsteueranteile zusätzlich einbezogen werden,
bleiben hierbei unberücksichtigt. Werden den Ländern durch Bundesgesetz
zusätzliche Ausgaben auferlegt oder Einnahmen entzogen, so kann die
Mehrbelastung durch Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf,
auch mit Finanzzuweisungen des Bundes ausgeglichen werden, wenn sie auf einen
kurzen Zeitraum begrenzt ist. In dem Gesetz sind die Grundsätze für die
Bemessung dieser Finanzzuweisungen und für ihre Verteilung auf die Länder zu
bestimmen.
(5)
Die Gemeinden erhalten einen Anteil an dem Aufkommen der Einkommensteuer, der
von den Ländern an ihre Gemeinden auf der Grundlage der
Einkommensteuerleistungen ihrer Einwohner weiterzuleiten ist. Das Nähere
bestimmt ein Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf. Es kann
bestimmen, daß die Gemeinden Hebesätze für den Gemeindeanteil festsetzen.
(5a)
Die Gemeinden erhalten ab dem 1. Januar 1998 einen Anteil an dem Aufkommen der
Umsatzsteuer. Er wird von den Ländern auf der Grundlage eines orts- und
wirtschaftsbezogenen Schlüssels an ihre Gemeinden weitergeleitet. Das Nähere
wird durch Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf, bestimmt.
(6)
Das Aufkommen der Grundsteuer und Gewerbesteuer steht den Gemeinden, das
Aufkommen der örtlichen Verbrauch- und Aufwandsteuern steht den Gemeinden oder
nach Maßgabe der Landesgesetzgebung den Gemeindeverbänden zu. Den Gemeinden ist
das Recht einzuräumen, die Hebesätze der Grundsteuer und Gewerbesteuer im
Rahmen der Gesetze festzusetzen. Bestehen in einem Land keine Gemeinden, so
steht das Aufkommen der Grundsteuer und Gewerbesteuer sowie der örtlichen
Verbrauch- und Aufwandsteuern dem Land zu. Bund und Länder können durch eine
Umlage an dem Aufkommen der Gewerbesteuer beteiligt werden. Das Nähere über die
Umlage bestimmt ein Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf.
Nach Maßgabe der Landesgesetzgebung können die Grundsteuer und Gewerbesteuer
sowie der Gemeindeanteil vom Aufkommen der Einkommensteuer und der Umsatzsteuer
als Bemessungsgrundlagen für Umlagen zugrunde gelegt werden.
(7)
Von dem Länderanteil am Gesamtaufkommen der Gemeinschaftsteuern fließt den
Gemeinden und Gemeindeverbänden insgesamt ein von der Landesgesetzgebung zu
bestimmender Hundertsatz zu. Im übrigen bestimmt die Landesgesetzgebung, ob und
inwieweit das Aufkommen der Landessteuern den Gemeinden (Gemeindeverbänden)
zufließt.
(8)
Veranlaßt der Bund in einzelnen Ländern oder Gemeinden (Gemeindeverbänden)
besondere Einrichtungen, die diesen Ländern oder Gemeinden (Gemeindeverbänden)
unmittelbar Mehrausgaben oder Mindereinnahmen (Sonderbelastungen) verursachen,
gewährt der Bund den erforderlichen Ausgleich, wenn und soweit den Ländern oder
Gemeinden (Gemeindeverbänden) nicht zugemutet werden kann, die
Sonderbelastungen zu tragen. Entschädigungsleistungen Dritter und finanzielle
Vorteile, die diesen Ländern oder Gemeinden (Gemeindeverbänden) als Folge der
Einrichtungen erwachsen, werden bei dem Ausgleich berücksichtigt.
(9)
Als Einnahmen und Ausgaben der Länder im Sinne dieses Artikels gelten auch die
Einnahmen und Ausgaben der Gemeinden (Gemeindeverbände).
Art 106a
Den
Ländern steht ab 1. Januar 1996 für den öffentlichen Personennahverkehr ein
Betrag aus dem Steueraufkommen des Bundes zu. Das Nähere regelt ein
Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf. Der Betrag nach Satz 1
bleibt bei der Bemessung der Finanzkraft nach Artikel 107 Abs. 2
unberücksichtigt.
Art 106b
Den
Ländern steht ab dem 1. Juli 2009 infolge der Übertragung der
Kraftfahrzeugsteuer auf den Bund ein Betrag aus dem Steueraufkommen des Bundes
zu. Das Nähere regelt ein Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates
bedarf.
Art 107
(1)
Das Aufkommen der Landessteuern und der Länderanteil am Aufkommen der
Einkommensteuer und der Körperschaftsteuer stehen den einzelnen Ländern
insoweit zu, als die Steuern von den Finanzbehörden in ihrem Gebiet vereinnahmt
werden (örtliches Aufkommen). Durch Bundesgesetz, das der Zustimmung des
Bundesrates bedarf, sind für die Körperschaftsteuer und die Lohnsteuer nähere
Bestimmungen über die Abgrenzung sowie über Art und Umfang der Zerlegung des
örtlichen Aufkommens zu treffen. Das Gesetz kann auch Bestimmungen über die
Abgrenzung und Zerlegung des örtlichen Aufkommens anderer Steuern treffen. Der
Länderanteil am Aufkommen der Umsatzsteuer steht den einzelnen Ländern nach
Maßgabe ihrer Einwohnerzahl zu; für einen Teil, höchstens jedoch für ein
Viertel dieses Länderanteils, können durch Bundesgesetz, das der Zustimmung des
Bundesrates bedarf, Ergänzungsanteile für die Länder vorgesehen werden, deren
Einnahmen aus den Landessteuern, aus der Einkommensteuer und der
Körperschaftsteuer und nach Artikel 106b je Einwohner unter dem Durchschnitt
der Länder liegen; bei der Grunderwerbsteuer ist die Steuerkraft einzubeziehen.
(2)
Durch das Gesetz ist sicherzustellen, daß die unterschiedliche Finanzkraft der
Länder angemessen ausgeglichen wird; hierbei sind die Finanzkraft und der
Finanzbedarf der Gemeinden (Gemeindeverbände) zu berücksichtigen. Die
Voraussetzungen für die Ausgleichsansprüche der ausgleichsberechtigten Länder
und für die Ausgleichsverbindlichkeiten der ausgleichspflichtigen Länder sowie
die Maßstäbe für die Höhe der Ausgleichsleistungen sind in dem Gesetz zu
bestimmen. Es kann auch bestimmen, daß der Bund aus seinen Mitteln
leistungsschwachen Ländern Zuweisungen zur ergänzenden Deckung ihres
allgemeinen Finanzbedarfs (Ergänzungszuweisungen) gewährt.
Art 108
(1)
Zölle, Finanzmonopole, die bundesgesetzlich geregelten Verbrauchsteuern
einschließlich der Einfuhrumsatzsteuer, die Kraftfahrzeugsteuer und sonstige
auf motorisierte Verkehrsmittel bezogene Verkehrsteuern ab dem 1. Juli 2009
sowie die Abgaben im Rahmen der Europäischen Gemeinschaften werden durch
Bundesfinanzbehörden verwaltet. Der Aufbau dieser Behörden wird durch
Bundesgesetz geregelt. Soweit Mittelbehörden eingerichtet sind, werden deren
Leiter im Benehmen mit den Landesregierungen bestellt.
(2)
Die übrigen Steuern werden durch Landesfinanzbehörden verwaltet. Der Aufbau
dieser Behörden und die einheitliche Ausbildung der Beamten können durch
Bundesgesetz mit Zustimmung des Bundesrates geregelt werden. Soweit
Mittelbehörden eingerichtet sind, werden deren Leiter im Einvernehmen mit der
Bundesregierung bestellt.
(3)
Verwalten die Landesfinanzbehörden Steuern, die ganz oder zum Teil dem Bund
zufließen, so werden sie im Auftrage des Bundes tätig. Artikel 85 Abs. 3 und 4
gilt mit der Maßgabe, daß an die Stelle der Bundesregierung der Bundesminister
der Finanzen tritt.
(4)
Durch Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf, kann bei der
Verwaltung von Steuern ein Zusammenwirken von Bundes- und Landesfinanzbehörden
sowie für Steuern, die unter Absatz 1 fallen, die Verwaltung durch
Landesfinanzbehörden und für andere Steuern die Verwaltung durch
Bundesfinanzbehörden vorgesehen werden, wenn und soweit dadurch der Vollzug der
Steuergesetze erheblich verbessert oder erleichtert wird. Für die den Gemeinden
(Gemeindeverbänden) allein zufließenden Steuern kann die den
Landesfinanzbehörden zustehende Verwaltung durch die Länder ganz oder zum Teil
den Gemeinden (Gemeindeverbänden) übertragen werden.
(5)
Das von den Bundesfinanzbehörden anzuwendende Verfahren wird durch Bundesgesetz
geregelt. Das von den Landesfinanzbehörden und in den Fällen des Absatzes 4
Satz 2 von den Gemeinden (Gemeindeverbänden) anzuwendende Verfahren kann durch
Bundesgesetz mit Zustimmung des Bundesrates geregelt werden.
(6)
Die Finanzgerichtsbarkeit wird durch Bundesgesetz einheitlich geregelt.
(7)
Die Bundesregierung kann allgemeine Verwaltungsvorschriften erlassen, und zwar
mit Zustimmung des Bundesrates, soweit die Verwaltung den Landesfinanzbehörden
oder Gemeinden (Gemeindeverbänden) obliegt.
Art 109
(1)
Bund und Länder sind in ihrer Haushaltswirtschaft selbständig und voneinander
unabhängig.
(2)
Bund und Länder erfüllen gemeinsam die Verpflichtungen der Bundesrepublik
Deutschland aus Rechtsakten der Europäischen Gemeinschaft auf Grund des
Artikels 104 des Vertrags zur Gründung der Europäischen Gemeinschaft zur
Einhaltung der Haushaltsdisziplin und tragen in diesem Rahmen den
Erfordernissen des gesamtwirtschaftlichen Gleichgewichts Rechnung.
(3)
Die Haushalte von Bund und Ländern sind grundsätzlich ohne Einnahmen aus Krediten
auszugleichen. Bund und Länder können Regelungen zur im Auf- und Abschwung
symmetrischen Berücksichtigung der Auswirkungen einer von der Normallage
abweichenden konjunkturellen Entwicklung sowie eine Ausnahmeregelung für
Naturkatastrophen oder außergewöhnliche Notsituationen, die sich der Kontrolle
des Staates entziehen und die staatliche Finanzlage erheblich beeinträchtigen,
vorsehen. Für die Ausnahmeregelung ist eine entsprechende Tilgungsregelung
vorzusehen. Die nähere Ausgestaltung regelt für den Haushalt des Bundes Artikel
115 mit der Maßgabe, dass Satz 1 entsprochen ist, wenn die Einnahmen aus
Krediten 0,35 vom Hundert im Verhältnis zum nominalen Bruttoinlandsprodukt
nicht überschreiten. Die nähere Ausgestaltung für die Haushalte der Länder regeln
diese im Rahmen ihrer verfassungsrechtlichen Kompetenzen mit der Maßgabe, dass
Satz 1 nur dann entsprochen ist, wenn keine Einnahmen aus Krediten zugelassen
werden.
(4)
Durch Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf, können für Bund
und Länder gemeinsam geltende Grundsätze für das Haushaltsrecht, für eine
konjunkturgerechte Haushaltswirtschaft und für eine mehrjährige Finanzplanung
aufgestellt werden.
(5)
Sanktionsmaßnahmen der Europäischen Gemeinschaft im Zusammenhang mit den
Bestimmungen in Artikel 104 des Vertrags zur Gründung der Europäischen
Gemeinschaft zur Einhaltung der Haushaltsdisziplin tragen Bund und Länder im
Verhältnis 65 zu 35. Die Ländergesamtheit trägt solidarisch 35 vom Hundert der
auf die Länder entfallenden Lasten entsprechend ihrer Einwohnerzahl; 65 vom
Hundert der auf die Länder entfallenden Lasten tragen die Länder entsprechend
ihrem Verursachungsbeitrag. Das Nähere regelt ein Bundesgesetz, das der
Zustimmung des Bundesrates bedarf.
Art 109a
Zur
Vermeidung von Haushaltsnotlagen regelt ein Bundesgesetz, das der Zustimmung
des Bundesrates bedarf,
1.
die
fortlaufende Überwachung der Haushaltswirtschaft von Bund und Ländern durch ein
gemeinsames Gremium (Stabilitätsrat),
2.
die
Voraussetzungen und das Verfahren zur Feststellung einer drohenden
Haushaltsnotlage,
3.
die Grundsätze
zur Aufstellung und Durchführung von Sanierungsprogrammen zur Vermeidung von
Haushaltsnotlagen.
Die
Beschlüsse des Stabilitätsrats und die zugrunde liegenden Beratungsunterlagen
sind zu veröffentlichen.
Art 110
(1)
Alle Einnahmen und Ausgaben des Bundes sind in den Haushaltsplan einzustellen;
bei Bundesbetrieben und bei Sondervermögen brauchen nur die Zuführungen oder
die Ablieferungen eingestellt zu werden. Der Haushaltsplan ist in Einnahme und
Ausgabe auszugleichen.
(2)
Der Haushaltsplan wird für ein oder mehrere Rechnungsjahre, nach Jahren
getrennt, vor Beginn des ersten Rechnungsjahres durch das Haushaltsgesetz
festgestellt. Für Teile des Haushaltsplanes kann vorgesehen werden, daß sie für
unterschiedliche Zeiträume, nach Rechnungsjahren getrennt, gelten.
(3)
Die Gesetzesvorlage nach Absatz 2 Satz 1 sowie Vorlagen zur Änderung des
Haushaltsgesetzes und des Haushaltsplanes werden gleichzeitig mit der Zuleitung
an den Bundesrat beim Bundestage eingebracht; der Bundesrat ist berechtigt,
innerhalb von sechs Wochen, bei Änderungsvorlagen innerhalb von drei Wochen, zu
den Vorlagen Stellung zu nehmen.
(4)
In das Haushaltsgesetz dürfen nur Vorschriften aufgenommen werden, die sich auf
die Einnahmen und die Ausgaben des Bundes und auf den Zeitraum beziehen, für den
das Haushaltsgesetz beschlossen wird. Das Haushaltsgesetz kann vorschreiben,
daß die Vorschriften erst mit der Verkündung des nächsten Haushaltsgesetzes
oder bei Ermächtigung nach Artikel 115 zu einem späteren Zeitpunkt außer Kraft
treten.
Art 111
(1)
Ist bis zum Schluß eines Rechnungsjahres der Haushaltsplan für das folgende
Jahr nicht durch Gesetz festgestellt, so ist bis zu seinem Inkrafttreten die
Bundesregierung ermächtigt, alle Ausgaben zu leisten, die nötig sind,
a)
um gesetzlich
bestehende Einrichtungen zu erhalten und gesetzlich beschlossene Maßnahmen
durchzuführen,
b)
um die
rechtlich begründeten Verpflichtungen des Bundes zu erfüllen,
c)
um Bauten,
Beschaffungen und sonstige Leistungen fortzusetzen oder Beihilfen für diese
Zwecke weiter zu gewähren, sofern durch den Haushaltsplan eines Vorjahres
bereits Beträge bewilligt worden sind.
(2)
Soweit nicht auf besonderem Gesetze beruhende Einnahmen aus Steuern, Abgaben
und sonstigen Quellen oder die Betriebsmittelrücklage die Ausgaben unter Absatz
1 decken, darf die Bundesregierung die zur Aufrechterhaltung der
Wirtschaftsführung erforderlichen Mittel bis zur Höhe eines Viertels der
Endsumme des abgelaufenen Haushaltsplanes im Wege des Kredits flüssig machen.
Art 112
Überplanmäßige
und außerplanmäßige Ausgaben bedürfen der Zustimmung des Bundesministers der
Finanzen. Sie darf nur im Falle eines unvorhergesehenen und unabweisbaren
Bedürfnisses erteilt werden. Näheres kann durch Bundesgesetz bestimmt werden.
Art 113
(1)
Gesetze, welche die von der Bundesregierung vorgeschlagenen Ausgaben des
Haushaltsplanes erhöhen oder neue Ausgaben in sich schließen oder für die
Zukunft mit sich bringen, bedürfen der Zustimmung der Bundesregierung. Das
gleiche gilt für Gesetze, die Einnahmeminderungen in sich schließen oder für
die Zukunft mit sich bringen. Die Bundesregierung kann verlangen, daß der
Bundestag die Beschlußfassung über solche Gesetze aussetzt. In diesem Fall hat
die Bundesregierung innerhalb von sechs Wochen dem Bundestage eine
Stellungnahme zuzuleiten.
(2)
Die Bundesregierung kann innerhalb von vier Wochen, nachdem der Bundestag das
Gesetz beschlossen hat, verlangen, daß der Bundestag erneut Beschluß faßt.
(3)
Ist das Gesetz nach Artikel 78 zustande gekommen, kann die Bundesregierung ihre
Zustimmung nur innerhalb von sechs Wochen und nur dann versagen, wenn sie
vorher das Verfahren nach Absatz 1 Satz 3 und 4 oder nach Absatz 2 eingeleitet
hat. Nach Ablauf dieser Frist gilt die Zustimmung als erteilt.
Art 114
(1)
Der Bundesminister der Finanzen hat dem Bundestage und dem Bundesrate über alle
Einnahmen und Ausgaben sowie über das Vermögen und die Schulden im Laufe des
nächsten Rechnungsjahres zur Entlastung der Bundesregierung Rechnung zu legen.
(2)
Der Bundesrechnungshof, dessen Mitglieder richterliche Unabhängigkeit besitzen,
prüft die Rechnung sowie die Wirtschaftlichkeit und Ordnungsmäßigkeit der
Haushalts- und Wirtschaftsführung. Er hat außer der Bundesregierung unmittelbar
dem Bundestage und dem Bundesrate jährlich zu berichten. Im übrigen werden die
Befugnisse des Bundesrechnungshofes durch Bundesgesetz geregelt.
Art 115
(1)
Die Aufnahme von Krediten sowie die Übernahme von Bürgschaften, Garantien oder
sonstigen Gewährleistungen, die zu Ausgaben in künftigen Rechnungsjahren führen
können, bedürfen einer der Höhe nach bestimmten oder bestimmbaren Ermächtigung
durch Bundesgesetz.
(2)
Einnahmen und Ausgaben sind grundsätzlich ohne Einnahmen aus Krediten
auszugleichen. Diesem Grundsatz ist entsprochen, wenn die Einnahmen aus
Krediten 0,35 vom Hundert im Verhältnis zum nominalen Bruttoinlandsprodukt
nicht überschreiten. Zusätzlich sind bei einer von der Normallage abweichenden
konjunkturellen Entwicklung die Auswirkungen auf den Haushalt im Auf- und
Abschwung symmetrisch zu berücksichtigen. Abweichungen der tatsächlichen Kreditaufnahme
von der nach den Sätzen 1 bis 3 zulässigen Kreditobergrenze werden auf einem
Kontrollkonto erfasst; Belastungen, die den Schwellenwert von 1,5 vom Hundert
im Verhältnis zum nominalen Bruttoinlandsprodukt überschreiten, sind
konjunkturgerecht zurückzuführen. Näheres, insbesondere die Bereinigung der
Einnahmen und Ausgaben um finanzielle Transaktionen und das Verfahren zur
Berechnung der Obergrenze der jährlichen Nettokreditaufnahme unter
Berücksichtigung der konjunkturellen Entwicklung auf der Grundlage eines
Konjunkturbereinigungsverfahrens sowie die Kontrolle und den Ausgleich von
Abweichungen der tatsächlichen Kreditaufnahme von der Regelgrenze, regelt ein
Bundesgesetz. Im Falle von Naturkatastrophen oder außergewöhnlichen
Notsituationen, die sich der Kontrolle des Staates entziehen und die staatliche
Finanzlage erheblich beeinträchtigen, können diese Kreditobergrenzen auf Grund
eines Beschlusses der Mehrheit der Mitglieder des Bundestages überschritten
werden. Der Beschluss ist mit einem Tilgungsplan zu verbinden. Die Rückführung
der nach Satz 6 aufgenommenen Kredite hat binnen eines angemessenen Zeitraumes
zu erfolgen.
Art 115a
(1)
Die Feststellung, daß das Bundesgebiet mit Waffengewalt angegriffen wird oder
ein solcher Angriff unmittelbar droht (Verteidigungsfall), trifft der Bundestag
mit Zustimmung des Bundesrates. Die Feststellung erfolgt auf Antrag der
Bundesregierung und bedarf einer Mehrheit von zwei Dritteln der abgegebenen
Stimmen, mindestens der Mehrheit der Mitglieder des Bundestages.
(2)
Erfordert die Lage unabweisbar ein sofortiges Handeln und stehen einem
rechtzeitigen Zusammentritt des Bundestages unüberwindliche Hindernisse
entgegen oder ist er nicht beschlußfähig, so trifft der Gemeinsame Ausschuß
diese Feststellung mit einer Mehrheit von zwei Dritteln der abgegebenen
Stimmen, mindestens der Mehrheit seiner Mitglieder.
(3)
Die Feststellung wird vom Bundespräsidenten gemäß Artikel 82 im
Bundesgesetzblatte verkündet. Ist dies nicht rechtzeitig möglich, so erfolgt
die Verkündung in anderer Weise; sie ist im Bundesgesetzblatte nachzuholen,
sobald die Umstände es zulassen.
(4)
Wird das Bundesgebiet mit Waffengewalt angegriffen und sind die zuständigen
Bundesorgane außerstande, sofort die Feststellung nach Absatz 1 Satz 1 zu
treffen, so gilt diese Feststellung als getroffen und als zu dem Zeitpunkt
verkündet, in dem der Angriff begonnen hat. Der Bundespräsident gibt diesen
Zeitpunkt bekannt, sobald die Umstände es zulassen.
(5)
Ist die Feststellung des Verteidigungsfalles verkündet und wird das
Bundesgebiet mit Waffengewalt angegriffen, so kann der Bundespräsident
völkerrechtliche Erklärungen über das Bestehen des Verteidigungsfalles mit
Zustimmung des Bundestages abgeben. Unter den Voraussetzungen des Absatzes 2
tritt an die Stelle des Bundestages der Gemeinsame Ausschuß.
Art 115b
Mit
der Verkündung des Verteidigungsfalles geht die Befehls- und Kommandogewalt
über die Streitkräfte auf den Bundeskanzler über.
Art 115c
(1)
Der Bund hat für den Verteidigungsfall das Recht der konkurrierenden
Gesetzgebung auch auf den Sachgebieten, die zur Gesetzgebungszuständigkeit der
Länder gehören. Diese Gesetze bedürfen der Zustimmung des Bundesrates.
(2)
Soweit es die Verhältnisse während des Verteidigungsfalles erfordern, kann
durch Bundesgesetz für den Verteidigungsfall
1.
bei
Enteignungen abweichend von Artikel 14 Abs. 3 Satz 2 die Entschädigung
vorläufig geregelt werden,
2.
für
Freiheitsentziehungen eine von Artikel 104 Abs. 2 Satz 3 und Abs. 3 Satz 1
abweichende Frist, höchstens jedoch eine solche von vier Tagen, für den Fall
festgesetzt werden, daß ein Richter nicht innerhalb der für Normalzeiten
geltenden Frist tätig werden konnte.
(3)
Soweit es zur Abwehr eines gegenwärtigen oder unmittelbar drohenden Angriffs
erforderlich ist, kann für den Verteidigungsfall durch Bundesgesetz mit
Zustimmung des Bundesrates die Verwaltung und das Finanzwesen des Bundes und
der Länder abweichend von den Abschnitten VIII, VIIIa und X geregelt werden,
wobei die Lebensfähigkeit der Länder, Gemeinden und Gemeindeverbände,
insbesondere auch in finanzieller Hinsicht, zu wahren ist.
(4)
Bundesgesetze nach den Absätzen 1 und 2 Nr. 1 dürfen zur Vorbereitung ihres
Vollzuges schon vor Eintritt des Verteidigungsfalles angewandt werden.
Art 115d
(1)
Für die Gesetzgebung des Bundes gilt im Verteidigungsfalle abweichend von
Artikel 76 Abs. 2, Artikel 77 Abs. 1 Satz 2 und Abs. 2 bis 4, Artikel 78 und
Artikel 82 Abs. 1 die Regelung der Absätze 2 und 3.
(2)
Gesetzesvorlagen der Bundesregierung, die sie als dringlich bezeichnet, sind
gleichzeitig mit der Einbringung beim Bundestage dem Bundesrate zuzuleiten.
Bundestag und Bundesrat beraten diese Vorlagen unverzüglich gemeinsam. Soweit
zu einem Gesetze die Zustimmung des Bundesrates erforderlich ist, bedarf es zum
Zustandekommen des Gesetzes der Zustimmung der Mehrheit seiner Stimmen. Das
Nähere regelt eine Geschäftsordnung, die vom Bundestage beschlossen wird und
der Zustimmung des Bundesrates bedarf.
(3)
Für die Verkündung der Gesetze gilt Artikel 115a Abs. 3 Satz 2 entsprechend.
Art 115e
(1)
Stellt der Gemeinsame Ausschuß im Verteidigungsfalle mit einer Mehrheit von
zwei Dritteln der abgegebenen Stimmen, mindestens mit der Mehrheit seiner
Mitglieder fest, daß dem rechtzeitigen Zusammentritt des Bundestages
unüberwindliche Hindernisse entgegenstehen oder daß dieser nicht beschlußfähig
ist, so hat der Gemeinsame Ausschuß die Stellung von Bundestag und Bundesrat
und nimmt deren Rechte einheitlich wahr.
(2)
Durch ein Gesetz des Gemeinsamen Ausschusses darf das Grundgesetz weder
geändert noch ganz oder teilweise außer Kraft oder außer Anwendung gesetzt
werden. Zum Erlaß von Gesetzen nach Artikel 23 Abs. 1 Satz 2, Artikel 24 Abs. 1
oder Artikel 29 ist der Gemeinsame Ausschuß nicht befugt.
Art 115f
(1)
Die Bundesregierung kann im Verteidigungsfalle, soweit es die Verhältnisse
erfordern,
1.
den
Bundesgrenzschutz im gesamten Bundesgebiete einsetzen;
2.
außer der
Bundesverwaltung auch den Landesregierungen und, wenn sie es für dringlich
erachtet, den Landesbehörden Weisungen erteilen und diese Befugnis auf von ihr
zu bestimmende Mitglieder der Landesregierungen übertragen.
(2)
Bundestag, Bundesrat und der Gemeinsame Ausschuß sind unverzüglich von den nach
Absatz 1 getroffenen Maßnahmen zu unterrichten.
Art 115g
Die
verfassungsmäßige Stellung und die Erfüllung der verfassungsmäßigen Aufgaben
des Bundesverfassungsgerichtes und seiner Richter dürfen nicht beeinträchtigt
werden. Das Gesetz über das Bundesverfassungsgericht darf durch ein Gesetz des
Gemeinsamen Ausschusses nur insoweit geändert werden, als dies auch nach
Auffassung des Bundesverfassungsgerichtes zur Aufrechterhaltung der
Funktionsfähigkeit des Gerichtes erforderlich ist. Bis zum Erlaß eines solchen
Gesetzes kann das Bundesverfassungsgericht die zur Erhaltung der
Arbeitsfähigkeit des Gerichtes erforderlichen Maßnahmen treffen. Beschlüsse
nach Satz 2 und Satz 3 faßt das Bundesverfassungsgericht mit der Mehrheit der
anwesenden Richter.
Art 115h
(1)
Während des Verteidigungsfalles ablaufende Wahlperioden des Bundestages oder
der Volksvertretungen der Länder enden sechs Monate nach Beendigung des
Verteidigungsfalles. Die im Verteidigungsfalle ablaufende Amtszeit des
Bundespräsidenten sowie bei vorzeitiger Erledigung seines Amtes die Wahrnehmung
seiner Befugnisse durch den Präsidenten des Bundesrates enden neun Monate nach
Beendigung des Verteidigungsfalles. Die im Verteidigungsfalle ablaufende
Amtszeit eines Mitgliedes des Bundesverfassungsgerichtes endet sechs Monate
nach Beendigung des Verteidigungsfalles.
(2)
Wird eine Neuwahl des Bundeskanzlers durch den Gemeinsamen Ausschuß
erforderlich, so wählt dieser einen neuen Bundeskanzler mit der Mehrheit seiner
Mitglieder; der Bundespräsident macht dem Gemeinsamen Ausschuß einen Vorschlag.
Der Gemeinsame Ausschuß kann dem Bundeskanzler das Mißtrauen nur dadurch
aussprechen, daß er mit der Mehrheit von zwei Dritteln seiner Mitglieder einen
Nachfolger wählt.
(3)
Für die Dauer des Verteidigungsfalles ist die Auflösung des Bundestages
ausgeschlossen.
Art 115i
(1)
Sind die zuständigen Bundesorgane außerstande, die notwendigen Maßnahmen zur
Abwehr der Gefahr zu treffen, und erfordert die Lage unabweisbar ein sofortiges
selbständiges Handeln in einzelnen Teilen des Bundesgebietes, so sind die
Landesregierungen oder die von ihnen bestimmten Behörden oder Beauftragten
befugt, für ihren Zuständigkeitsbereich Maßnahmen im Sinne des Artikels 115f
Abs. 1 zu treffen.
(2)
Maßnahmen nach Absatz 1 können durch die Bundesregierung, im Verhältnis zu
Landesbehörden und nachgeordneten Bundesbehörden auch durch die
Ministerpräsidenten der Länder, jederzeit aufgehoben werden.
Art 115k
(1)
Für die Dauer ihrer Anwendbarkeit setzen Gesetze nach den Artikeln 115c, 115e
und 115g und Rechtsverordnungen, die auf Grund solcher Gesetze ergehen,
entgegenstehendes Recht außer Anwendung. Dies gilt nicht gegenüber früherem
Recht, das auf Grund der Artikel 115c, 115e und 115g erlassen worden ist.
(2)
Gesetze, die der Gemeinsame Ausschuß beschlossen hat, und Rechtsverordnungen,
die auf Grund solcher Gesetze ergangen sind, treten spätestens sechs Monate
nach Beendigung des Verteidigungsfalles außer Kraft.
(3)
Gesetze, die von den Artikeln 91a, 91b, 104a, 106 und 107 abweichende
Regelungen enthalten, gelten längstens bis zum Ende des zweiten
Rechnungsjahres, das auf die Beendigung des Verteidigungsfalles folgt. Sie
können nach Beendigung des Verteidigungsfalles durch Bundesgesetz mit
Zustimmung des Bundesrates geändert werden, um zu der Regelung gemäß den
Abschnitten VIIIa und X überzuleiten.
Art 115l
(1)
Der Bundestag kann jederzeit mit Zustimmung des Bundesrates Gesetze des
Gemeinsamen Ausschusses aufheben. Der Bundesrat kann verlangen, daß der
Bundestag hierüber beschließt. Sonstige zur Abwehr der Gefahr getroffene
Maßnahmen des Gemeinsamen Ausschusses oder der Bundesregierung sind aufzuheben,
wenn der Bundestag und der Bundesrat es beschließen.
(2)
Der Bundestag kann mit Zustimmung des Bundesrates jederzeit durch einen vom
Bundespräsidenten zu verkündenden Beschluß den Verteidigungsfall für beendet
erklären. Der Bundesrat kann verlangen, daß der Bundestag hierüber beschließt.
Der Verteidigungsfall ist unverzüglich für beendet zu erklären, wenn die
Voraussetzungen für seine Feststellung nicht mehr gegeben sind.
(3)
Über den Friedensschluß wird durch Bundesgesetz entschieden.
Art 116
(1)
Deutscher im Sinne dieses Grundgesetzes ist vorbehaltlich anderweitiger
gesetzlicher Regelung, wer die deutsche Staatsangehörigkeit besitzt oder als
Flüchtling oder Vertriebener deutscher Volkszugehörigkeit oder als dessen
Ehegatte oder Abkömmling in dem Gebiete des Deutschen Reiches nach dem Stande
vom 31. Dezember 1937 Aufnahme gefunden hat.
(2)
Frühere deutsche Staatsangehörige, denen zwischen dem 30. Januar 1933 und dem
8. Mai 1945 die Staatsangehörigkeit aus politischen, rassischen oder religiösen
Gründen entzogen worden ist, und ihre Abkömmlinge sind auf Antrag wieder
einzubürgern. Sie gelten als nicht ausgebürgert, sofern sie nach dem 8. Mai
1945 ihren Wohnsitz in Deutschland genommen haben und nicht einen
entgegengesetzten Willen zum Ausdruck gebracht haben.
Art 117
(1)
Das dem Artikel 3 Abs. 2 entgegenstehende Recht bleibt bis zu seiner Anpassung
an diese Bestimmung des Grundgesetzes in Kraft, jedoch nicht länger als bis zum
31. März 1953.
(2)
Gesetze, die das Recht der Freizügigkeit mit Rücksicht auf die gegenwärtige
Raumnot einschränken, bleiben bis zu ihrer Aufhebung durch Bundesgesetz in
Kraft.
Fußnote
Art.
117 Abs. 1: Wirksam gem. BVerfGE v. 18.12.1953, 1954 I 10
Art 118
Die
Neugliederung in dem die Länder Baden, Württemberg-Baden und
Württemberg-Hohenzollern umfassenden Gebiete kann abweichend von den
Vorschriften des Artikels 29 durch Vereinbarung der beteiligten Länder
erfolgen. Kommt eine Vereinbarung nicht zustande, so wird die Neugliederung
durch Bundesgesetz geregelt, das eine Volksbefragung vorsehen muß.
Art 118a
Die
Neugliederung in dem die Länder Berlin und Brandenburg umfassenden Gebiet kann
abweichend von den Vorschriften des Artikels 29 unter Beteiligung ihrer
Wahlberechtigten durch Vereinbarung beider Länder erfolgen.
Art 119
In
Angelegenheiten der Flüchtlinge und Vertriebenen, insbesondere zu ihrer
Verteilung auf die Länder, kann bis zu einer bundesgesetzlichen Regelung die
Bundesregierung mit Zustimmung des Bundesrates Verordnungen mit Gesetzeskraft
erlassen. Für besondere Fälle kann dabei die Bundesregierung ermächtigt werden,
Einzelweisungen zu erteilen. Die Weisungen sind außer bei Gefahr im Verzuge an
die obersten Landesbehörden zu richten.
Art 120
(1)
Der Bund trägt die Aufwendungen für Besatzungskosten und die sonstigen inneren
und äußeren Kriegsfolgelasten nach näherer Bestimmung von Bundesgesetzen.
Soweit diese Kriegsfolgelasten bis zum 1. Oktober 1969 durch Bundesgesetze
geregelt worden sind, tragen Bund und Länder im Verhältnis zueinander die
Aufwendungen nach Maßgabe dieser Bundesgesetze. Soweit Aufwendungen für Kriegsfolgelasten,
die in Bundesgesetzen weder geregelt worden sind noch geregelt werden, bis zum
1. Oktober 1965 von den Ländern, Gemeinden (Gemeindeverbänden) oder sonstigen
Aufgabenträgern, die Aufgaben von Ländern oder Gemeinden erfüllen, erbracht
worden sind, ist der Bund zur Übernahme von Aufwendungen dieser Art auch nach
diesem Zeitpunkt nicht verpflichtet. Der Bund trägt die Zuschüsse zu den Lasten
der Sozialversicherung mit Einschluß der Arbeitslosenversicherung und der
Arbeitslosenhilfe. Die durch diesen Absatz geregelte Verteilung der
Kriegsfolgelasten auf Bund und Länder läßt die gesetzliche Regelung von
Entschädigungsansprüchen für Kriegsfolgen unberührt.
(2)
Die Einnahmen gehen auf den Bund zu demselben Zeitpunkte über, an dem der Bund
die Ausgaben übernimmt.
Art 120a
(1)
Die Gesetze, die der Durchführung des Lastenausgleichs dienen, können mit
Zustimmung des Bundesrates bestimmen, daß sie auf dem Gebiete der
Ausgleichsleistungen teils durch den Bund, teils im Auftrage des Bundes durch
die Länder ausgeführt werden und daß die der Bundesregierung und den
zuständigen obersten Bundesbehörden auf Grund des Artikels 85 insoweit
zustehenden Befugnisse ganz oder teilweise dem Bundesausgleichsamt übertragen
werden. Das Bundesausgleichsamt bedarf bei Ausübung dieser Befugnisse nicht der
Zustimmung des Bundesrates; seine Weisungen sind, abgesehen von den Fällen der
Dringlichkeit, an die obersten Landesbehörden (Landesausgleichsämter) zu
richten.
(2)
Artikel 87 Abs. 3 Satz 2 bleibt unberührt.
Art 121
Mehrheit
der Mitglieder des Bundestages und der Bundesversammlung im Sinne dieses
Grundgesetzes ist die Mehrheit ihrer gesetzlichen Mitgliederzahl.
Art 122
(1)
Vom Zusammentritt des Bundestages an werden die Gesetze ausschließlich von den
in diesem Grundgesetze anerkannten gesetzgebenden Gewalten beschlossen.
(2)
Gesetzgebende und bei der Gesetzgebung beratend mitwirkende Körperschaften,
deren Zuständigkeit nach Absatz 1 endet, sind mit diesem Zeitpunkt aufgelöst.
Art 123
(1)
Recht aus der Zeit vor dem Zusammentritt des Bundestages gilt fort, soweit es
dem Grundgesetze nicht widerspricht.
(2)
Die vom Deutschen Reich abgeschlossenen Staatsverträge, die sich auf
Gegenstände beziehen, für die nach diesem Grundgesetze die Landesgesetzgebung
zuständig ist, bleiben, wenn sie nach allgemeinen Rechtsgrundsätzen gültig sind
und fortgelten, unter Vorbehalt aller Rechte und Einwendungen der Beteiligten
in Kraft, bis neue Staatsverträge durch die nach diesem Grundgesetze
zuständigen Stellen abgeschlossen werden oder ihre Beendigung auf Grund der in
ihnen enthaltenen Bestimmungen anderweitig erfolgt.
Art 124
Recht,
das Gegenstände der ausschließlichen Gesetzgebung des Bundes betrifft, wird
innerhalb seines Geltungsbereiches Bundesrecht.
Art 125
Recht,
das Gegenstände der konkurrierenden Gesetzgebung des Bundes betrifft, wird
innerhalb seines Geltungsbereiches Bundesrecht,
1.
soweit es innerhalb
einer oder mehrerer Besatzungszonen einheitlich gilt,
2.
soweit es sich
um Recht handelt, durch das nach dem 8. Mai 1945 früheres Reichsrecht
abgeändert worden ist.
Art 125a
(1)
Recht, das als Bundesrecht erlassen worden ist, aber wegen der Änderung des
Artikels 74 Abs. 1, der Einfügung des Artikels 84 Abs. 1 Satz 7, des Artikels
85 Abs. 1 Satz 2 oder des Artikels 105 Abs. 2a Satz 2 oder wegen der Aufhebung
der Artikel 74a, 75 oder 98 Abs. 3 Satz 2 nicht mehr als Bundesrecht erlassen
werden könnte, gilt als Bundesrecht fort. Es kann durch Landesrecht ersetzt
werden.
(2)
Recht, das auf Grund des Artikels 72 Abs. 2 in der bis zum 15. November 1994
geltenden Fassung erlassen worden ist, aber wegen Änderung des Artikels 72 Abs.
2 nicht mehr als Bundesrecht erlassen werden könnte, gilt als Bundesrecht fort.
Durch Bundesgesetz kann bestimmt werden, dass es durch Landesrecht ersetzt
werden kann.
(3)
Recht, das als Landesrecht erlassen worden ist, aber wegen Änderung des
Artikels 73 nicht mehr als Landesrecht erlassen werden könnte, gilt als
Landesrecht fort. Es kann durch Bundesrecht ersetzt werden.
Art 125b
(1)
Recht, das auf Grund des Artikels 75 in der bis zum 1. September 2006 geltenden
Fassung erlassen worden ist und das auch nach diesem Zeitpunkt als Bundesrecht
erlassen werden könnte, gilt als Bundesrecht fort. Befugnisse und
Verpflichtungen der Länder zur Gesetzgebung bleiben insoweit bestehen. Auf den
in Artikel 72 Abs. 3 Satz 1 genannten Gebieten können die Länder von diesem
Recht abweichende Regelungen treffen, auf den Gebieten des Artikels 72 Abs. 3
Satz 1 Nr. 2, 5 und 6 jedoch erst, wenn und soweit der Bund ab dem 1. September
2006 von seiner Gesetzgebungszuständigkeit Gebrauch gemacht hat, in den Fällen
der Nummern 2 und 5 spätestens ab dem 1. Januar 2010, im Falle der Nummer 6
spätestens ab dem 1. August 2008.
(2)
Von bundesgesetzlichen Regelungen, die auf Grund des Artikels 84 Abs. 1 in der
vor dem 1. September 2006 geltenden Fassung erlassen worden sind, können die
Länder abweichende Regelungen treffen, von Regelungen des Verwaltungsverfahrens
bis zum 31. Dezember 2008 aber nur dann, wenn ab dem 1. September 2006 in dem
jeweiligen Bundesgesetz Regelungen des Verwaltungsverfahrens geändert worden
sind.
Art 125c
(1)
Recht, das auf Grund des Artikels 91a Abs. 2 in Verbindung mit Abs. 1 Nr. 1 in
der bis zum 1. September 2006 geltenden Fassung erlassen worden ist, gilt bis
zum 31. Dezember 2006 fort.
(2)
Die nach Artikel 104a Abs. 4 in der bis zum 1. September 2006 geltenden Fassung
in den Bereichen der Gemeindeverkehrsfinanzierung und der sozialen
Wohnraumförderung geschaffenen Regelungen gelten bis zum 31. Dezember 2006
fort. Die im Bereich der Gemeindeverkehrsfinanzierung für die besonderen
Programme nach § 6 Abs. 1 des Gemeindeverkehrsfinanzierungsgesetzes sowie die
sonstigen nach Artikel 104a Abs. 4 in der bis zum 1. September 2006 geltenden
Fassung geschaffenen Regelungen gelten bis zum 31. Dezember 2019 fort, soweit
nicht ein früherer Zeitpunkt für das Außerkrafttreten bestimmt ist oder wird.
Art 126
Meinungsverschiedenheiten
über das Fortgelten von Recht als Bundesrecht entscheidet das
Bundesverfassungsgericht.
Art 127
Die
Bundesregierung kann mit Zustimmung der Regierungen der beteiligten Länder
Recht der Verwaltung des Vereinigten Wirtschaftsgebietes, soweit es nach
Artikel 124 oder 125 als Bundesrecht fortgilt, innerhalb eines Jahres nach
Verkündung dieses Grundgesetzes in den Ländern Baden, Groß-Berlin,
Rheinland-Pfalz und Württemberg-Hohenzollern in Kraft setzen.
Art 128
Soweit
fortgeltendes Recht Weisungsrechte im Sinne des Artikels 84 Abs. 5 vorsieht,
bleiben sie bis zu einer anderweitigen gesetzlichen Regelung bestehen.
Art 129
(1)
Soweit in Rechtsvorschriften, die als Bundesrecht fortgelten, eine Ermächtigung
zum Erlasse von Rechtsverordnungen oder allgemeinen Verwaltungsvorschriften
sowie zur Vornahme von Verwaltungsakten enthalten ist, geht sie auf die nunmehr
sachlich zuständigen Stellen über. In Zweifelsfällen entscheidet die
Bundesregierung im Einvernehmen mit dem Bundesrate; die Entscheidung ist zu
veröffentlichen.
(2)
Soweit in Rechtsvorschriften, die als Landesrecht fortgelten, eine solche
Ermächtigung enthalten ist, wird sie von den nach Landesrecht zuständigen
Stellen ausgeübt.
(3)
Soweit Rechtsvorschriften im Sinne der Absätze 1 und 2 zu ihrer Änderung oder
Ergänzung oder zum Erlaß von Rechtsvorschriften an Stelle von Gesetzen
ermächtigen, sind diese Ermächtigungen erloschen.
(4)
Die Vorschriften der Absätze 1 und 2 gelten entsprechend, soweit in
Rechtsvorschriften auf nicht mehr geltende Vorschriften oder nicht mehr
bestehende Einrichtungen verwiesen ist.
Art 130
(1)
Verwaltungsorgane und sonstige der öffentlichen Verwaltung oder Rechtspflege
dienende Einrichtungen, die nicht auf Landesrecht oder Staatsverträgen zwischen
Ländern beruhen, sowie die Betriebsvereinigung der südwestdeutschen Eisenbahnen
und der Verwaltungsrat für das Post- und Fernmeldewesen für das französische
Besatzungsgebiet unterstehen der Bundesregierung. Diese regelt mit Zustimmung
des Bundesrates die Überführung, Auflösung oder Abwicklung.
(2)
Oberster Disziplinarvorgesetzter der Angehörigen dieser Verwaltungen und
Einrichtungen ist der zuständige Bundesminister.
(3)
Nicht landesunmittelbare und nicht auf Staatsverträgen zwischen den Ländern
beruhende Körperschaften und Anstalten des öffentlichen Rechtes unterstehen der
Aufsicht der zuständigen obersten Bundesbehörde.
Art 131
Die
Rechtsverhältnisse von Personen einschließlich der Flüchtlinge und
Vertriebenen, die am 8. Mai 1945 im öffentlichen Dienste standen, aus anderen
als beamten- oder tarifrechtlichen Gründen ausgeschieden sind und bisher nicht
oder nicht ihrer früheren Stellung entsprechend verwendet werden, sind durch
Bundesgesetz zu regeln. Entsprechendes gilt für Personen einschließlich der
Flüchtlinge und Vertriebenen, die am 8. Mai 1945 versorgungsberechtigt waren
und aus anderen als beamten- oder tarifrechtlichen Gründen keine oder keine
entsprechende Versorgung mehr erhalten. Bis zum Inkrafttreten des
Bundesgesetzes können vorbehaltlich anderweitiger landesrechtlicher Regelung
Rechtsansprüche nicht geltend gemacht werden.
Art 132
(1)
Beamte und Richter, die im Zeitpunkte des Inkrafttretens dieses Grundgesetzes
auf Lebenszeit angestellt sind, können binnen sechs Monaten nach dem ersten
Zusammentritt des Bundestages in den Ruhestand oder Wartestand oder in ein Amt
mit niedrigerem Diensteinkommen versetzt werden, wenn ihnen die persönliche
oder fachliche Eignung für ihr Amt fehlt. Auf Angestellte, die in einem
unkündbaren Dienstverhältnis stehen, findet diese Vorschrift entsprechende
Anwendung. Bei Angestellten, deren Dienstverhältnis kündbar ist, können über
die tarifmäßige Regelung hinausgehende Kündigungsfristen innerhalb der gleichen
Frist aufgehoben werden.
(2)
Diese Bestimmung findet keine Anwendung auf Angehörige des öffentlichen
Dienstes, die von den Vorschriften über die "Befreiung von
Nationalsozialismus und Militarismus" nicht betroffen oder die anerkannte
Verfolgte des Nationalsozialismus sind, sofern nicht ein wichtiger Grund in
ihrer Person vorliegt.
(3)
Den Betroffenen steht der Rechtsweg gemäß Artikel 19 Abs. 4 offen.
(4)
Das Nähere bestimmt eine Verordnung der Bundesregierung, die der Zustimmung des
Bundesrates bedarf.
Art 133
Der
Bund tritt in die Rechte und Pflichten der Verwaltung des Vereinigten
Wirtschaftsgebietes ein.
Art 134
(1)
Das Vermögen des Reiches wird grundsätzlich Bundesvermögen.
(2)
Soweit es nach seiner ursprünglichen Zweckbestimmung überwiegend für
Verwaltungsaufgaben bestimmt war, die nach diesem Grundgesetze nicht
Verwaltungsaufgaben des Bundes sind, ist es unentgeltlich auf die nunmehr
zuständigen Aufgabenträger und, soweit es nach seiner gegenwärtigen, nicht nur
vorübergehenden Benutzung Verwaltungsaufgaben dient, die nach diesem
Grundgesetze nunmehr von den Ländern zu erfüllen sind, auf die Länder zu
übertragen. Der Bund kann auch sonstiges Vermögen den Ländern übertragen.
(3)
Vermögen, das dem Reich von den Ländern und Gemeinden (Gemeindeverbänden)
unentgeltlich zur Verfügung gestellt wurde, wird wiederum Vermögen der Länder
und Gemeinden (Gemeindeverbände), soweit es nicht der Bund für eigene Verwaltungsaufgaben
benötigt.
(4)
Das Nähere regelt ein Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf.
Art 135
(1)
Hat sich nach dem 8. Mai 1945 bis zum Inkrafttreten dieses Grundgesetzes die
Landeszugehörigkeit eines Gebietes geändert, so steht in diesem Gebiete das
Vermögen des Landes, dem das Gebiet angehört hat, dem Lande zu, dem es jetzt
angehört.
(2)
Das Vermögen nicht mehr bestehender Länder und nicht mehr bestehender anderer
Körperschaften und Anstalten des öffentlichen Rechtes geht, soweit es nach
seiner ursprünglichen Zweckbestimmung überwiegend für Verwaltungsaufgaben
bestimmt war, oder nach seiner gegenwärtigen, nicht nur vorübergehenden Benutzung
überwiegend Verwaltungsaufgaben dient, auf das Land oder die Körperschaft oder
Anstalt des öffentlichen Rechtes über, die nunmehr diese Aufgaben erfüllen.
(3)
Grundvermögen nicht mehr bestehender Länder geht einschließlich des Zubehörs,
soweit es nicht bereits zu Vermögen im Sinne des Absatzes 1 gehört, auf das
Land über, in dessen Gebiet es belegen ist.
(4)
Sofern ein überwiegendes Interesse des Bundes oder das besondere Interesse
eines Gebietes es erfordert, kann durch Bundesgesetz eine von den Absätzen 1
bis 3 abweichende Regelung getroffen werden.
(5)
Im übrigen wird die Rechtsnachfolge und die Auseinandersetzung, soweit sie
nicht bis zum 1. Januar 1952 durch Vereinbarung zwischen den beteiligten
Ländern oder Körperschaften oder Anstalten des öffentlichen Rechtes erfolgt,
durch Bundesgesetz geregelt, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf.
(6)
Beteiligungen des ehemaligen Landes Preußen an Unternehmen des privaten Rechtes
gehen auf den Bund über. Das Nähere regelt ein Bundesgesetz, das auch Abweichendes
bestimmen kann.
(7)
Soweit über Vermögen, das einem Lande oder einer Körperschaft oder Anstalt des
öffentlichen Rechtes nach den Absätzen 1 bis 3 zufallen würde, von dem danach
Berechtigten durch ein Landesgesetz, auf Grund eines Landesgesetzes oder in
anderer Weise bei Inkrafttreten des Grundgesetzes verfügt worden war, gilt der
Vermögensübergang als vor der Verfügung erfolgt.
Art 135a
(1)
Durch die in Artikel 134 Abs. 4 und Artikel 135 Abs. 5 vorbehaltene
Gesetzgebung des Bundes kann auch bestimmt werden, daß nicht oder nicht in
voller Höhe zu erfüllen sind
1.
Verbindlichkeiten
des Reiches sowie Verbindlichkeiten des ehemaligen Landes Preußen und sonstiger
nicht mehr bestehender Körperschaften und Anstalten des öffentlichen Rechts,
2.
Verbindlichkeiten
des Bundes oder anderer Körperschaften und Anstalten des öffentlichen Rechts,
welche mit dem Übergang von Vermögenswerten nach Artikel 89, 90, 134 und 135 im
Zusammenhang stehen, und Verbindlichkeiten dieser Rechtsträger, die auf
Maßnahmen der in Nummer 1 bezeichneten Rechtsträger beruhen,
3.
Verbindlichkeiten
der Länder und Gemeinden (Gemeindeverbände), die aus Maßnahmen entstanden sind,
welche diese Rechtsträger vor dem 1. August 1945 zur Durchführung von
Anordnungen der Besatzungsmächte oder zur Beseitigung eines kriegsbedingten
Notstandes im Rahmen dem Reich obliegender oder vom Reich übertragener
Verwaltungsaufgaben getroffen haben.
(2)
Absatz 1 findet entsprechende Anwendung auf Verbindlichkeiten der Deutschen
Demokratischen Republik oder ihrer Rechtsträger sowie auf Verbindlichkeiten des
Bundes oder anderer Körperschaften und Anstalten des öffentlichen Rechts, die
mit dem Übergang von Vermögenswerten der Deutschen Demokratischen Republik auf
Bund, Länder und Gemeinden im Zusammenhang stehen, und auf Verbindlichkeiten,
die auf Maßnahmen der Deutschen Demokratischen Republik oder ihrer Rechtsträger
beruhen.
Art 136
(1)
Der Bundesrat tritt erstmalig am Tage des ersten Zusammentrittes des
Bundestages zusammen.
(2)
Bis zur Wahl des ersten Bundespräsidenten werden dessen Befugnisse von dem
Präsidenten des Bundesrates ausgeübt. Das Recht der Auflösung des Bundestages
steht ihm nicht zu.
Art 137
(1)
Die Wählbarkeit von Beamten, Angestellten des öffentlichen Dienstes,
Berufssoldaten, freiwilligen Soldaten auf Zeit und Richtern im Bund, in den
Ländern und den Gemeinden kann gesetzlich beschränkt werden.
(2)
Für die Wahl des ersten Bundestages, der ersten Bundesversammlung und des
ersten Bundespräsidenten der Bundesrepublik gilt das vom Parlamentarischen Rat
zu beschließende Wahlgesetz.
(3)
Die dem Bundesverfassungsgerichte gemäß Artikel 41 Abs. 2 zustehende Befugnis
wird bis zu seiner Errichtung von dem Deutschen Obergericht für das Vereinigte
Wirtschaftsgebiet wahrgenommen, das nach Maßgabe seiner Verfahrensordnung
entscheidet.
Art 138
Änderungen
der Einrichtungen des jetzt bestehenden Notariats in den Ländern Baden, Bayern,
Württemberg-Baden und Württemberg-Hohenzollern bedürfen der Zustimmung der
Regierungen dieser Länder.
Art 139
Die
zur "Befreiung des deutschen Volkes vom Nationalsozialismus und
Militarismus" erlassenen Rechtsvorschriften werden von den Bestimmungen
dieses Grundgesetzes nicht berührt.
Art 140
Die
Bestimmungen der Artikel 136, 137, 138, 139 und 141 der deutschen Verfassung
vom 11. August 1919 sind Bestandteil dieses Grundgesetzes.
Fußnote
(+++
Nichtamtlicher Hinweis:
Die aufgeführten Artikel der deutschen Verfassung vom 11.8.1919 - ebenfalls abgedruckt unter der FNA Nr. 100-2 (siehe juris-Abk: WRV) - lauten wie folgt:
Art. 136
Die aufgeführten Artikel der deutschen Verfassung vom 11.8.1919 - ebenfalls abgedruckt unter der FNA Nr. 100-2 (siehe juris-Abk: WRV) - lauten wie folgt:
Art. 136
(1)
Die bürgerlichen und staatsbürgerlichen Rechte und Pflichten werden durch die
Ausübung der Religionsfreiheit weder bedingt noch beschränkt.
(2)
Der Genuß bürgerlicher und staatsbürgerlicher Rechte sowie die Zulassung zu
öffentlichen Ämtern sind unabhängig von dem religiösen Bekenntnis.
(3)
Niemand ist verpflichtet, seine religiöse Überzeugung zu offenbaren. Die
Behörden haben nur soweit das Recht, nach der Zugehörigkeit zu einer
Religionsgesellschaft zu fragen, als davon Rechte und Pflichten abhängen oder
eine gesetzlich angeordnete statistische Erhebung dies erfordert.
(4)
Niemand darf zu einer kirchlichen Handlung oder Feierlichkeit oder zur
Teilnahme an religiösen Übungen oder zur Benutzung einer religiösen Eidesform
gezwungen werden.
Art. 137
Art. 137
(1)
Es besteht keine Staatskirche.
(2)
Die Freiheit der Vereinigung zu Religionsgesellschaften wird gewährleistet. Der
Zusammenschluß von Religionsgesellschaften innerhalb des Reichsgebiets
unterliegt keinen Beschränkungen.
(3)
Jede Religionsgesellschaft ordnet und verwaltet ihre Angelegenheiten
selbständig innerhalb der Schranken des für alle geltenden Gesetzes. Sie
verleiht ihre Ämter ohne Mitwirkung des Staates oder der bürgerlichen Gemeinde.
(4)
Religionsgesellschaften erwerben die Rechtsfähigkeit nach den allgemeinen
Vorschriften des bürgerlichen Rechtes.
(5)
Die Religionsgesellschaften bleiben Körperschaften des öffentlichen Rechtes,
soweit sie solche bisher waren. Anderen Religionsgesellschaften sind auf ihren
Antrag gleiche Rechte zu gewähren, wenn sie durch ihre Verfassung und die Zahl
ihrer Mitglieder die Gewähr der Dauer bieten. Schließen sich mehrere derartige
öffentlich-rechtliche Religionsgesellschaften zu einem Verbande zusammen, so
ist auch dieser Verband eine öffentlich-rechtliche Körperschaft.
(6)
Die Religionsgesellschaften, welche Körperschaften des öffentlichen Rechtes
sind, sind berechtigt, auf Grund der bürgerlichen Steuerlisten nach Maßgabe der
landesrechtlichen Bestimmungen Steuern zu erheben.
(7)
Den Religionsgesellschaften werden die Vereinigungen gleichgestellt, die sich
die gemeinschaftliche Pflege einer Weltanschauung zur Aufgabe machen.
(8)
Soweit die Durchführung dieser Bestimmungen eine weitere Regelung erfordert,
liegt diese der Landesgesetzgebung ob.
Art. 138
Art. 138
(1)
Die auf Gesetz, Vertrag oder besonderen Rechtstiteln beruhenden
Staatsleistungen an die Religionsgesellschaften werden durch die
Landesgesetzgebung abgelöst. Die Grundsätze hierfür stellt das Reich auf.
(2)
Das Eigentum und andere Rechte der Religionsgesellschaften und religiösen
Vereine an ihren für Kultus-, Unterrichts- und Wohltätigkeitszwecke bestimmten
Anstalten, Stiftungen und sonstigen Vermögen werden gewährleistet.
Art. 139
Art. 139
Der
Sonntag und die staatlich anerkannten Feiertage bleiben als Tage der
Arbeitsruhe und der seelischen Erhebung gesetzlich geschützt.
Art. 141
Art. 141
Soweit
das Bedürfnis nach Gottesdienst und Seelsorge im Heer, in Krankenhäusern,
Strafanstalten oder sonstigen öffentlichen Anstalten besteht, sind die
Religionsgesellschaften zur Vornahme religiöser Handlungen zuzulassen, wobei
jeder Zwang fernzuhalten ist.
+++)
+++)
Art 141
Artikel
7 Abs. 3 Satz 1 findet keine Anwendung in einem Lande, in dem am 1. Januar 1949
eine andere landesrechtliche Regelung bestand.
Art 142
Ungeachtet
der Vorschrift des Artikels 31 bleiben Bestimmungen der Landesverfassungen auch
insoweit in Kraft, als sie in Übereinstimmung mit den Artikeln 1 bis 18 dieses
Grundgesetzes Grundrechte gewährleisten.
Art 142a
-
Art 143
(1)
Recht in dem in Artikel 3 des Einigungsvertrags genannten Gebiet kann längstens
bis zum 31. Dezember 1992 von Bestimmungen dieses Grundgesetzes abweichen,
soweit und solange infolge der unterschiedlichen Verhältnisse die völlige
Anpassung an die grundgesetzliche Ordnung noch nicht erreicht werden kann.
Abweichungen dürfen nicht gegen Artikel 19 Abs. 2 verstoßen und müssen mit den
in Artikel 79 Abs. 3 genannten Grundsätzen vereinbar sein.
(2)
Abweichungen von den Abschnitten II, VIII, VIIIa, IX, X und XI sind längstens
bis zum 31. Dezember 1995 zulässig.
(3)
Unabhängig von Absatz 1 und 2 haben Artikel 41 des Einigungsvertrags und
Regelungen zu seiner Durchführung auch insoweit Bestand, als sie vorsehen, daß
Eingriffe in das Eigentum auf dem in Artikel 3 dieses Vertrags genannten Gebiet
nicht mehr rückgängig gemacht werden.
Art 143a
(1)
Der Bund hat die ausschließliche Gesetzgebung über alle Angelegenheiten, die
sich aus der Umwandlung der in bundeseigener Verwaltung geführten
Bundeseisenbahnen in Wirtschaftsunternehmen ergeben. Artikel 87e Abs. 5 findet
entsprechende Anwendung. Beamte der Bundeseisenbahnen können durch Gesetz unter
Wahrung ihrer Rechtsstellung und der Verantwortung des Dienstherrn einer
privat-rechtlich organisierten Eisenbahn des Bundes zur Dienstleistung
zugewiesen werden.
(2)
Gesetze nach Absatz 1 führt der Bund aus.
(3)
Die Erfüllung der Aufgaben im Bereich des Schienenpersonennahverkehrs der
bisherigen Bundeseisenbahnen ist bis zum 31. Dezember 1995 Sache des Bundes.
Dies gilt auch für die entsprechenden Aufgaben der Eisenbahnverkehrsverwaltung.
Das Nähere wird durch Bundesgesetz geregelt, das der Zustimmung des Bundesrates
bedarf.
Art 143b
(1)
Das Sondervermögen Deutsche Bundespost wird nach Maßgabe eines Bundesgesetzes
in Unternehmen privater Rechtsform umgewandelt. Der Bund hat die
ausschließliche Gesetzgebung über alle sich hieraus ergebenden Angelegenheiten.
(2)
Die vor der Umwandlung bestehenden ausschließlichen Rechte des Bundes können
durch Bundesgesetz für eine Übergangszeit den aus der Deutschen Bundespost
POSTDIENST und der Deutschen Bundespost TELEKOM hervorgegangenen Unternehmen
verliehen werden. Die Kapitalmehrheit am Nachfolgeunternehmen der Deutschen
Bundespost POSTDIENST darf der Bund frühestens fünf Jahre nach Inkrafttreten
des Gesetzes aufgeben. Dazu bedarf es eines Bundesgesetzes mit Zustimmung des
Bundesrates.
(3)
Die bei der Deutschen Bundespost tätigen Bundesbeamten werden unter Wahrung
ihrer Rechtsstellung und der Verantwortung des Dienstherrn bei den privaten
Unternehmen beschäftigt. Die Unternehmen üben Dienstherrenbefugnisse aus. Das
Nähere bestimmt ein Bundesgesetz.
Art 143c
(1)
Den Ländern stehen ab dem 1. Januar 2007 bis zum 31. Dezember 2019 für den
durch die Abschaffung der Gemeinschaftsaufgaben Ausbau und Neubau von
Hochschulen einschließlich Hochschulkliniken und Bildungsplanung sowie für den
durch die Abschaffung der Finanzhilfen zur Verbesserung der
Verkehrsverhältnisse der Gemeinden und zur sozialen Wohnraumförderung bedingten
Wegfall der Finanzierungsanteile des Bundes jährlich Beträge aus dem Haushalt
des Bundes zu. Bis zum 31. Dezember 2013 werden diese Beträge aus dem
Durchschnitt der Finanzierungsanteile des Bundes im Referenzzeitraum 2000 bis
2008 ermittelt.
(2)
Die Beträge nach Absatz 1 werden auf die Länder bis zum 31. Dezember 2013 wie
folgt verteilt:
1.
als jährliche
Festbeträge, deren Höhe sich nach dem Durchschnittsanteil eines jeden Landes im
Zeitraum 2000 bis 2003 errechnet;
2.
jeweils zweckgebunden
an den Aufgabenbereich der bisherigen Mischfinanzierungen.
(3)
Bund und Länder überprüfen bis Ende 2013, in welcher Höhe die den Ländern nach
Absatz 1 zugewiesenen Finanzierungsmittel zur Aufgabenerfüllung der Länder noch
angemessen und erforderlich sind. Ab dem 1. Januar 2014 entfällt die nach
Absatz 2 Nr. 2 vorgesehene Zweckbindung der nach Absatz 1 zugewiesenen
Finanzierungsmittel; die investive Zweckbindung des Mittelvolumens bleibt
bestehen. Die Vereinbarungen aus dem Solidarpakt II bleiben unberührt.
(4)
Das Nähere regelt ein Bundesgesetz, das der Zustimmung des Bundesrates bedarf.
Art 143d
(1)
Artikel 109 und 115 in der bis zum 31. Juli 2009 geltenden Fassung sind
letztmals auf das Haushaltsjahr 2010 anzuwenden. Artikel 109 und 115 in der ab
dem 1. August 2009 geltenden Fassung sind erstmals für das Haushaltsjahr 2011
anzuwenden; am 31. Dezember 2010 bestehende Kreditermächtigungen für bereits
eingerichtete Sondervermögen bleiben unberührt. Die Länder dürfen im Zeitraum
vom 1. Januar 2011 bis zum 31. Dezember 2019 nach Maßgabe der geltenden
landesrechtlichen Regelungen von den Vorgaben des Artikels 109 Absatz 3
abweichen. Die Haushalte der Länder sind so aufzustellen, dass im Haushaltsjahr
2020 die Vorgabe aus Artikel 109 Absatz 3 Satz 5 erfüllt wird. Der Bund kann im
Zeitraum vom 1. Januar 2011 bis zum 31. Dezember 2015 von der Vorgabe des
Artikels 115 Absatz 2 Satz 2 abweichen. Mit dem Abbau des bestehenden Defizits
soll im Haushaltsjahr 2011 begonnen werden. Die jährlichen Haushalte sind so
aufzustellen, dass im Haushaltsjahr 2016 die Vorgabe aus Artikel 115 Absatz 2
Satz 2 erfüllt wird; das Nähere regelt ein Bundesgesetz.
(2)
Als Hilfe zur Einhaltung der Vorgaben des Artikels 109 Absatz 3 ab dem 1.
Januar 2020 können den Ländern Berlin, Bremen, Saarland, Sachsen-Anhalt und
Schleswig-Holstein für den Zeitraum 2011 bis 2019 Konsolidierungshilfen aus dem
Haushalt des Bundes in Höhe von insgesamt 800 Millionen Euro jährlich gewährt
werden. Davon entfallen auf Bremen 300 Millionen Euro, auf das Saarland 260
Millionen Euro und auf Berlin, Sachsen-Anhalt und Schleswig-Holstein jeweils 80
Millionen Euro. Die Hilfen werden auf der Grundlage einer
Verwaltungsvereinbarung nach Maßgabe eines Bundesgesetzes mit Zustimmung des
Bundesrates geleistet. Die Gewährung der Hilfen setzt einen vollständigen Abbau
der Finanzierungsdefizite bis zum Jahresende 2020 voraus. Das Nähere,
insbesondere die jährlichen Abbauschritte der Finanzierungsdefizite, die
Überwachung des Abbaus der Finanzierungsdefizite durch den Stabilitätsrat sowie
die Konsequenzen im Falle der Nichteinhaltung der Abbauschritte, wird durch
Bundesgesetz mit Zustimmung des Bundesrates und durch Verwaltungsvereinbarung
geregelt. Die gleichzeitige Gewährung der Konsolidierungshilfen und
Sanierungshilfen auf Grund einer extremen Haushaltsnotlage ist ausgeschlossen.
(3)
Die sich aus der Gewährung der Konsolidierungshilfen ergebende
Finanzierungslast wird hälftig von Bund und Ländern, von letzteren aus ihrem
Umsatzsteueranteil, getragen. Das Nähere wird durch Bundesgesetz mit Zustimmung
des Bundesrates geregelt.
Art 144
(1)
Dieses Grundgesetz bedarf der Annahme durch die Volksvertretungen in zwei
Dritteln der deutschen Länder, in denen es zunächst gelten soll.
(2)
Soweit die Anwendung dieses Grundgesetzes in einem der in Artikel 23
aufgeführten Länder oder in einem Teile eines dieser Länder Beschränkungen
unterliegt, hat das Land oder der Teil des Landes das Recht, gemäß Artikel 38
Vertreter in den Bundestag und gemäß Artikel 50 Vertreter in den Bundesrat zu
entsenden.
Art 145
(1)
Der Parlamentarische Rat stellt in öffentlicher Sitzung unter Mitwirkung der
Abgeordneten Groß-Berlins die Annahme dieses Grundgesetzes fest, fertigt es aus
und verkündet es.
(2)
Dieses Grundgesetz tritt mit Ablauf des Tages der Verkündung in Kraft.
(3)
Es ist im Bundesgesetzblatte zu veröffentlichen.
Art 146
Dieses
Grundgesetz, das nach Vollendung der Einheit und Freiheit Deutschlands für das
gesamte deutsche Volk gilt, verliert seine Gültigkeit an dem Tage, an dem eine
Verfassung in Kraft tritt, die von dem deutschen Volke in freier Entscheidung
beschlossen worden ist.
Anhang EV
-
EinigVtr v. 31.8.1990 II 889, 890 - 892, -
sieht folgende Maßgaben vor:
Artikel 3
Inkrafttreten des Grundgesetzes
Mit dem Wirksamwerden des Beitritts tritt das Grundgesetz für die Bundesrepublik Deutschland in der im Bundesgesetzblatt Teil III, Gliederungsnummer 100-1, veröffentlichten bereinigten Fassung, zuletzt geändert durch Gesetz vom 21. Dezember 1983 (BGBl. I S. 1481), in den Ländern Brandenburg, Mecklenburg-Vorpommern, Sachsen, Sachsen-Anhalt und Thüringen sowie in dem Teil des Landes Berlin, in dem es bisher nicht galt, mit den sich aus Artikel 4 ergebenden Änderungen in Kraft, soweit in diesem Vertrag nichts anderes bestimmt ist.
Artikel 4
Beitrittsbedingte Änderungen des Grundgesetzes
... (betroffen: Präambel, Art. 23, 51, 135a, 143, 146)
Artikel 5
Künftige Verfassungsänderungen
Die Regierungen der beiden Vertragsparteien empfehlen den gesetzgebenden Körperschaften des vereinten Deutschlands, sich innerhalb von zwei Jahren mit den im Zusammenhang mit der deutschen Einigung aufgeworfenen Fragen zur Änderung oder Ergänzung des Grundgesetzes zu befassen, insbesondere
sieht folgende Maßgaben vor:
Artikel 3
Inkrafttreten des Grundgesetzes
Mit dem Wirksamwerden des Beitritts tritt das Grundgesetz für die Bundesrepublik Deutschland in der im Bundesgesetzblatt Teil III, Gliederungsnummer 100-1, veröffentlichten bereinigten Fassung, zuletzt geändert durch Gesetz vom 21. Dezember 1983 (BGBl. I S. 1481), in den Ländern Brandenburg, Mecklenburg-Vorpommern, Sachsen, Sachsen-Anhalt und Thüringen sowie in dem Teil des Landes Berlin, in dem es bisher nicht galt, mit den sich aus Artikel 4 ergebenden Änderungen in Kraft, soweit in diesem Vertrag nichts anderes bestimmt ist.
Artikel 4
Beitrittsbedingte Änderungen des Grundgesetzes
... (betroffen: Präambel, Art. 23, 51, 135a, 143, 146)
Artikel 5
Künftige Verfassungsänderungen
Die Regierungen der beiden Vertragsparteien empfehlen den gesetzgebenden Körperschaften des vereinten Deutschlands, sich innerhalb von zwei Jahren mit den im Zusammenhang mit der deutschen Einigung aufgeworfenen Fragen zur Änderung oder Ergänzung des Grundgesetzes zu befassen, insbesondere
-
in bezug auf
das Verhältnis zwischen Bund und Ländern entsprechend dem Gemeinsamen Beschluß
der Ministerpräsidenten vom 5. Juli 1990,
-
in bezug auf
die Möglichkeit einer Neugliederung für den Raum Berlin/Brandenburg abweichend
von den Vorschriften des Artikels 29 des Grundgesetzes durch Vereinbarung der
beteiligten Länder,
-
mit den
Überlegungen zur Aufnahme von Staatszielbestimmungen in das Grundgesetz sowie
-
mit der Frage
der Anwendung des Artikels 146 des Grundgesetzes und in deren Rahmen einer Volksabstimmung.
Artikel 6
Ausnahmebestimmung
Artikel 131 des Grundgesetzes wird in dem in Artikel 3 genannten Gebiet vorerst nicht in Kraft gesetzt.
Artikel 7
Finanzverfassung
(1) Die Finanzverfassung der Bundesrepublik Deutschland wird auf das in Artikel 3 genannte Gebiet erstreckt, soweit in diesem Vertrag nichts anderes bestimmt ist.
(2)
Für die Verteilung des Steueraufkommens auf den Bund sowie auf die Länder und
Gemeinden (Gemeindeverbände) in dem in Artikel 3 genannten Gebiet gelten die
Bestimmungen des Artikels 106 des Grundgesetzes mit der Maßgabe, daß
1.
bis zum 31.
Dezember 1994 Absatz 3 Satz 4 und Absatz 4 keine Anwendung finden;
2.
bis zum 31.
Dezember 1996 der Anteil der Gemeinden an dem Aufkommen der Einkommensteuer
nach Artikel 106 Abs. 5 des Grundgesetzes von den Ländern an die Gemeinden
nicht auf der Grundlage der Einkommensteuerleistung ihrer Einwohner, sondern
nach der Einwohnerzahl der Gemeinden weitergeleitet wird;
3.
bis zum 31.
Dezember 1994 abweichend von Artikel 106 Abs. 7 des Grundgesetzes den Gemeinden
(Gemeindeverbänden) von dem Länderanteil am Gesamtaufkommen der
Gemeinschaftssteuern und dem gesamten Aufkommen der Landessteuern ein
jährlicher Anteil von mindestens 20 vom Hundert sowie vom Länderanteil aus den
Mitteln des Fonds "Deutsche Einheit" nach Absatz 5 Nr. 1 ein
jährlicher Anteil von 40 vom Hundert zufließt.
(3)
Artikel 107 des Grundgesetzes gilt in dem in Artikel 3 genannten Gebiet mit der
Maßgabe, daß bis zum 31. Dezember 1994 zwischen den bisherigen Ländern der
Bundesrepublik Deutschland und den Ländern in dem in Artikel 3 genannten Gebiet
die Regelung des Absatzes 1 Satz 4 nicht angewendet wird und ein
gesamtdeutscher Länderfinanzausgleich (Artikel 107 Abs. 2 des Grundgesetzes)
nicht stattfindet. Der gesamtdeutsche Länderanteil an der Umsatzsteuer wird so
in einen Ost- und Westanteil aufgeteilt, daß im Ergebnis der durchschnittliche
Umsatzsteueranteil pro Einwohner in den Ländern Brandenburg,
Mecklenburg-Vorpommern, Sachsen, Sachsen-Anhalt und Thüringen in den Jahren
1991
|
55 vom Hundert
|
1992
|
60 vom Hundert
|
1993
|
65 vom Hundert
|
1994
|
70 vom Hundert
|
des durchschnittlichen Umsatzsteueranteils pro Einwohner in den Ländern Baden-Württemberg, Bayern, Bremen, Hessen, Hamburg, Niedersachsen, Nordrhein-Westfalen, Rheinland-Pfalz, Saarland und Schleswig-Holstein beträgt. Der Anteil des Landes Berlin wird vorab nach der Einwohnerzahl berechnet. Die Regelungen dieses Absatzes werden für 1993 in Ansehung der dann vorhandenen Gegebenheiten überprüft.
(4)
Das in Artikel 3 genannte Gebiet wird in die Regelungen der Artikel 91a, 91b
und 104a Abs. 3 und 4 des Grundgesetzes einschließlich der hierzu ergangenen
Ausführungsbestimmungen nach Maßgabe dieses Vertrags mit Wirkung vom 1. Januar
1991 einbezogen.
(5)
Nach Herstellung der deutschen Einheit werden die jährlichen Leistungen des
Fonds "Deutsche Einheit"
1.
zu 85 vom
Hundert als besondere Unterstützung den Ländern Brandenburg,
Mecklenburg-Vorpommern, Sachsen, Sachsen-Anhalt und Thüringen sowie dem Land
Berlin zur Deckung ihres allgemeinen Finanzbedarfs gewährt und auf diese Länder
im Verhältnis ihrer Einwohnerzahl ohne Berücksichtigung der Einwohnerzahl von
Berlin (West) verteilt sowie
2.
zu 15 vom
Hundert zur Erfüllung zentraler öffentlicher Aufgaben auf dem Gebiet der
vorgenannten Länder verwendet.
(6)
Bei grundlegender Veränderung der Gegebenheiten werden die Möglichkeiten
weiterer Hilfe zum angemessenen Ausgleich der Finanzkraft für die Länder in dem
in Artikel 3 genannten Gebiet von Bund und Ländern gemeinsam geprüft.
ipe 1
( 1 ) The martabat manusia tidak dapat diganggu gugat . Untuk menghormati dan melindungi itu akan menjadi tugas dari semua otoritas negara .
( 2 ) Orang-orang Jerman karena itu mengakui hak asasi manusia diganggu gugat dan tidak dapat dicabut sebagai dasar dari setiap masyarakat , perdamaian dan keadilan di dunia.
( 3 ) Hak-hak dasar berikut akan mengikat legislatif , eksekutif dan lembaga peradilan hukum sebagai langsung berlaku .
Tabel Tidak Resmi Isi
tipe 2
( 1 ) Setiap orang berhak untuk bebas perkembangan kepribadiannya sejauh ia tidak melanggar hak orang lain dan tidak melanggar tatanan konstitusional atau hukum moral .
( 2 ) Setiap orang berhak untuk hidup dan integritas fisik . Kebebasan pribadi tidak dapat diganggu gugat . Hak-hak ini dapat mengganggu hanya berdasarkan hukum .
Tabel Tidak Resmi Isi
tipe 3
( 1 ) Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum .
( 2 ) Pria dan wanita adalah sama . Negara harus memajukan implementasi aktual dari kesetaraan hak bagi perempuan dan laki-laki dan mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan kelemahan yang sekarang ada .
( 3 ) Tidak seorang pun dapat berprasangka atau disukai karena seksnya , orangtuanya , ras , bahasanya , tanah air dan asalnya, imannya , atau pendapat agama atau politik . Tidak seorangpun dapat didiskriminasikan karena kecacatannya .
Tabel Tidak Resmi Isi
tipe 4
( 1 ) Kebebasan iman dan hati nurani , dan kebebasan keyakinan agama atau filsafat , akan diganggu gugat .
( 2 ) Praktek terganggu agama harus dijamin .
( 3 ) Tidak seorang pun dapat dipaksa melawan hati nuraninya untuk memberikan pelayanan militer di bawah lengan . Detail diatur oleh undang-undang federal.
Tabel Tidak Resmi Isi
Art 5
( 1 ) Setiap orang berhak bebas untuk mengekspresikan pendapatnya dalam pidato , tulisan dan gambar , dan mendistribusikan dan untuk menginformasikan dirinya tanpa hambatan dari sumber umumnya diakses . Kebebasan pers dan kebebasan pelaporan melalui siaran dan film harus dijamin . Sensor tidak terjadi .
( 2 ) Hak-hak ini akan menemukan batas mereka dalam ketentuan hukum umum , dalam ketentuan untuk melindungi kaum muda dan hak untuk kehormatan pribadi .
( 3 ) Seni dan ilmu pengetahuan , penelitian dan pengajaran gratis . Kebebasan mengajar tidak membebaskan dari loyalitas kepada konstitusi .
Tabel Tidak Resmi Isi
Art 6
( 1 ) Pernikahan dan keluarga akan menikmati perlindungan khusus dari negara .
( 2 ) Perawatan dan pengasuhan anak-anak adalah hak alami dari orang tua dan kewajiban terutama kewajiban atas mereka . Melalui operasi memonitor komunitas negara .
( 3 ) Terhadap keinginan orang tua dan wali anak-anak dapat dipisahkan hanya atas dasar hukum keluarga , jika wali gagal atau ketika anak-anak mengancam untuk pergi ke untuk alasan lain .
( 4 ) Setiap ibu memiliki hak untuk perlindungan tersebut dan perawatan masyarakat .
( 5 ) anak-anak tidak sah yang oleh undang-undang untuk menciptakan kesempatan yang sama bagi perkembangan fisik dan mental mereka dan posisi mereka dalam masyarakat sebagai anak yang sah .
Tabel Tidak Resmi Isi
Art 7
( 1 ) Seluruh sekolah di bawah pengawasan negara .
( 2) wali memiliki hak untuk memutuskan partisipasi anak-anak menerima pelajaran agama .
( 3 ) Pengajaran agama di sekolah umum , kecuali di sekolah-sekolah non - denominasi subjek biasa . Tanpa mengurangi hak negara pengawasan , pengajaran agama dikeluarkan sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Tidak ada guru dapat diwajibkan kemauannya untuk memberikan pelajaran agama .
( 4 ) Hak untuk mendirikan sekolah swasta dijamin . Sekolah swasta sebagai pengganti sekolah umum memerlukan persetujuan dari negara dan tunduk pada undang-undang negara . Persetujuan tersebut diberikan jika sekolah swasta tidak kembali tujuan pendidikan mereka , fasilitas dan pelatihan guru di belakang sekolah negeri dan pilihan siswa tidak didorong oleh cara orang tua mereka . Otorisasi itu harus menolak jika posisi ekonomi dan hukum guru tidak mempunyai jaminan yang cukup .
( 5 ) Sebuah sekolah dasar swasta harus disetujui hanya jika otoritas pendidikan menemukan bahwa minat pedagogis khusus atau , atas permintaan orang tua atau wali , itu komitmen atau sekolah ideologis yang akan dibangun sebagai sekolah masyarakat , sebagai dan sekolah dasar negeri dari jenis yang ada di masyarakat .
( 6 ) pra - sekolah untuk menang .
Tabel Tidak Resmi Isi
Pasal 8
( 1 ) Semua Jerman memiliki hak untuk berkumpul tanpa pemberitahuan atau izin damai dan tidak bersenjata .
( 2 ) Untuk majelis outdoor, hak ini dapat dibatasi oleh undang-undang atau menurut hukum a .
Tabel Tidak Resmi Isi
Pasal 9
( 1 ) Semua Jerman memiliki hak untuk membentuk asosiasi .
( 2 ) Asosiasi yang bertujuan atau kegiatan bertentangan dengan hukum pidana atau yang diarahkan terhadap tatanan konstitusional atau konsep pemahaman internasional , dilarang .
( 3 ) hak untuk membentuk , dalam rangka menjaga dan meningkatkan kondisi kerja dan asosiasi ekonomi dijamin untuk semua orang dan untuk semua pekerjaan . Perjanjian , berusaha untuk membatasi hak ini atau menghalangi , batal , tindakan diarahkan melanggar hukum . Langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 , 35 § 2 dan 3 , Pasal 87a , ayat 4 dan Pasal 91 tidak dapat diarahkan terhadap perselisihan industrial yang diterapkan untuk pemeliharaan dan meningkatkan kondisi kerja dan ekonomi dari asosiasi dalam arti kalimat 1 .
Tabel Tidak Resmi Isi
Art 10
( 1 ) The privasi korespondensi , posting dan telekomunikasi akan diganggu gugat .
( 2 ) Pembatasan dapat dipesan hanya berdasarkan hukum . Pembatasan berfungsi untuk melindungi tatanan dasar gratis demokratis atau keberadaan atau keamanan Federasi atau Tanah yang , hukum dapat memberikan bahwa itu tidak dikomunikasikan kepada orang yang bersangkutan dan bahwa tempat proses hukum , pemeriksaan oleh ditunjuk oleh badan perwakilan Rakyat dan hukum organ tambahan terjadi .
( 1 ) The martabat manusia tidak dapat diganggu gugat . Untuk menghormati dan melindungi itu akan menjadi tugas dari semua otoritas negara .
( 2 ) Orang-orang Jerman karena itu mengakui hak asasi manusia diganggu gugat dan tidak dapat dicabut sebagai dasar dari setiap masyarakat , perdamaian dan keadilan di dunia.
( 3 ) Hak-hak dasar berikut akan mengikat legislatif , eksekutif dan lembaga peradilan hukum sebagai langsung berlaku .
Tabel Tidak Resmi Isi
tipe 2
( 1 ) Setiap orang berhak untuk bebas perkembangan kepribadiannya sejauh ia tidak melanggar hak orang lain dan tidak melanggar tatanan konstitusional atau hukum moral .
( 2 ) Setiap orang berhak untuk hidup dan integritas fisik . Kebebasan pribadi tidak dapat diganggu gugat . Hak-hak ini dapat mengganggu hanya berdasarkan hukum .
Tabel Tidak Resmi Isi
tipe 3
( 1 ) Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum .
( 2 ) Pria dan wanita adalah sama . Negara harus memajukan implementasi aktual dari kesetaraan hak bagi perempuan dan laki-laki dan mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan kelemahan yang sekarang ada .
( 3 ) Tidak seorang pun dapat berprasangka atau disukai karena seksnya , orangtuanya , ras , bahasanya , tanah air dan asalnya, imannya , atau pendapat agama atau politik . Tidak seorangpun dapat didiskriminasikan karena kecacatannya .
Tabel Tidak Resmi Isi
tipe 4
( 1 ) Kebebasan iman dan hati nurani , dan kebebasan keyakinan agama atau filsafat , akan diganggu gugat .
( 2 ) Praktek terganggu agama harus dijamin .
( 3 ) Tidak seorang pun dapat dipaksa melawan hati nuraninya untuk memberikan pelayanan militer di bawah lengan . Detail diatur oleh undang-undang federal.
Tabel Tidak Resmi Isi
Art 5
( 1 ) Setiap orang berhak bebas untuk mengekspresikan pendapatnya dalam pidato , tulisan dan gambar , dan mendistribusikan dan untuk menginformasikan dirinya tanpa hambatan dari sumber umumnya diakses . Kebebasan pers dan kebebasan pelaporan melalui siaran dan film harus dijamin . Sensor tidak terjadi .
( 2 ) Hak-hak ini akan menemukan batas mereka dalam ketentuan hukum umum , dalam ketentuan untuk melindungi kaum muda dan hak untuk kehormatan pribadi .
( 3 ) Seni dan ilmu pengetahuan , penelitian dan pengajaran gratis . Kebebasan mengajar tidak membebaskan dari loyalitas kepada konstitusi .
Tabel Tidak Resmi Isi
Art 6
( 1 ) Pernikahan dan keluarga akan menikmati perlindungan khusus dari negara .
( 2 ) Perawatan dan pengasuhan anak-anak adalah hak alami dari orang tua dan kewajiban terutama kewajiban atas mereka . Melalui operasi memonitor komunitas negara .
( 3 ) Terhadap keinginan orang tua dan wali anak-anak dapat dipisahkan hanya atas dasar hukum keluarga , jika wali gagal atau ketika anak-anak mengancam untuk pergi ke untuk alasan lain .
( 4 ) Setiap ibu memiliki hak untuk perlindungan tersebut dan perawatan masyarakat .
( 5 ) anak-anak tidak sah yang oleh undang-undang untuk menciptakan kesempatan yang sama bagi perkembangan fisik dan mental mereka dan posisi mereka dalam masyarakat sebagai anak yang sah .
Tabel Tidak Resmi Isi
Art 7
( 1 ) Seluruh sekolah di bawah pengawasan negara .
( 2) wali memiliki hak untuk memutuskan partisipasi anak-anak menerima pelajaran agama .
( 3 ) Pengajaran agama di sekolah umum , kecuali di sekolah-sekolah non - denominasi subjek biasa . Tanpa mengurangi hak negara pengawasan , pengajaran agama dikeluarkan sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Tidak ada guru dapat diwajibkan kemauannya untuk memberikan pelajaran agama .
( 4 ) Hak untuk mendirikan sekolah swasta dijamin . Sekolah swasta sebagai pengganti sekolah umum memerlukan persetujuan dari negara dan tunduk pada undang-undang negara . Persetujuan tersebut diberikan jika sekolah swasta tidak kembali tujuan pendidikan mereka , fasilitas dan pelatihan guru di belakang sekolah negeri dan pilihan siswa tidak didorong oleh cara orang tua mereka . Otorisasi itu harus menolak jika posisi ekonomi dan hukum guru tidak mempunyai jaminan yang cukup .
( 5 ) Sebuah sekolah dasar swasta harus disetujui hanya jika otoritas pendidikan menemukan bahwa minat pedagogis khusus atau , atas permintaan orang tua atau wali , itu komitmen atau sekolah ideologis yang akan dibangun sebagai sekolah masyarakat , sebagai dan sekolah dasar negeri dari jenis yang ada di masyarakat .
( 6 ) pra - sekolah untuk menang .
Tabel Tidak Resmi Isi
Pasal 8
( 1 ) Semua Jerman memiliki hak untuk berkumpul tanpa pemberitahuan atau izin damai dan tidak bersenjata .
( 2 ) Untuk majelis outdoor, hak ini dapat dibatasi oleh undang-undang atau menurut hukum a .
Tabel Tidak Resmi Isi
Pasal 9
( 1 ) Semua Jerman memiliki hak untuk membentuk asosiasi .
( 2 ) Asosiasi yang bertujuan atau kegiatan bertentangan dengan hukum pidana atau yang diarahkan terhadap tatanan konstitusional atau konsep pemahaman internasional , dilarang .
( 3 ) hak untuk membentuk , dalam rangka menjaga dan meningkatkan kondisi kerja dan asosiasi ekonomi dijamin untuk semua orang dan untuk semua pekerjaan . Perjanjian , berusaha untuk membatasi hak ini atau menghalangi , batal , tindakan diarahkan melanggar hukum . Langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 , 35 § 2 dan 3 , Pasal 87a , ayat 4 dan Pasal 91 tidak dapat diarahkan terhadap perselisihan industrial yang diterapkan untuk pemeliharaan dan meningkatkan kondisi kerja dan ekonomi dari asosiasi dalam arti kalimat 1 .
Tabel Tidak Resmi Isi
Art 10
( 1 ) The privasi korespondensi , posting dan telekomunikasi akan diganggu gugat .
( 2 ) Pembatasan dapat dipesan hanya berdasarkan hukum . Pembatasan berfungsi untuk melindungi tatanan dasar gratis demokratis atau keberadaan atau keamanan Federasi atau Tanah yang , hukum dapat memberikan bahwa itu tidak dikomunikasikan kepada orang yang bersangkutan dan bahwa tempat proses hukum , pemeriksaan oleh ditunjuk oleh badan perwakilan Rakyat dan hukum organ tambahan terjadi .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar