Selasa, 26 November 2013

Ilmu Hadis


KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Tuhan semesta alam yang menciptakan segala sesuatu dengan kebesaran dan keagungan-Nya. Dia pulalah yang telah memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah perkembangan ilmu hadits ini.
Sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan kita dalam segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ucapan terima kasih yang sebanyak banyaknyakepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini sehingga, Alhamdulillah, dapat tersusun sebagaimana yang diharapkan.
Dalam penggunaannya diharapkan makalah ini dapat berguna bagi siapapun yang menggunakannya sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat yang islami.
Kami selaku penyusun makalah ini sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan untuk menyempurnakannya kami sangat menanti saran dan kritik dari para pembaca.



Makassar, 08 juni 2012
Tim Penyusun


DAFTAR ISI

Kata pengantar………………………………………………………….…………………. 2
Daftar Isi………………………………………………………………….………………...3
BAB I             PENDAHULUAN
a)      Latar Belakang…………………………………………………….………………..4
b)      Rumusan Masalah…………………………………………………….…………….5
BAB II PEMBAHASAN
a)      Pengertian Ilmu Hadis………………………………………………….…………...6
b)      Cabang-cabang Ilmu Hadis……………………………………………….………...7
c)      Sejarah Perkembangan dan Peranan Ilmu Hadis…………………………….…….10
d)     Tokoh-Tokoh Pengembang Ilmu Hadis……………………………………….….  11
BAB II PENUTUP
a)      Kesimpulan…………………………………………………………………………15
b)      Saran………………………………………………………………………………..15
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………16



BAB I
PENDAHULUAN
Sejak masa-masa awal Islam, kaum muslimin telah sepakat menjadikan al-Qur’an sebagai pegangan utama mereka, kemudian setelah itu, sunnah. Pada tarap perkembangan awalnya, ketika Rasulullah maasih hidup, sunnah merupakan praktek keteladanan Rasulullah yang dicontoh dan dilaksanakan oleh para sahabat. Tak ada hukum tersendiri yang diperlukan untuk mendukung tindakan-tindakan mereka kecuali perkataan dan perilaku dari Rasulullah.
Praktek yang berasal dari Rasulullah masih hidup berlangsung terus dalam bentuknya yang murni sejauh tertentu sampai masa khalifah yang empat pertama (al-Khulafa’ al-Rasyidun). Mereka berhasil melindungi tradisi yang sinambung ini sehingga keputusan mereka yang dilakukan tanpa acuan langsung kepada al-Qur’an akan dipandang sebagai bagian dari sunnah suci sendiri, meskipun dalam sistem keilmuan Islam memperoleh istilah teknis yang lebih tepat sebagai atsar. Konvensi mereka itu, orang-orang salaf yang saling bertukar informasi tentang tindakan dan perkataan Nabi, kelak memperoleh tempatnya yang ajeg dalam sistem keilmuan Islam dengan memandangnya sebagai satu bentuk ijma’ dimana para pelakunya disebut umat salaf yang salih (al-saalaf al-shalih).
Bersama itu, bahkan sejak Nabi SAW masih hidup, para sahabat sebenarnya tetap saling membicarakan segala ihwal Nabi, dan begitulah selanjutnya penuturan mengenai perilaku Nabi oleh para sahabat secara perorangan dikenal sebagai hadits. Jadi, hadis sebenarnya telah ada semenjak Rasulullah masih hidup, dan bersinambungan terus karrena praktek-praktek peneladanan sunnah Nabi tetap dipelihara utuh oleh umat. Pada tingkat sebagai penuturan atau riwayat, hadis menjadi salah satu acuan utama peneladanan sunnah Nabi, disamping praktek ijma’ umat sejauh masih murni dan berkesinambungan.
Tetapi, dengan perkembangan situasi dimana praktek umat semakin diragukan kemurniannya karena tidak lagi bersandar pada bukti tekstual yang nyata, atau praktek itu lebih mencerminkan pendapat atau pikiran pribadi. Maka terasa begitu perlunya menciptakan metode pemikiran sistematis atau qiyas. Ini untuk memelihara kesinambungan sunnah akibat tuntutan-tuntutan situasi baru. Maka, tampilnya Abu hanifah di hijaz, dan Malik bin Anas di Madinah, melahirkan momentum baru dalam dunia pemikiran Islam, karena masing-masing adalah pendiri mazhab hukum dengan penekanannya sendiri-sendiri, yang satu kepada ra’y berdasar qiyas, satunya lagi kepada hadits, meskipun keduanya mereka tidak abaikan sama sekali. Kemunculan Imam Syafi’i, sunnah yang dijadikan sumber atau yang haarus dipegang dan diseleksi dan diuji keberasalannya dari Nabi. Sebab suatu kesimpulan akan rancu dengan sendirinya bila sumber penyimpulan itu tidak sahih. Semua penuturan atau hadis tentang sunnah harus diuji secara teliti menurut metode penelitian yang ktirtis[1]


B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Apa pengertian ilmu hadis ?
b.      Apa cabang-cabang ilmu hadis ?
c.       Bagaimana sejarah ilmu hadis ?
d.      Bagaimana peranan ilmu hadis terhadap perkembangan ilmu hadis ?
e.       Siapa tokoh-tokoh pengembang ilmu hadis ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.       PENGERTIAN ILMU HADIS
Yang dimaksud dengan ilmu hadis, menurut ulama mutaqaddimin adalah ilmu prngrtahuan yang mebicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasul SAW dari segi hal ihwal para perawinya, kedabitannya, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.[2]
Di dalam agama, hadis mempunyai nilai yang tinggi sesetelah al-Qur’an, banyak dari ayat-ayat di dalam al-Qur’an yang masih samar-samar dalam bidang penafsiran atau yang dikenal dengan mutasyabihat. Disinilah fungsi dari hadis sebagai salah satu penjelas dari al-Qur’an.[3]
Pada perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin, membagi ilmu hadis ini menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukan oleh ulama mutaqaddimin ke dalam pengertian ilmu hadits dirayah.[4]
Ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang mengandung pembicaraan tentang penukilan sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan beliau, hal-hal yang beliau benarkan, atau sifat-sifat beliau sendiri, secara detail dapat dipertanggung jawabkan[5]. Ilmu hadits dirayah ialah pembahasan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan yang diriwayatkan, untuk mengetahui apakah bisa diterima atau ditolak.
Istilah lain yang digunakan oleh para ulama ahli hadis terhadap ilmu hadits dirayat ialah “Ilmu Ushul Hadits”. Percuma kita mempelajari matan-matan hadis dan menghapal kitab-kitab riwayat jika tidak disertai dengan ilmu hadis dirayat, yang merupakan kajian historis analisis terhadap segala ucapan dan perbuatan Rasulullah SAW.
Kajian analisis dalam ilmu hadits dirayat sangat perlu ditekankan. Kedudukannya bagi matan-matan sama seperti tafsir bagi al-Qur’an, atau hokum-hukum yang berpangkal pada berbagai peristiwa. Pada mulanya pembahasan yang menyangkut ilmu hadits dirayat sangat beragam. Kemudian, mungkin karena banyaknya ilmu ini memiliki topic, tujuan dan metodenya sendiri, sehingga ketika ilmu hadits dirayat ini mulai banyak disusun, dan tulisan dan karangan tentangnya bermunculan dimana-mana, sehingga ulama mengarahkan perhatiaannya kesana. Akibatnya, timbullah beberapa ilmu yang bertalian dengan kajian analisis itu, dan semuanya terangkum dalam satu nama, yakni “Ilmu Hadits”.  Berikut ini bagian penting ilmu tersebut.[6]

B.     CABANG-CABANG ILMU HADIS
Cabang-cabang ilmu hadis dikelompokkan dalam beberapa kategori, sebagai berikut:
1)      Cabang ilmu hadis yang pokok bahasannya berpangkal pada sanad dan rawi, maka ilmu hadis terdiri atas:

a)    Ilmu Rijal al-Hadis
            Ilmu Rijal al-Hadits ialah ilmu yang membahas para perawi hadis, baik dari sahabat, dari tabi’in, mupun dari angkaatan-angktan sesudahnya. Dengan ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan perawi yang menerima hadis dari Rasulullah SAW dan keadaan para perawi yang menerima hadis dari sahabat dan seterusnya.[7]
Ilmu ini dibagi atas : ilmu Thabaqat al-Ruwah, Ilmu Tawarikh Rijal al-Hadits, dan Ilmu Jahri wa al-Ta’dil.

b)   Ilmu Thabaqat al-Ruwah
Ilmu yang membahas tentang keadaan perawi berdasarkan pengelompokkan dalam keadaan tertentu. Umpamanya pengelompokan dari segi umurnya, dari segi gurunya, dan sebagainya.
c)    Ilmu Tarikh Rijal al-Hadis
Ilmu yang membahas tentang keadaan perawi hadis dari segi data kelahirannya, silsilah keturunannya, guru dan muridnya. Bahkan sampai jumlah hadis yang diriwayatkan dan murid yang pernah berguru pada dirinya.

d)   Ilmu Jahri wa al-Ta’dil
Ilmu al-jahr, yang dari segi bahasa berarti luka atau cacat adalah ilmu yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada keadilan dan kedabitannya
            Sahabat yang dianggar perintis ilmu ini ialah Ibnu Abbas (68H), ‘Ubadah bin Shamit (34 H), dan Annas ibn Malik (93 H). Diantara Tabi’in  ialah Asy sya’by (103 H), Ibnu Sirin (110 H), Sa’id ibn Al-Musaiyab (94 H) [8]

2)   Cabang ilmu Hadis yang pokok bahasannya berpangkal pada matan hadis, maka ilmu hadis terdiri atas :

a)      Ilmu Garib al-hadis
Ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.[9] karena lafal tersebut jarang digunakan atau karena nilai sastranya yang sangat tinggi

b)      Ilmu asbab wurud al-hadis
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Ilmu ini sangat penting diketahui, karena ilmu ini menolong kita dalam memahamkan hadis, sebagaimana Asbabun Nuzul menolong kita dalam memahamkan al-Qur’an.
Ulama yang merintis ilmu ini adalah Abu Hamid bin Kaznah dan Abu Hafsh ‘Umar ibn Muhammad ibn Raja al- Ukhbari.

c)      Ilmu Tawarikh al-Mutun
Ilmu yang menerangkan tentang kapan sebuah hadis itu diucapkan dan/atau diperbuat oleh Rasulullah SAW. (tempat, waktu, dan kondisinya). Ilmu ini berguna untuk mengantar dan memahami sebuah hadis dari statusnya terjadi atau nasikh mansukh pada hadis itu
Ulama yang dianggap merintis ilmu ini adalah : Imam Sirajuddin Abu Hafsh Amr al-Bulkiny. Buku yang membahas hal ini bernama “Mahasinul Ishtilah”

d)     Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu yang menerangkan tentang hadis yang dimansukhkan dan yang memansukhkan (nasikh). Ulama yang dianggap ahli dalam ilmu ini diantaranya: Imam Syafi’i, al-Khafiz Abu Bakar Muhamad bin Musa al-Hazimy (584 H)

e)      Ilmu Talfiq al-Hadis
Ilmu yang menerangkan tentang metode pengumpulan dua hadis yang tampak berlawanan. Hadis yang tampak Maknanya ta’arud disebut “Mukhtalif al-Hadits”. Cara untuk mengumpulkan hadis yang berlawanan disebut dengan “Talfiq al-Hadits”. Ulama pertama yang menulis ilmu ini ialah Imam Syafi’i dengan kitabnya bernama “Mukhtalif al-Hadis

f)       Ilmu Tashhif wa al-tahrif
Ilmu yang menerangkan tentang hadis yang mengalami perubahan bentuk lafal dan tanda-tanda baca. Hadis yang berubah titiknya disebut “al-Mushahhaf”, sedangkan yang berubah bentuknya disebut “al-Muharraf”.
Ulama yang dianggap sebagai perintis dari ilmu ini adalah Imam al-Daruquthny (358 H) dan Abu Ahmad al-Askary (238 H)

3)   Cabang Ilmu Hadis yang pokok bahasannya berpangkal pada sanad dan matan, maka ilmu hadis terdiri atas :

a)      Ilmu I’lal al-Hadis
Ilmu yang menerangkan tentang sebab-sebab yang dapat mencacatkan hadis. Ulama yang dipandang ahli dalam ilmu ini diantaranya: Ibnu al-Madany, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhary,Ya’kub bin Abi Syaibah, Abu Hatim, dan al-Daruquthny.

b)      Ilmu al-fanni al-Mubhamat
Ilmu yang menerangkan tentang nama-nama orang yang tidak disebutkan namanya dalam sanad hadis. Ulama yang merintis ilmu ini adalah al-Khatib al Bagdady.[10]


C.    SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PERANAN ILMU HADIS
Pertumbuhan hadis terjadi pada masa Rasulullah SAW. yang dikembangkan oleh para sahabat, tabi’in sampai dapat dikumpulkan menjadi sebuah kitab, atau beberapa kitab. Hadis tidak seperti al-Qur’an yang dikumpulkan dalam sebuah Mushaf, hadis dikumpulkan oleh banyak penulis berdasarkan hapalan dan pengetahuannya. Karena itu hadis-hadis nabi SAW. Terkumpul pada beberapa kitab yang disusun oleh masing-masing mukharrij atau penulis.
Hal ini berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya. Karena hadis berkembang seperti sampai bertahun, berabad lalu muncul keraguan dan kecurigaan pada riwayat tertentu atau orang tertentu, sehingga hal tersebut memerlukan sebuah kaidah atau kriteria penerimaan riwayat, atau syarat-syarat seseorang yang dapat diterima riwayatnya, hal ini berlangsung sejak munculnya Imam Bukhari dan Imam Muslim yang melakukan upaya seleksi hadis yang melahirkan kitab “Jami’u al-Sahih” oleh Bukhari dan Muslim.
Para mukharrij melakukan seleksi tentang hadis-hadis sahih, hasan, dan da’if dengan menggunakan kaidah masing-masing tanpa memberi sebuah nama ilmu dan tidak dibahas dalam sebuah kitab, misalnya: Ali Ibnu Madany (161-234 H), Imam Bukhari (198-252 H), Imam Muslim (204-261 H)
Selanjutnnya muncul imam al-Qadi ibn Muhammad Ramahhurmuzy (265-360 H) yang berusaha membukukan kaidah-kaidah yang berserakan itu menjadi sebuah kitab yang diberi nama dengan :
الْمُحَدِّثُ الْفَاصِلُ بَيْنَ الرَّاوِيْ وَالْواعِيْ
Kemudian jejak langkah al-Ramahhurmuzy ternyata diikuti oleh ulama berikutnya, seperti al-Hakim Abu Abdillah Nasabury (321-405 H), kemudian Abu Nu’aim kemudian al-Khatib Abu Bakar al-Baghdady (468 H) dan lain-lain. Ilmu diberi nama oleh TM. Hasbi al-Shiddiqy dengan nama “Dirayah Hadis”, namun pada zaman mutaqaddimin dinamai Ulum al-Hadits, kemudian pada masa sekarang juga diberi nama dengan Ilmu Mustalah al-Hadits.
Al-Hakim Abu Abdillah al-Naisabury menulis kitab yang diberinya nama dengan “Ma’rifah Ulum al-Hadits” dan menjelaskan bahwa ilmu hadis mempunyai cabang sampai cabang dengan objek pembahasan tertentu yang berbeda-beda.
Walaupun ilmu hadis tersebut bercabang-cabang pembahasannya tertentu, tidak berarti bahwa masing-masing berdiri sendiri tanpa kaitan, tetap antara satu dengan lainnya saling berhubungan dan diperlukan.[11]


D.    TOKOH-TOKOH PENGEMBANG ILMU HADIS
1)   Imam Bukhari (194-256 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim ibnu Mugirah ibnu Bardizbah, ayahnya bernama Ismail seorang ulama besar dalam bidang hadis dan taqwa. Imam Bukhari lahir di Bukhara setelah shalat jumat, Syawal 194 H. ayahnya meninggal ketika dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang cukup untuk hidup baik dan terhormat.
Bukhari dibina dan dididik oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian. Sejak kecil bukhari telah memperlihatkan kecerdasan daya hapalnya sangat kuat, jiwanya cemerlang. Ketika berumur sepuluh tahun dia sudah banyak menghapal hadis Nabi SAW. kemudian dia berusaha menemui para ulama dan imam di negerinya untuk belajar hadis, bertukar pikiran, dan berdiskusi dengan mereka. Sebelum berumur 16 tahun dia sudah hapal kitab ibnu Mubarak dan Waki’, serta memahami pendapat mazhab ahlu al-ra’yi (kelompok rasional), usul dan mazhab mereka.
Pada tahun 210 H, Bukhari berpindah ke Mekkah, kadang-kadang pergi ke Madinah. Pada kedua kota inilah dia menulis sebagian karyanya dan menyusun dasar-dasar  Jami’ al-Sahih. Dia menulis kitab Tarikh al-Kabir, Tarikh al-Sagir,dan Tarikh al-Awsat, ketiga kitab ini memperlihatkan kemampuannya yang luar biasa mengenai rijalul hadis.
Imam Bukhari wafat pada malam idul fitri tahun 256 H (31 Agustus 870 M) dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Dia menempuh perjalanan yang cukup panjang didunia dengan amal yang mulia.[12]

2)   Imam Muslim (204-261 H)
Nama lengkapnya adalah Al Imam Abdul Husain Muslim  ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi. Abdul Husain, seorang tokoh hadis yang terkemuka, seorang ulama Islam yang ternama, dan seorang murid Bukhari yang amat menghormati dan mencintainya.
Beliau dilahirkan di Naisabur pada tahun 204 H (820 M). setelah beliau besar, beliau berangkat ke Hijaz, ke Syam dan ke Iraq untuk menuntut dan mempelajari hadis-hadis seperti gurunya al-Bukhari.
Diantara kitab-kitab yang disusun beliau, yang sangat termasyhur, bernama Shahih Muslim yang beliau susun dalam tempo 12 tahun, dan banyak lagi yang lain-lain.
Beliau meninggal dunia pada tahun 261 H (875 M) di Naisabur juga.[13]

3)   Abu Daud (202—275 H/817-889 M)
Nama lengkapnya Imam Abi Dawud adalah Sulaiman Ibnu Asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syaddad bin Amar Imran al-Azdi al-Sijistaniy. Dia silahirkan pada tahun 202 H di Sijistan sebuah kota yang terkenal di Khurasan. Sejak kecil dia belajar al-Qur’an, dan literature Arab lainnya sebelum mempelajari hadis. Dia sangat mencintai ilmu dan sudah bergaul dengan para ulama untuk menambah ilmunya.
Dia belajar hadis dari para ulama yang ditemuinya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar dan negeri lainnya. Dia berguru pada banyak ulama, diantara gurunya yang menonjol ialah Ahmad bin Hanbal, al-Qa’nabiy, Abu Amar Darir Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin Raja’, dan Abdul Wahid Tayalisi.
Abi Dawud mendapat pujian dari para ulama kritik hadis. Al-Hafiz Musa bin Harun berkata  bahwa Abi Dawud diciptaka di dunia untuk hadis dan di akhirat untuk surga. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama dari dia.

4)   Al-Tirmizi (209-279 H = 824-892 M)
Nama lengkapnya Abu Isa Muhammad bin Sawrah Musa ibnu Dahhak al-Sulamy al-Bughi al-Turmudzi Beliau dilahirkan tahun 209 H di sebuah kota di pinggir sungai Jihun Utara (Timiz), dia meninggal pada malam Senin 13 Rajab 279 H dalam usia 70 tahun, dia mengalami kebutaan di akhir hayatnya.
Dia belajar dan meriwayatkan hadis dari beberapa ulama besar, diantaranya adalah Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan, Muhammad bin al-Musanna, dan lain-lain
Para ulama besar telah memuji dan mengakui kemuliaan dan ilmunya. Abu ya’la al-Khalili dalam kitab Ullumul Hadits mengatakan: Muhammad bin Isa al-Tirmizi adalah seorang penghapal dan ahli hadis yang diakui oleh para ulama. Dia memiliki kitab Sunan dan  Jahr wa al-Ta’dil.[14]

5)   Al-Nasa’i (215-303 H)
Nama lengkapnya al-Nasa’i adalah Abu Abdu al-Rahman Ahmad bin Ali bin Syu’bah bin Ali bin Sinan bin Bahar al-Khurasani al-Qadi’, penulis salah satu kitab Sunan dan kitab kitab  berharga lainnya. Dia dilahirkan di daerah Nasa’ pada tahun 215 H, ada yang berpendapat 214 H, dia dibesarkan di kota kelahirannya[15]
Beliau telah membuat perlawatan ke beberapa negeri dan pada akhirnya beliaupun menetap di mesir. Dia kemudian pergi mengerjaka haji dan terus menetap di Mekkah  hingga kembali ke hadirat Allah.
Diantara kitab-kita yang disusun beliau, ialah sebuah Sunan besar dan sebuah Sunan yang kecil yang bernama ­al-Mujtaha’. Yang dipandang sebagai suatu pokok dari pokok-pokok yang enam.
Beliau meninggal dunia pada tahun 303 H = 915 M di Mekkah.[16]

6)   Ibnu Majah (209-273 H)
Nama lengkapnya Imam Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Rabi’ al-Qazwini, penyusun salah satu kitab sunan yakni “Sunan Ibnu Majah”. Ibnu Majah dilahirkan di Qazwin pada tahun 209 H dan wafat pada tanggal 22 Ramadhan 273 H , dia hidup pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, yakni pada masa pemerintahan Khalifah al-Muqtadir (295 H/908 M)
Ibnu majah seorang mukharrij yang mendapat pengakuan akan kejujurannya, memiliki pengetahuan yang luas dan banyak menghapal hadis, dia sangat mencintai ilmu pengetahuan, terutama tentang hadis dan periwayatannya.
Ibnu Majah mulai belajar sejak usia remaja dan menekuni bidang hadis pada usia 15 tahun, oleh seorang guru yang bernama Ali bin Muhammad al-Tanafasi (233 H).

7)   Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H)
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad Hanbal bin Hilal bin Asad al-Syaibani Abu Abdu Allah Marawazly al-Bagdadiy. Guru Ahmad cukup banyak diantaranya Ibrahim bin Khalid al-San’aniy, Sufyan bin Uyaynah, Qutaybah bin Sa’id Abd al-Rahman bin al_Mahdiy, ‘Abdu Allah bin Numayr al-Hamdany, Ismail bin Ulaiyah, Yahya bin Sa’id al-Qattani, Abu Dawud al-Thayalisi. Diantara orang yang berguru atau menerima riwayat dari Ahmad bin Hanbal cukup banyak antara lain al-Bukhari, Muslim, al-Syafi’I, dan termasuk dua puteranya (Abdul Allah dan Salim)
Beliau adalah periwayat hadis yang terpuji kepribadiannya baik (bersifat adil) dan kualitas intelektualnya. Hal ini terbukti dari pernyataan kritikus hadis tentang dirinya.[17]



BAB III
 PENUTUP
KESIMPULAN
v  ilmu hadis menurut ulama mutaqaddimin adalah ilmu prngrtahuan yang mebicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasul SAW dari segi hal ihwal para perawinya, kedabitannya, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.
v  ulama mutaakhirin, membagi ilmu hadis ini menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah
v  Cabang-cabang ilmu hadis dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu cabang ilmu hadis yang pokok bahasannya berpangkal pada sanad dan rawi, matan hadis, serta sanad dan matan.
v  Diantara ulama pengembang ilmu hadis di antaranya; Imam Bukhari (194-256 H), Imam Muslim (204-261 H), Abu Daud (202—275 H/817-889 M), Al-Tirmizi (209-279 H = 824-892 M), Al-Nasa’i (215-303 H), Ibnu Majah (209-273 H), dan Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H)

SARAN



DAFTAR PUSTAKA
Thaha, Ahmadie. 1986. Shahih Bukhari. Jakarta : Pustaka Panjimas
Munzier, Suparta. 2008. Ilmu Hadis. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
---------------------.2011. ilmu Hadis (edisi revisi). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Mudasir, H. 2005. Ilmu Hadis. Bandung : CV Pustaka Setia
Al-Qaththan, Syaikh Manna’. 2008. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 1999. Ilmu Hadis. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra
-----------------------------. 1994. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits. Jakarta : PT Bulan Bintang.
Asse, Ambo. 2010. Ilmu Hadis Pengantar, Memahami Hadis nabi saw. Makassar : Alauddin Press



[1] Ahmad Thaaha, Shahih Bukhari, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1986) h. IX-X
[2] Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2008) h.23-24
[3] Ahmad Syarif, Pendidikan Agama Islam, (Bandung:CV. Armico, 1988) h. 90
[4] Mudasir H, Ilmu Hadis, (Bandung : CV Pusaka Setia) h. 41
[5]  Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar,2008) h.73
[6] Subhi As-shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1995) h.101-102
[7] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 1999) h. 131-132
[8] Ambo Asse, Ilmu Hadis Pengantar Memahami Hadis Nabi saw (makassar : Alauddin Press, 2010) h.134-135
[9] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit, h. 140
[10] Ambo Asse, op.cit, h.135-137
[11] Ibid, h.132-134
[12] Ibid, h. 223-225
[13] M. hasbi ash shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, (Jakarta : PT Karya Uni press,1994), h. 409
[14] Ambo Asse, op.cit, h.228-232
[15] Ibid, h. 232
[16] M. hasbi ash shiddieqy, op. cit, h.409-410
[17] Ambo Asse, op.cit, h.234-236

Tidak ada komentar:

Posting Komentar