Kamis, 26 Desember 2013

Analisis Artikel Ekonomi Moneter


05 Juli 2009
MENGUSAHAKAN PENGURANGAN ANGSURAN UTANG
Oleh : M. Sadhli
Masalah beban angsuran utang negara sekonyong-konyong timbul di pembicaraan umum sesudah reshuffle kabinet yang menghasilkan tokoh politik sebagai kepala BAPPENAS, Paskah Suzetta. Ia bukan “teknokrat” (sebutan populer ahli ekonomi non-partai dalam kedudukan menteri) melainkan ketua komisi di DPR dan kader Partai Golkar. Menurut orang IMF yang berkedudukan di Jakarta, ia tidak heran karena pada pengalaman kontaknya dengan DPR masalah ini sering masuk pembicaraan. Di lain fihak, dari tokoh-tokoh pemerintah, terutama menteri ekonomi, masalah ini jarang sekali diketengahkan dan dianggap terlalu sensitip.
Bagi kalangan DPR cukup ada alasan. Sebelum penyesuaian harga-harga BBM maka APBN terlalu dibebani oleh dua mata anggaran yang dipandang kurang bisa memacu pertumbuhan ekonomi, pertama, pos anggaran angsuran utang, dan kedua, subsidi BBM. Untuk bisa melihat angka-angka dalam perspektip harus diingat bahwa besar PDB Indonesia untuk tahun 2006 akan sekitar Rp 3000 trilyun. Belanja negara sekitar Rp 650 trilyun atau sekitar 20%. PDB Pos angsuran utang luar negeri untuk 2006 adalah Rp 60 untuk angsuran pokok dan Rp 30 trilyun untuk bunganya, yang dipandang terlalu berat (total 14% PDB). Rasio yang baik adalah antara lima dan sepuluh persen. Subsidi BBM sudah banyak dikurangi, walaupun minyak tanah masih diberi subsidi besar. Harga resmi seliter adalah sekitar Rp 2000 sedangkan biaya pengadaan di atas Rp 4000 seliter. Maka di APBN 2006 masih ada pos sekitar Rp 50 trilyun untuk subsidi BBM. Kewajiban pada 2006, total kewajiban utang luar negeri Rp 88,4 trilyun dan utang dalam negeri Rp 80 trilyun. Maka beban utang luar negeri adalah sekitar 30% dari PDB. Rasio utang luar negeri terhadap PDB ini sudah banyak diturunkan. Di tahun 2000 masih sekitar 100% PDB dan di tahun 2005 sudah sekitar 50% PDB. Maka dilihat dari kemampuan (kapasitas) ekonomi untuk menanggungnya harus disimpulkan tidak ada masalah besar. Akan tetapi, dana yang harus disediakan untuk angsuran utang ini harus dibandingkan dengan pos lain dalam anggaran belanja, yang secara sosial ekonomi lebih penting, yakni belanja pembangunan, terutama di sektor pendidikan, kesehatan dan pembangunan infrastruktur. Anehnya, pernyataan Menteri Kepala Bappenas baru itu bukan tuntutan mutlak. Lebih banyak merupakan “harapan”, dan diakuinya masih harus dibicarakan dengan menteri keuangan dan menko perekonomian. Dalam hal ini, menteri perekonomian, Sri Mulyani Indrawati, lebih bersikap diam tanpa komentar. Kiranya, baik menteri keuangan maupun menko perekonomian tidak mau bikin kaget para kreditor dan pasar uang. Maka dalam berapa waktu yang akan datang harus dicermati, apakah permulaan diskusi publik mengenai pengurangan pembayaran utang ini akan lebih mencuat dan memanas, atau akan mati, ditinggalkan tanpa konklusi yang praktis. Lepas dari segi politis dari ucapan menteri kepala Bappenas yang baru, maka masalah pembayaran kembali utang negara harus dibedakan antara keperluan jangka pendek dan jangka panjang. Beban pembayaran kembali masih akan berat untuk masa jangka panjang, kira-kira lima belas tahun yang akan datang. Padahal usia jabatan menteri hanya lima tahun. Maka bagi menteri masalah jangka pendek lebih penting. Masalah jangka pendek bisa berupa memuncaknya keperluan pembayaran kembali. Beban puncak pembayaran ini bisa diupayakan untuk lebih diratakan, artinya, diupayakan rescheduling beberapa beban utang yang jatuh tempo. Ini adalah kewajiban “management utang” yang sudah dilaksanakan oleh Departemen Keuangan secara rutin.
Di tahun 2005 kebetulan pemerintah juga menerima “moratorium” (penjadwalan satu tahun) karena beberapa negara kreditor bersedia membantu Indonesia mengurangi beban rehabilitasi bencana tsunami di Aceh. Fasilitas ini tidak akan tersedia lagi tahu depan Apakah Indonesia patut dan wajar mendapat keringanan angsuran lagi? Menurut perhitungan IMF dan pemerintah sendiri, hal demikian tidak terlalu mendesak. Akan tetapi, karena ada kasus Nigeria dan Argentina, maka ada yang mempertanyakan kebutuhan yang serupa untuk Indonesia.
Suatu jawaban yang afdol tidak ada. Pemotongan utang bagi Nigeria (sebetulnya negara yang cukup mampu karena produsen minyak bumi) disebabkan oleh karena satu negara kreditor, yakni Inggris, bersikap ramah terhadap negara bekas jajahannya. Kasus Argentina lebih kompleks, dan pemerintahnya “nekad” karena kepepet. Pemerintah Indonesia tidak mau “nekad” karena takut peringkatnya di pasar modal akan jatuh. Tetapi, sikap IMF juga tidak mutlak menolak. Kalau ada negara kreditor yang besar mau membantu Indonesia, silahkan. Kemungkinannya hanya Jepang. Reaksi Jepang pertama akan menolak keras karena undang-undang dan sikap masyarakatnya, akan tetapi mungkin bisa melunak, seperti pernah terjadi.



Analisis Artikel
Kelebihan:
Menurut pendapat saya, kelebihan yang terdapat dalam artikel ini adalah penulis menguraikan jumlah APBN dan anggaran subsidi BBM secara terperinci dan detail sehingga memudahkan pembaca mengurai informasi mengenai anggaran yang dikeluarkan pemerintah dalam membayar angsuran hutang negara.
Kekurangan :
Sedangkan kekurangan yang terdapat dalam artikel ini, menurut saya adalah tidak adanya informasi mengenai solusi yang sebaiknya diambil pemerintah dalam mengurangi angsuran hutang negara sehingga pembaca tidak dpat menemukan jawaban dari masalah yang dipaparkan artikel tersebut.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan penulisan Artikel diatas, saya tambahkan pula kelebihan dan kekurangan hutang negara itu sendiri :
Kebaikan yang diperoleh dengan adanya hutang luar negeri adalah sebagai berikut:
a)      Sebagai alat untuk menyediakan infrastruktur ekonomi untuk memperlancar kegiatan ekonomi dalam negeri untuk meningkatkan ekspor.
b)      Meningkatkan kegiatan investasi dalam negeri sehingga barang-barang kebutuhan masyarakat dalam negeri dapat terpenuhi.
c)      Untuk menutup defisit neraca pembayaran dengan cara menjual obligasi pemerintah di pasar luar negeri.
d)     Sebagai alat untuk meningkatkan pendapatan nasional secara merata sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat.
Keburukan utang luar negeri bagi negara adalah sebagai berikut:
a)      Menambah beban pada anggaran sehingga dapat mengurangi kesejahteraan masyarakat.
b)      Pembayaran utang luar negeri yang telah jatuh tempo akan mengurangi cadangan devisa negara.
c)      Adanya ketergantungan terhadap luar negeri sehingga cenderung diintervensi oleh pihak asing.
d)     Harus tunduk terhadap peraturan internasional meskipun peraturan tersebut merugikan industri dalam negeri.


Saran :
Terkait dengan topik di atas, beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi angsuran hutang negara adalah :
v  Meningkatkan daya beli masyarakat, yakni melalui pemberdayaan ekonomi pedesaan dan pemberian modal usaha kecil seluasnya. Dengan peningkatan daya beli masyarakat ini membuat barang-barang hasil buatan dalam negeri terjual habis tentu akan memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
v  Meningkatkan pajak secara progresif terhadap barang mewah dan impor.
v  Konsep pembangunan yang berkesinambungan, berlanjut dan mengarah pada satu titik maksimalisasi kekuatan ekonomi nasional, melepaskan secara bertahap ketergantungan utang luar negeri.
v  Menggalakan kebanggaan akan produksi dalam negeri, meningkatkan kemauan dan kemampuan ekspor produk unggulan dan membina jiwa kewirausahaan masyarakat.
v  Mengembangkan sumber daya manusia berkualitas dan menempatkan kesejateraan yang berkeadilan dan merata sebagai landasan penyusunan operasionalisasi pembangunan ekonomi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar