Kamis, 19 Desember 2013

Mazhab Hanafi


Mazhab Hanafi ialah salah satu mazhab fiqh dalam Islam Sunni. Mazhab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah yang bernama lengkap Abu Hanifah bin Nu'man bin Tsabit Al-Taimi Al-Kufi, dan terkenal sebagai mazhab yang paling terbuka kepada ide modern. Mazhab Hanafi merupakan mazhab terbesar dengan 30% pengikut.
Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama Irak . Maka disebut juga mazhab Ahlur Ra’yi masa Tsabi’it Tabi’in.

METODE FIQH ABU HANIFAH
Adapun metodenya dalam Fiqh sebagaimana perkataan beliau sendiri: “Saya mengambil dari Kitabullah jika ada, jika tidak saya temukan saya mengambil dari Sunnah dan Atsar dari Rasulullah saw yang shahih dan saya yakini kebenarannya, jika tidak saya temukan di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw, saya cari perkataan Sahabat, saya ambil yang saya butuhkan dan saya tinggalkan yang tidak saya butuhkan, kemudaian saya tidak akan mencari yang di luar perkataan mereka, jika permasalahan berujung pada Ibrahim, Sya’bi, al-Hasan, Ibnu Sirin dan Sa’id bin Musayyib (karena beliau menganggap mereka adalah mujtahid) maka saya akan berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”.
Metode yang dipakainya itu jika kita rincikan maka ada sekitar 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah: al-Qur’an; Sunnah, Ijma’, Perkataan Shahabat, Qiyas, Istihsan dan ‘Urf (Adat).
1. Al-Qur’an, Abu Hanifah memandang al-Qur’an sebagai sumber pertama pengambilan hukum sebagaimana imam-imam lainnya. Hanya saja beliau berbeda dengan sebagian mereka dalam menjelaskan maksud (dilalah) al-Qur’an tersebut, seperti dalam masalah mafhum mukhalafah.
2. Sunnah/Hadits, Imam Abu Hanifah juga memandang Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an sebagaimana imam-mam yang lain. Yang berbeda adalah beliau menetapkan syarat-syarat khusus dalam penrimaan sebuah hadits (mungkin bisa dilihat di Ushul Fiqh), yang memperlihatkan bahwa Abu Hanifah bukan saja menilai sebuah hadits dari sisi Sanad (perawi), tapi juga meneliti dari sisi Matan (isi) hadits dengan membandingkannya dengan hadits-hadits lain dan kaidah-kaidah umum yang telah baku dan disepakati.
3. Ijma’, Imam Abu Hanifah mengambil Ijma’ secara mutlak tanpa memilah-milih, namun setelah meneliti kebenaran terjadinya Ijma’ tersebut.
4. Perkataan Shahabah, metode beliau adalah jika terdapat banyak perkataan Shahabah, maka beliau mengambil yang sesuai dengan ijtihadnya tanpa harus keluar dari perkataan Shahabah yang ada itu, dan jika ada beberapa pendapat dari kalangan Tabi’in beliau lebih cenderung berijtihad sendiri.
5. Qiyas, belaiu menggunakannya jika mendapatkan permasalahan yang tidak ada nash yang menunjukkan solusi permasalahan tersebut secara langsung atau tidak langsung (dilalah isyarah atau thadhammuniyah). Disinilah nampak kelebihan Imam Abu Hanifah dalam mencari sebab (ilat) hukum.
6. Istihsan, dibandingkan imam-imam yang lain, Imam Abu Hanifah adalah orang yang paling seirng menggunakan istihsan dalam menetapkan hukum.
7.Urf, dalam masalh ini Imam Abu Hanifah juga termasuk orang yang banyak memakai ‘urf dalam masalah-masalah furu’ Fiqh, terutama dalam masalah sumpah (yamin), lafaz talak, pembebasan budak, akad dan syarat.
PENYEBARAN MAZHAB HANAFI
Mazhab Hanafi tersebar sangat luas di dunia Islam. penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan seperti Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa. Mazhab ini juga tersebar di Mesir terutama di bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon dan Palestina (campuran Syafi'i dan Hanafi). Mazhab ini juga sampai keKaukasia, yaitu Chechnya dan Dagestan.
Salah satu faktor tersebarnya mazhab ini adalah karena para khalifah Utsmaniyah di Istanbul sebagai pusat kepemimpinan tertinggi umat Islam sedunia bermazhab Hanafi.
Bukan hanya itu, bahkan mazhab ini mengalami proses qanunisasi, sehingga format Undang-undang khilafah itu didasarkan pada mazhab Hanafi. Qanun itu kemudian diterapkan di seluruh negeri Islam. Sehingga meski grassroot masyarakat suatu negeri bermazhab lain sepertiSyafi'i misalnya, namun dalam hukum tata negara, mazhab negara itu adalah Hanafi. Setidaknya banyak mengadaptasi mazhab hanafi.
Contoh Mazhab Hanafi yang Berbeda Dari Mazhab Lainnya
·         Dalam pendapatAl-Hanafiyah, yang najis dari anjing hanyalah air liur, mulut dan kotorannya. Sedangkan tubuh dan bagian lainnya tidak dianggap najis. Kedudukannya sebagaimana hewan yang lainnya, bahkan umumnya anjing bermanfaat banyak buat manusia. Misalnya sebagai hewan penjaga atau pun hewan untuk berburu.
·         Mereka juga mengatakan bahwa yang termasuk najis yang dimaafkan adalah beberapa tetes air kencing kucing atau tikus yang jatuh ke dalam makanan atau pakaian karena darurat. Juga akibat percikan najis yang tak terlihat oleh mata telanjang.
·         Beristinja` dengan menggunakan airmenurut mazhab Hanafi hukumnya bukan wajib tetapi sunnah. Yang penting najis bekas buang air itu sudah bisa dihilangkan meskipun dengan batu atau dengan beristijmar.
·         Dalam masalah rukun wudhu', mazhab Hanafi tidak mencantumkan niat, tartib, muwalat dan tadlik ke dalam rukun.
·         Hukum menyentuh atau bersentuhan kulit dalam arti pisik dengan wanita adalah termasuk hal yang tidak membatalkan wudhu.
·         Dalam shalat jamaah yang bersifat jahr, para makmum tidak mengucapkan lafadz "amien" setelah imam selesai membaca surat Al-Fatihah.
·         Dalam penetapan batas aurat wanita, mazhab hanafi menambahkan pengecualiannya. Bukan hanya wajah dan kedua tapak tangan, namun mazhab ini menampakan kedua kaki hingga batas mata kaki sebagai bukan aurat bagi wanita.
·         Dalam masalah waqaf, mazhab ini mengatakan bahwa harta waqaf itu bersifat sementara dan boleh diambil lagi.
Biografi abu Hanifah
Pendiri mazhab Hanafi adalah Abu Hanifah. Nama asli beliau adalah An Nu’man bin Tsabit bin Nu'man Zuwatho (80-150). Beliau lahir di Kufah, Iraq, pada tahun 80 hijriyah, 70 tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW.Atau bertepatan dengan tahun 699 masehi. Beliau berasal dari keturunan bangsa Persia dan mengalami dua masa khilafah, Daulah Umaiyah dan Daulah Abbasiyah.
Beliau termasuk pengikut tabi'in (tabi’utabiin), namun sebagian ahli sejarah menyebutkan bahwa beliau sebenarnyatermasuk tabi’in. Karena dipercaya beliau pernah bertemu dengan Anas bin Malik, seorang yang berkedudukan sebagai sahabat Nabi SAW yang meriwayatkan hadis terkenal, ”Mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim
Beliau adalah ahli fiqih dari penduduk Irak. Di samping sebagai ulama fiqih, Abu Hanifah berprofesi sebagai pedagang kain di Kufah. Tentang kredibelitasnya sebagai ahli fiqh, Al-Imam As-Syafi’i mengatakan, ”Dalam fiqh, manusia bergantung kepada Abu Hanifah, ”.
Guru Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah menimba ilmu hadis dan fiqh dari banyak ulama terkenal. Untuk ilmu fiqih, selama 18 tahun beliau berguru kepada Hammad bin Abu Sulaiman, murid Ibrahim An Nakha’i. Selain dari itu Abu Hanifah juga berguru dengan imam Zaid bin Ali Zainal Abidin dan Ja’far al-Sadiq.
Abu Hanifah seorang Guru
Dalam mengajar, metode beliau mirip dengan metode yang dipakai Socrates. Beliau tidak sekedar menyampaikan ceramah, bahkan lebih banyak mengemukakan masalah-masalah dan dilemparkan kepada murid-muridnya sembari memberikan dasar-dasar pijakan dalam menetapkan hukum, kemudian mereka berdiskusi dan berdebat bersamanya, dan di akhir beliau baru mengeluarkan pendapatnya.
Murid-murid Abu Hanifah adalah sebagai berikut : Abu Yusuf bin Ibrahim Al Anshari Zufar bin Hujail bin Qais al Kufi, Muhammad bin Hasn bin Farqad as Syaibani dan Hasan bin Ziyad Al Lu’lu Al Kufi Maulana Al Anshari .
Kematian Abu Hanifah
Abu Hanifah merupakan sosok yang berani menegakkan dan mempertahankan kebenaran. Selain itu, ia selalu menolak kedudukan tinggi yang diberikan kepadanya. Ia berulang kali menolak pangkat dan uang yang ditawarkan oleh Daulah Umaiyyah dan Abbasiyah. Akibat penolakan itu, ia berulang kali ditangkap dan dimasukkan kedalam penjara. Di dalam penjara, ia disiksa, dipukul dan sebagainya.
pada pemerintahan Abu Jaffar Al-Manshur, ia diberikan pangkat sebagai seorang Qadhi (hakim) namun ia menolak. Sehingga Abu Hanifah dimasukkan ke penjara dan mendapat hukuman 100 kali dera. Hingga suatu hari Ia di paksa meminum racun dan meninggal dalam penjara ketika berusia 70 tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar