Mazhab Hanafi ialah salah satu mazhab fiqh dalam Islam Sunni. Mazhab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah yang bernama
lengkap Abu Hanifah bin Nu'man bin Tsabit Al-Taimi Al-Kufi, dan terkenal
sebagai mazhab yang paling terbuka kepada ide modern. Mazhab Hanafi merupakan
mazhab terbesar dengan 30% pengikut.
Mazhab
Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi
adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu
Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para
pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah
digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama
Irak . Maka disebut juga mazhab Ahlur Ra’yi masa Tsabi’it Tabi’in.
METODE
FIQH ABU HANIFAH
Adapun metodenya dalam Fiqh
sebagaimana perkataan beliau sendiri: “Saya mengambil dari Kitabullah jika ada,
jika tidak saya temukan saya mengambil dari Sunnah dan Atsar dari Rasulullah
saw yang shahih dan saya yakini kebenarannya, jika tidak saya temukan di dalam
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw, saya cari perkataan Sahabat, saya ambil
yang saya butuhkan dan saya tinggalkan yang tidak saya butuhkan, kemudaian saya
tidak akan mencari yang di luar perkataan mereka, jika permasalahan berujung
pada Ibrahim, Sya’bi, al-Hasan, Ibnu Sirin dan Sa’id bin Musayyib (karena
beliau menganggap mereka adalah mujtahid) maka saya akan berijtihad sebagaimana
mereka berijtihad”.
Metode yang dipakainya itu jika kita rincikan maka ada sekitar 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah: al-Qur’an; Sunnah, Ijma’, Perkataan Shahabat, Qiyas, Istihsan dan ‘Urf (Adat).
Metode yang dipakainya itu jika kita rincikan maka ada sekitar 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah: al-Qur’an; Sunnah, Ijma’, Perkataan Shahabat, Qiyas, Istihsan dan ‘Urf (Adat).
1. Al-Qur’an, Abu Hanifah memandang
al-Qur’an sebagai sumber pertama pengambilan hukum sebagaimana imam-imam
lainnya. Hanya saja beliau berbeda dengan sebagian mereka dalam menjelaskan
maksud (dilalah) al-Qur’an tersebut, seperti dalam masalah mafhum mukhalafah.
2. Sunnah/Hadits, Imam Abu Hanifah
juga memandang Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an sebagaimana
imam-mam yang lain. Yang berbeda adalah beliau menetapkan syarat-syarat khusus
dalam penrimaan sebuah hadits (mungkin bisa dilihat di Ushul Fiqh), yang
memperlihatkan bahwa Abu Hanifah bukan saja menilai sebuah hadits dari sisi
Sanad (perawi), tapi juga meneliti dari sisi Matan (isi) hadits dengan
membandingkannya dengan hadits-hadits lain dan kaidah-kaidah umum yang telah
baku dan disepakati.
3. Ijma’, Imam Abu Hanifah
mengambil Ijma’ secara mutlak tanpa memilah-milih, namun setelah meneliti
kebenaran terjadinya Ijma’ tersebut.
4. Perkataan Shahabah, metode
beliau adalah jika terdapat banyak perkataan Shahabah, maka beliau mengambil
yang sesuai dengan ijtihadnya tanpa harus keluar dari perkataan Shahabah yang
ada itu, dan jika ada beberapa pendapat dari kalangan Tabi’in beliau lebih
cenderung berijtihad sendiri.
5. Qiyas, belaiu menggunakannya
jika mendapatkan permasalahan yang tidak ada nash yang menunjukkan solusi
permasalahan tersebut secara langsung atau tidak langsung (dilalah isyarah atau
thadhammuniyah). Disinilah nampak kelebihan Imam Abu Hanifah dalam mencari
sebab (ilat) hukum.
6. Istihsan, dibandingkan imam-imam
yang lain, Imam Abu Hanifah adalah orang yang paling seirng menggunakan
istihsan dalam menetapkan hukum.
7.Urf, dalam masalh ini Imam Abu
Hanifah juga termasuk orang yang banyak memakai ‘urf dalam masalah-masalah
furu’ Fiqh, terutama dalam masalah sumpah (yamin), lafaz talak, pembebasan
budak, akad dan syarat.
PENYEBARAN
MAZHAB HANAFI
Mazhab Hanafi tersebar sangat luas
di dunia Islam. penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan seperti Pakistan,
India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa. Mazhab ini juga tersebar di Mesir
terutama di bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon dan Palestina (campuran
Syafi'i dan Hanafi). Mazhab ini juga sampai keKaukasia, yaitu Chechnya dan
Dagestan.
Salah satu faktor tersebarnya
mazhab ini adalah karena para khalifah Utsmaniyah di Istanbul sebagai pusat
kepemimpinan tertinggi umat Islam sedunia bermazhab Hanafi.
Bukan hanya itu, bahkan mazhab ini
mengalami proses qanunisasi, sehingga format Undang-undang khilafah itu
didasarkan pada mazhab Hanafi. Qanun itu kemudian diterapkan di seluruh negeri
Islam. Sehingga meski grassroot masyarakat
suatu negeri bermazhab lain sepertiSyafi'i misalnya, namun dalam hukum tata
negara, mazhab negara itu adalah Hanafi. Setidaknya banyak mengadaptasi mazhab
hanafi.
Contoh Mazhab Hanafi yang Berbeda Dari Mazhab Lainnya
·
Dalam
pendapatAl-Hanafiyah, yang najis dari anjing hanyalah air liur, mulut dan
kotorannya. Sedangkan tubuh dan bagian lainnya tidak dianggap najis.
Kedudukannya sebagaimana hewan yang lainnya, bahkan umumnya anjing bermanfaat
banyak buat manusia. Misalnya sebagai hewan penjaga atau pun hewan untuk
berburu.
·
Mereka juga
mengatakan bahwa yang termasuk najis yang dimaafkan adalah beberapa tetes air
kencing kucing atau tikus yang jatuh ke dalam makanan atau pakaian karena
darurat. Juga akibat percikan najis yang tak terlihat oleh mata telanjang.
·
Beristinja`
dengan menggunakan airmenurut mazhab Hanafi hukumnya bukan wajib tetapi sunnah.
Yang penting najis bekas buang air itu sudah bisa dihilangkan meskipun dengan
batu atau dengan beristijmar.
·
Dalam masalah
rukun wudhu', mazhab Hanafi tidak mencantumkan niat, tartib, muwalat dan tadlik
ke dalam rukun.
·
Hukum menyentuh
atau bersentuhan kulit dalam arti pisik dengan wanita adalah termasuk hal yang
tidak membatalkan wudhu.
·
Dalam shalat
jamaah yang bersifat jahr, para makmum tidak mengucapkan lafadz
"amien" setelah imam selesai membaca surat Al-Fatihah.
·
Dalam penetapan
batas aurat wanita, mazhab hanafi menambahkan pengecualiannya. Bukan hanya
wajah dan kedua tapak tangan, namun mazhab ini menampakan kedua kaki hingga
batas mata kaki sebagai bukan aurat bagi wanita.
·
Dalam masalah
waqaf, mazhab ini mengatakan bahwa harta waqaf itu bersifat sementara dan boleh
diambil lagi.
Biografi abu Hanifah
Pendiri mazhab Hanafi adalah Abu Hanifah. Nama asli beliau
adalah An Nu’man bin Tsabit bin Nu'man Zuwatho (80-150). Beliau lahir di Kufah,
Iraq, pada tahun 80 hijriyah, 70 tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW.Atau
bertepatan dengan tahun 699 masehi. Beliau berasal dari keturunan bangsa Persia
dan mengalami dua masa khilafah, Daulah Umaiyah dan Daulah Abbasiyah.
Beliau termasuk pengikut tabi'in (tabi’utabiin), namun sebagian ahli sejarah
menyebutkan bahwa beliau sebenarnyatermasuk tabi’in.
Karena dipercaya beliau pernah bertemu dengan Anas bin Malik, seorang yang
berkedudukan sebagai sahabat Nabi SAW yang meriwayatkan hadis terkenal, ”Mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim
”
Beliau adalah ahli fiqih dari penduduk Irak. Di samping sebagai
ulama fiqih, Abu Hanifah berprofesi sebagai pedagang kain di Kufah. Tentang
kredibelitasnya sebagai ahli fiqh, Al-Imam As-Syafi’i mengatakan, ”Dalam fiqh,
manusia bergantung kepada Abu Hanifah, ”.
Guru Imam Abu
Hanifah
Imam Abu
Hanifah menimba ilmu hadis dan fiqh dari banyak ulama terkenal. Untuk ilmu
fiqih, selama 18 tahun beliau berguru kepada Hammad bin Abu Sulaiman, murid
Ibrahim An Nakha’i. Selain dari itu Abu Hanifah juga berguru dengan imam Zaid
bin Ali Zainal Abidin dan Ja’far al-Sadiq.
Abu Hanifah seorang
Guru
Dalam mengajar, metode beliau mirip
dengan metode yang dipakai Socrates. Beliau tidak sekedar menyampaikan ceramah,
bahkan lebih banyak mengemukakan masalah-masalah dan dilemparkan kepada
murid-muridnya sembari memberikan dasar-dasar pijakan dalam menetapkan hukum,
kemudian mereka berdiskusi dan berdebat bersamanya, dan di akhir beliau baru
mengeluarkan pendapatnya.
Murid-murid Abu Hanifah adalah
sebagai berikut : Abu Yusuf bin Ibrahim Al Anshari Zufar bin Hujail bin Qais al
Kufi, Muhammad bin Hasn bin Farqad as Syaibani dan Hasan bin Ziyad Al Lu’lu Al
Kufi Maulana Al Anshari .
Kematian Abu Hanifah
Abu Hanifah
merupakan sosok yang berani menegakkan dan mempertahankan kebenaran. Selain
itu, ia selalu menolak kedudukan tinggi yang diberikan kepadanya. Ia berulang
kali menolak pangkat dan uang yang ditawarkan oleh Daulah Umaiyyah dan
Abbasiyah. Akibat penolakan itu, ia berulang kali ditangkap dan dimasukkan
kedalam penjara. Di dalam penjara, ia disiksa, dipukul dan sebagainya.
pada
pemerintahan Abu Jaffar Al-Manshur, ia diberikan pangkat sebagai seorang Qadhi
(hakim) namun ia menolak. Sehingga Abu Hanifah dimasukkan ke penjara dan
mendapat hukuman 100 kali dera. Hingga suatu hari Ia di paksa meminum racun dan
meninggal dalam penjara ketika berusia 70 tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar