KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Tuhan semesta alam yang
menciptakan segala sesuatu dengan kebesaran dan keagungan-Nya. Dia pulalah yang
telah memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah perkembangan
ilmu hadits ini.
Sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri
tauladan kita dalam segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Ucapan terima kasih yang sebanyak banyaknyakepada pihak-pihak
yang terlibat dalam penyusunan makalah ini sehingga, Alhamdulillah,
dapat tersusun sebagaimana yang diharapkan.
Dalam penggunaannya diharapkan makalah ini dapat berguna bagi
siapapun yang menggunakannya sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
masyarakat yang islami.
Kami selaku penyusun makalah ini sangat menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan untuk menyempurnakannya kami
sangat menanti saran dan kritik dari para pembaca.
Makassar, 08 juni 2012
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar………………………………………………………….………………….
2
Daftar Isi………………………………………………………………….………………...3
BAB I PENDAHULUAN
a) Latar Belakang…………………………………………………….………………..4
b) Rumusan Masalah…………………………………………………….…………….5
BAB II PEMBAHASAN
a) Pengertian
Ilmu Hadis………………………………………………….…………...6
b) Cabang-cabang
Ilmu Hadis……………………………………………….………...7
c) Sejarah
Perkembangan dan Peranan
Ilmu Hadis…………………………….…….10
d)
Tokoh-Tokoh Pengembang Ilmu Hadis……………………………………….…. 11
BAB II PENUTUP
a)
Kesimpulan…………………………………………………………………………15
b)
Saran………………………………………………………………………………..15
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………16
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak masa-masa awal Islam,
kaum muslimin telah sepakat menjadikan al-Qur’an sebagai pegangan utama mereka,
kemudian setelah itu, sunnah. Pada tarap perkembangan awalnya, ketika
Rasulullah maasih hidup, sunnah merupakan praktek keteladanan Rasulullah yang
dicontoh dan dilaksanakan oleh para sahabat. Tak ada hukum tersendiri yang
diperlukan untuk mendukung tindakan-tindakan mereka kecuali perkataan dan
perilaku dari Rasulullah.
Praktek yang berasal
dari Rasulullah masih hidup berlangsung terus dalam bentuknya yang murni sejauh
tertentu sampai masa khalifah yang empat pertama (al-Khulafa’ al-Rasyidun). Mereka
berhasil melindungi tradisi yang sinambung ini sehingga keputusan mereka yang
dilakukan tanpa acuan langsung kepada al-Qur’an akan dipandang sebagai bagian
dari sunnah suci sendiri, meskipun dalam sistem keilmuan Islam memperoleh
istilah teknis yang lebih tepat sebagai atsar. Konvensi mereka itu,
orang-orang salaf yang saling bertukar informasi tentang tindakan dan perkataan
Nabi, kelak memperoleh tempatnya yang ajeg dalam sistem keilmuan Islam dengan
memandangnya sebagai satu bentuk ijma’ dimana para pelakunya disebut
umat salaf yang salih (al-saalaf al-shalih).
Bersama itu, bahkan
sejak Nabi SAW masih hidup, para sahabat sebenarnya tetap saling membicarakan
segala ihwal Nabi, dan begitulah selanjutnya penuturan mengenai perilaku Nabi
oleh para sahabat secara perorangan dikenal sebagai hadits. Jadi, hadis
sebenarnya telah ada semenjak Rasulullah masih hidup, dan bersinambungan terus
karrena praktek-praktek peneladanan sunnah Nabi tetap dipelihara utuh oleh
umat. Pada tingkat sebagai penuturan atau riwayat, hadis menjadi salah satu
acuan utama peneladanan sunnah Nabi, disamping praktek ijma’ umat sejauh
masih murni dan berkesinambungan.
Tetapi, dengan
perkembangan situasi dimana praktek umat semakin diragukan kemurniannya karena
tidak lagi bersandar pada bukti tekstual yang nyata, atau praktek itu lebih
mencerminkan pendapat atau pikiran pribadi. Maka terasa begitu perlunya
menciptakan metode pemikiran sistematis atau qiyas. Ini untuk memelihara
kesinambungan sunnah akibat tuntutan-tuntutan situasi baru. Maka, tampilnya Abu
hanifah di hijaz, dan Malik bin Anas di Madinah, melahirkan momentum baru dalam
dunia pemikiran Islam, karena masing-masing adalah pendiri mazhab hukum dengan
penekanannya sendiri-sendiri, yang satu kepada ra’y berdasar qiyas,
satunya lagi kepada hadits, meskipun keduanya mereka tidak abaikan sama
sekali. Kemunculan Imam Syafi’i, sunnah yang dijadikan sumber atau yang haarus
dipegang dan diseleksi dan diuji keberasalannya dari Nabi. Sebab suatu
kesimpulan akan rancu dengan sendirinya bila sumber penyimpulan itu tidak sahih.
Semua penuturan atau hadis tentang sunnah harus diuji secara teliti menurut
metode penelitian yang ktirtis[1]
B.
RUMUSAN
MASALAH
a. Apa
pengertian ilmu hadis ?
b. Apa
cabang-cabang ilmu hadis ?
c. Bagaimana
sejarah ilmu hadis ?
d. Bagaimana
peranan ilmu hadis terhadap perkembangan ilmu hadis ?
e. Siapa
tokoh-tokoh pengembang ilmu hadis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ILMU HADIS
Yang
dimaksud dengan ilmu hadis, menurut ulama mutaqaddimin adalah ilmu
prngrtahuan yang mebicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada
Rasul SAW dari segi hal ihwal para perawinya, kedabitannya, dan dari bersambung
tidaknya sanad, dan sebagainya.[2]
Di dalam agama, hadis
mempunyai nilai yang tinggi sesetelah al-Qur’an, banyak dari ayat-ayat di dalam
al-Qur’an yang masih samar-samar dalam bidang penafsiran atau yang dikenal
dengan mutasyabihat. Disinilah fungsi dari hadis sebagai salah satu penjelas
dari al-Qur’an.[3]
Pada
perkembangan selanjutnya, ulama mutaakhirin, membagi ilmu hadis ini
menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
Mereka memasukkan pengertian yang diajukan oleh ulama mutaqaddimin ke
dalam pengertian ilmu hadits dirayah.[4]
Ilmu hadits
riwayah adalah ilmu yang mengandung pembicaraan tentang
penukilan sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan beliau, hal-hal yang beliau
benarkan, atau sifat-sifat beliau sendiri, secara detail dapat dipertanggung
jawabkan[5]. Ilmu
hadits dirayah ialah pembahasan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan
yang diriwayatkan, untuk mengetahui apakah bisa diterima atau ditolak.
Istilah lain yang digunakan
oleh para ulama ahli hadis terhadap ilmu hadits dirayat ialah “Ilmu Ushul
Hadits”. Percuma kita mempelajari matan-matan hadis dan menghapal kitab-kitab
riwayat jika tidak disertai dengan ilmu hadis dirayat, yang merupakan kajian
historis analisis terhadap segala ucapan dan perbuatan Rasulullah SAW.
Kajian analisis dalam
ilmu hadits dirayat sangat perlu ditekankan. Kedudukannya bagi matan-matan sama
seperti tafsir bagi al-Qur’an, atau hokum-hukum yang berpangkal pada berbagai
peristiwa. Pada mulanya pembahasan yang menyangkut ilmu hadits dirayat sangat
beragam. Kemudian, mungkin karena banyaknya ilmu ini memiliki topic, tujuan dan
metodenya sendiri, sehingga ketika ilmu hadits dirayat ini mulai banyak
disusun, dan tulisan dan karangan tentangnya bermunculan dimana-mana, sehingga
ulama mengarahkan perhatiaannya kesana. Akibatnya, timbullah beberapa ilmu yang
bertalian dengan kajian analisis itu, dan semuanya terangkum dalam satu nama,
yakni “Ilmu Hadits”. Berikut ini bagian
penting ilmu tersebut.[6]
B. CABANG-CABANG ILMU HADIS
Cabang-cabang ilmu hadis dikelompokkan
dalam beberapa kategori, sebagai berikut:
1)
Cabang ilmu
hadis yang pokok bahasannya berpangkal pada sanad dan rawi, maka ilmu hadis
terdiri atas:
a)
Ilmu Rijal al-Hadis
Ilmu Rijal al-Hadits
ialah ilmu yang membahas para perawi hadis, baik dari sahabat, dari tabi’in,
mupun dari angkaatan-angktan sesudahnya. Dengan ilmu ini dapatlah kita
mengetahui keadaan perawi yang menerima hadis dari Rasulullah SAW dan keadaan
para perawi yang menerima hadis dari sahabat dan seterusnya.[7]
Ilmu
ini dibagi atas : ilmu Thabaqat al-Ruwah, Ilmu Tawarikh Rijal al-Hadits, dan
Ilmu Jahri wa al-Ta’dil.
b)
Ilmu Thabaqat
al-Ruwah
Ilmu yang membahas
tentang keadaan perawi berdasarkan pengelompokkan dalam keadaan tertentu.
Umpamanya pengelompokan dari segi umurnya, dari segi gurunya, dan sebagainya.
c)
Ilmu Tarikh
Rijal al-Hadis
Ilmu
yang membahas tentang keadaan perawi hadis dari segi data kelahirannya,
silsilah keturunannya, guru dan muridnya. Bahkan sampai jumlah hadis yang
diriwayatkan dan murid yang pernah berguru pada dirinya.
d)
Ilmu Jahri wa
al-Ta’dil
Ilmu al-jahr,
yang dari segi bahasa berarti luka atau cacat adalah ilmu yang mempelajari kecacatan
para perawi, seperti pada keadilan dan kedabitannya
Sahabat yang dianggar perintis ilmu ini ialah Ibnu Abbas
(68H), ‘Ubadah bin Shamit (34 H), dan Annas ibn Malik (93 H). Diantara
Tabi’in ialah Asy sya’by (103 H), Ibnu
Sirin (110 H), Sa’id ibn Al-Musaiyab (94 H) [8]
2) Cabang
ilmu Hadis yang pokok bahasannya berpangkal pada matan hadis, maka ilmu hadis
terdiri atas :
a) Ilmu
Garib al-hadis
Ilmu
yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar
diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.[9]
karena lafal tersebut jarang digunakan atau karena nilai sastranya yang sangat
tinggi
b) Ilmu
asbab wurud al-hadis
Ilmu
yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi
menuturkan itu. Ilmu ini sangat penting diketahui, karena ilmu ini menolong
kita dalam memahamkan hadis, sebagaimana Asbabun Nuzul menolong kita
dalam memahamkan al-Qur’an.
Ulama
yang merintis ilmu ini adalah Abu Hamid bin Kaznah dan Abu Hafsh ‘Umar ibn
Muhammad ibn Raja al- Ukhbari.
c) Ilmu
Tawarikh al-Mutun
Ilmu
yang menerangkan tentang kapan sebuah hadis itu diucapkan dan/atau diperbuat
oleh Rasulullah SAW. (tempat, waktu, dan kondisinya). Ilmu ini berguna untuk
mengantar dan memahami sebuah hadis dari statusnya terjadi atau nasikh
mansukh pada hadis itu
Ulama
yang dianggap merintis ilmu ini adalah : Imam Sirajuddin Abu Hafsh Amr
al-Bulkiny. Buku yang membahas hal ini bernama “Mahasinul Ishtilah”
d) Ilmu
al-Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu
yang menerangkan tentang hadis yang dimansukhkan dan yang memansukhkan (nasikh).
Ulama yang dianggap ahli dalam ilmu ini diantaranya: Imam Syafi’i, al-Khafiz
Abu Bakar Muhamad bin Musa al-Hazimy (584 H)
e) Ilmu
Talfiq al-Hadis
Ilmu
yang menerangkan tentang metode pengumpulan dua hadis yang tampak berlawanan.
Hadis yang tampak Maknanya ta’arud disebut “Mukhtalif al-Hadits”.
Cara untuk mengumpulkan hadis yang berlawanan disebut dengan “Talfiq
al-Hadits”. Ulama pertama yang menulis ilmu ini ialah Imam Syafi’i dengan
kitabnya bernama “Mukhtalif al-Hadis”
f) Ilmu
Tashhif wa al-tahrif
Ilmu
yang menerangkan tentang hadis yang mengalami perubahan bentuk lafal dan
tanda-tanda baca. Hadis yang berubah titiknya disebut “al-Mushahhaf”,
sedangkan yang berubah bentuknya disebut “al-Muharraf”.
Ulama
yang dianggap sebagai perintis dari ilmu ini adalah Imam al-Daruquthny (358 H)
dan Abu Ahmad al-Askary (238 H)
3) Cabang
Ilmu Hadis yang pokok bahasannya berpangkal pada sanad dan matan, maka ilmu
hadis terdiri atas :
a) Ilmu
I’lal al-Hadis
Ilmu
yang menerangkan tentang sebab-sebab yang dapat mencacatkan hadis. Ulama yang
dipandang ahli dalam ilmu ini diantaranya: Ibnu al-Madany, Ahmad bin Hanbal,
al-Bukhary,Ya’kub bin Abi Syaibah, Abu Hatim, dan al-Daruquthny.
b) Ilmu
al-fanni al-Mubhamat
Ilmu yang menerangkan tentang nama-nama
orang yang tidak disebutkan namanya dalam sanad hadis. Ulama yang merintis ilmu
ini adalah al-Khatib al Bagdady.[10]
C.
SEJARAH
PERKEMBANGAN DAN
PERANAN ILMU HADIS
Pertumbuhan
hadis terjadi pada masa Rasulullah SAW. yang dikembangkan oleh para sahabat,
tabi’in sampai dapat dikumpulkan menjadi sebuah kitab, atau beberapa kitab.
Hadis tidak seperti al-Qur’an yang dikumpulkan dalam sebuah Mushaf,
hadis dikumpulkan oleh banyak penulis berdasarkan hapalan dan pengetahuannya.
Karena itu hadis-hadis nabi SAW. Terkumpul pada beberapa kitab yang disusun
oleh masing-masing mukharrij atau penulis.
Hal
ini berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya. Karena hadis
berkembang seperti sampai bertahun, berabad lalu muncul keraguan dan kecurigaan
pada riwayat tertentu atau orang tertentu, sehingga hal tersebut memerlukan
sebuah kaidah atau kriteria penerimaan riwayat, atau syarat-syarat seseorang yang
dapat diterima riwayatnya, hal ini berlangsung sejak munculnya Imam Bukhari dan
Imam Muslim yang melakukan upaya seleksi hadis yang melahirkan kitab “Jami’u
al-Sahih” oleh Bukhari dan Muslim.
Para
mukharrij melakukan seleksi tentang hadis-hadis sahih, hasan, dan da’if
dengan menggunakan kaidah masing-masing tanpa memberi sebuah nama ilmu dan
tidak dibahas dalam sebuah kitab, misalnya: Ali Ibnu Madany (161-234 H), Imam
Bukhari (198-252 H), Imam Muslim (204-261 H)
Selanjutnnya
muncul imam al-Qadi ibn Muhammad Ramahhurmuzy (265-360 H) yang berusaha
membukukan kaidah-kaidah yang berserakan itu menjadi sebuah kitab yang diberi
nama dengan :
الْمُحَدِّثُ الْفَاصِلُ
بَيْنَ الرَّاوِيْ وَالْواعِيْ
Kemudian jejak langkah al-Ramahhurmuzy ternyata
diikuti oleh ulama berikutnya, seperti al-Hakim Abu Abdillah Nasabury (321-405
H), kemudian Abu Nu’aim kemudian al-Khatib Abu Bakar al-Baghdady (468 H) dan
lain-lain. Ilmu diberi nama oleh TM. Hasbi al-Shiddiqy dengan nama “Dirayah
Hadis”, namun pada zaman mutaqaddimin dinamai Ulum al-Hadits, kemudian
pada masa sekarang juga diberi nama dengan Ilmu Mustalah al-Hadits.
Al-Hakim Abu Abdillah al-Naisabury menulis kitab yang
diberinya nama dengan “Ma’rifah Ulum al-Hadits” dan menjelaskan bahwa
ilmu hadis mempunyai cabang sampai cabang dengan objek pembahasan tertentu yang
berbeda-beda.
Walaupun ilmu hadis tersebut bercabang-cabang
pembahasannya tertentu, tidak berarti bahwa masing-masing berdiri sendiri tanpa
kaitan, tetap antara satu dengan lainnya saling berhubungan dan diperlukan.[11]
D.
TOKOH-TOKOH PENGEMBANG ILMU HADIS
1) Imam Bukhari
(194-256 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibnu
Ismail ibnu Ibrahim ibnu Mugirah ibnu Bardizbah, ayahnya bernama Ismail seorang
ulama besar dalam bidang hadis dan taqwa. Imam Bukhari lahir di Bukhara setelah
shalat jumat, Syawal 194 H. ayahnya meninggal ketika dia masih kecil dan
meninggalkan banyak harta yang cukup untuk hidup baik dan terhormat.
Bukhari dibina dan dididik oleh ibunya dengan tekun
dan penuh perhatian. Sejak kecil bukhari telah memperlihatkan kecerdasan daya
hapalnya sangat kuat, jiwanya cemerlang. Ketika berumur sepuluh tahun dia sudah
banyak menghapal hadis Nabi SAW. kemudian dia berusaha menemui para ulama dan
imam di negerinya untuk belajar hadis, bertukar pikiran, dan berdiskusi dengan
mereka. Sebelum berumur 16 tahun dia sudah hapal kitab ibnu Mubarak dan Waki’,
serta memahami pendapat mazhab ahlu al-ra’yi (kelompok rasional), usul
dan mazhab mereka.
Pada tahun 210 H, Bukhari berpindah ke Mekkah,
kadang-kadang pergi ke Madinah. Pada kedua kota inilah dia menulis sebagian
karyanya dan menyusun dasar-dasar Jami’
al-Sahih. Dia menulis kitab Tarikh al-Kabir, Tarikh al-Sagir,dan
Tarikh al-Awsat, ketiga kitab ini memperlihatkan kemampuannya yang luar
biasa mengenai rijalul hadis.
Imam Bukhari wafat pada malam idul fitri tahun 256 H
(31 Agustus 870 M) dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Dia menempuh perjalanan
yang cukup panjang didunia dengan amal yang mulia.[12]
2)
Imam Muslim (204-261 H)
Nama lengkapnya adalah Al Imam Abdul Husain
Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim
al-Qusyairi al-Naisaburi. Abdul Husain, seorang tokoh hadis yang terkemuka,
seorang ulama Islam yang ternama, dan seorang murid Bukhari yang amat
menghormati dan mencintainya.
Beliau dilahirkan di Naisabur pada tahun 204 H (820
M). setelah beliau besar, beliau berangkat ke Hijaz, ke Syam dan ke Iraq untuk
menuntut dan mempelajari hadis-hadis seperti gurunya al-Bukhari.
Diantara kitab-kitab yang disusun beliau, yang sangat
termasyhur, bernama Shahih Muslim yang beliau susun dalam tempo 12 tahun, dan
banyak lagi yang lain-lain.
Beliau meninggal dunia pada tahun 261 H (875 M) di
Naisabur juga.[13]
3)
Abu Daud (202—275 H/817-889 M)
Nama lengkapnya Imam Abi Dawud adalah Sulaiman Ibnu
Asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syaddad bin Amar Imran al-Azdi al-Sijistaniy.
Dia silahirkan pada tahun 202 H di Sijistan sebuah kota yang terkenal di
Khurasan. Sejak kecil dia belajar al-Qur’an, dan literature Arab lainnya
sebelum mempelajari hadis. Dia sangat mencintai ilmu dan sudah bergaul dengan
para ulama untuk menambah ilmunya.
Dia belajar hadis dari para ulama yang ditemuinya di
Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar dan negeri lainnya. Dia berguru pada
banyak ulama, diantara gurunya yang menonjol ialah Ahmad bin Hanbal,
al-Qa’nabiy, Abu Amar Darir Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin Raja’, dan Abdul
Wahid Tayalisi.
Abi Dawud mendapat pujian dari para ulama kritik
hadis. Al-Hafiz Musa bin Harun berkata
bahwa Abi Dawud diciptaka di dunia untuk hadis dan di akhirat untuk
surga. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama dari dia.
4)
Al-Tirmizi (209-279 H = 824-892 M)
Nama lengkapnya Abu Isa Muhammad bin Sawrah Musa ibnu
Dahhak al-Sulamy al-Bughi al-Turmudzi Beliau dilahirkan tahun 209 H di sebuah
kota di pinggir sungai Jihun Utara (Timiz), dia meninggal pada malam Senin 13
Rajab 279 H dalam usia 70 tahun, dia mengalami kebutaan di akhir hayatnya.
Dia belajar dan meriwayatkan hadis dari beberapa ulama
besar, diantaranya adalah Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Qutaibah bin Sa’id,
Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan, Muhammad bin al-Musanna, dan lain-lain
Para ulama besar telah memuji dan mengakui kemuliaan
dan ilmunya. Abu ya’la al-Khalili dalam kitab Ullumul Hadits mengatakan:
Muhammad bin Isa al-Tirmizi adalah seorang penghapal dan ahli hadis yang diakui
oleh para ulama. Dia memiliki kitab Sunan dan Jahr wa al-Ta’dil.[14]
5)
Al-Nasa’i (215-303 H)
Nama lengkapnya al-Nasa’i adalah Abu Abdu al-Rahman
Ahmad bin Ali bin Syu’bah bin Ali bin Sinan bin Bahar al-Khurasani al-Qadi’,
penulis salah satu kitab Sunan dan kitab kitab
berharga lainnya. Dia dilahirkan di daerah Nasa’ pada tahun 215 H, ada
yang berpendapat 214 H, dia dibesarkan di kota kelahirannya[15]
Beliau telah membuat perlawatan ke beberapa negeri dan
pada akhirnya beliaupun menetap di mesir. Dia kemudian pergi mengerjaka haji
dan terus menetap di Mekkah hingga kembali
ke hadirat Allah.
Diantara kitab-kita yang disusun beliau, ialah sebuah
Sunan besar dan sebuah Sunan yang kecil yang bernama al-Mujtaha’. Yang
dipandang sebagai suatu pokok dari pokok-pokok yang enam.
Beliau meninggal dunia pada tahun 303 H = 915 M di Mekkah.[16]
6)
Ibnu Majah (209-273 H)
Nama lengkapnya Imam Abu Abdullah Muhammad bin Yazid
bin Majah al-Rabi’ al-Qazwini, penyusun salah satu kitab sunan yakni “Sunan
Ibnu Majah”. Ibnu Majah dilahirkan di Qazwin pada tahun 209 H dan wafat pada
tanggal 22 Ramadhan 273 H , dia hidup pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah,
yakni pada masa pemerintahan Khalifah al-Muqtadir (295 H/908 M)
Ibnu majah seorang mukharrij yang mendapat pengakuan
akan kejujurannya, memiliki pengetahuan yang luas dan banyak menghapal hadis,
dia sangat mencintai ilmu pengetahuan, terutama tentang hadis dan
periwayatannya.
Ibnu Majah mulai belajar sejak usia remaja dan
menekuni bidang hadis pada usia 15 tahun, oleh seorang guru yang bernama Ali
bin Muhammad al-Tanafasi (233 H).
7)
Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H)
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad Hanbal bin
Hilal bin Asad al-Syaibani Abu Abdu Allah Marawazly al-Bagdadiy. Guru Ahmad
cukup banyak diantaranya Ibrahim bin Khalid al-San’aniy, Sufyan bin Uyaynah,
Qutaybah bin Sa’id Abd al-Rahman bin al_Mahdiy, ‘Abdu Allah bin Numayr
al-Hamdany, Ismail bin Ulaiyah, Yahya bin Sa’id al-Qattani, Abu Dawud
al-Thayalisi. Diantara orang yang berguru atau menerima riwayat dari Ahmad bin
Hanbal cukup banyak antara lain al-Bukhari, Muslim, al-Syafi’I, dan termasuk
dua puteranya (Abdul Allah dan Salim)
Beliau adalah periwayat hadis yang terpuji
kepribadiannya baik (bersifat adil) dan kualitas intelektualnya. Hal ini
terbukti dari pernyataan kritikus hadis tentang dirinya.[17]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
v
ilmu hadis
menurut ulama mutaqaddimin adalah ilmu prngrtahuan yang mebicarakan
tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasul SAW dari segi hal
ihwal para perawinya, kedabitannya, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan
sebagainya.
v
ulama mutaakhirin,
membagi ilmu hadis ini menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan
ilmu hadits dirayah
v
Cabang-cabang
ilmu hadis dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu cabang ilmu hadis yang
pokok bahasannya berpangkal pada sanad dan rawi, matan hadis, serta sanad dan matan.
v
Diantara ulama pengembang ilmu hadis di antaranya; Imam
Bukhari (194-256 H), Imam Muslim (204-261 H), Abu Daud (202—275 H/817-889 M), Al-Tirmizi
(209-279 H = 824-892 M), Al-Nasa’i (215-303 H), Ibnu Majah (209-273 H), dan Imam
Ahmad bin Hanbal (164-241 H)
SARAN
DAFTAR
PUSTAKA
Thaha, Ahmadie. 1986. Shahih Bukhari. Jakarta :
Pustaka Panjimas
Munzier, Suparta. 2008. Ilmu Hadis. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada
---------------------.2011. ilmu Hadis (edisi
revisi). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Mudasir, H. 2005. Ilmu Hadis. Bandung : CV
Pustaka Setia
Al-Qaththan, Syaikh Manna’. 2008. Pengantar Studi
Ilmu Hadits. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 1999. Ilmu
Hadis. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra
-----------------------------. 1994. Pokok-pokok
Ilmu Dirayah Hadits. Jakarta : PT Bulan Bintang.
Asse, Ambo. 2010. Ilmu Hadis Pengantar, Memahami
Hadis nabi saw. Makassar : Alauddin Press
[3] Ahmad Syarif, Pendidikan
Agama Islam, (Bandung:CV. Armico, 1988) h. 90
[5] Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta
Timur : Pustaka Al-Kautsar,2008) h.73
[6] Subhi As-shalih, Membahas
Ilmu-Ilmu Hadits, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1995) h.101-102
[7] Teungku Muhammad Hasbi
Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang : PT Pustaka
Rizki Putra, 1999) h. 131-132
[8] Ambo Asse, Ilmu Hadis
Pengantar Memahami Hadis Nabi saw (makassar : Alauddin Press, 2010) h.134-135
[11] Ibid, h.132-134
[12] Ibid, h. 223-225
[13] M. hasbi ash shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, (Jakarta
: PT Karya Uni press,1994), h. 409
[15] Ibid, h. 232
[16] M. hasbi ash shiddieqy, op. cit, h.409-410
Tidak ada komentar:
Posting Komentar