Kamis, 19 Desember 2013

Larangan berlebihan dan pamer konsumsi


Kata Pengantar

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Larangan Berlebihan dan Pamer Konsumsi”

 Makalah ini berisikan penjelasan tentang sikap berlebih-lebihan dan yang termasuk dalam tindakan pamer disertai ayat Al-Qur’an dan tafsirnya.  Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang hal tersebut.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.




Makassar, 21 Desember 2012


Penyusun

Daftar Isi


Kata pengantar..................................................................................2
Daftar isi............................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN
        Konsumsi Berlebihan................................................................5
Larangan Melampaui Batas.......................................................7
Perilaku Konsumsi Seorang Muslim.........................................9
Manfaat Hidup Hemat...............................................................11
BAB 3 PENUTUP
        Kesimpulan...............................................................................13
        Saran.........................................................................................13
Daftar pustaka................................................................................... 14



BAB 1
Pendahuluan

Konsumsi dalam Islam mempunyai ciri-ciri : Pertama, tidak ada perbedaan antara pengeluaran belanja yang bersifat spiritual maupun material. Kedua, konsumsi tidak dibatasi hanya pada kebutuhan dasar akan tetapi mencakup kesenangan–kesenangan dan bahkan barang-barang mewah yang dihalalkan. Ketiga aktivitas komsumsi harus memperhatikan aspek sosial ekonomi (sedekah) dan  lingkungan agar tidak memberikan efek emosional negatif atau mudharat kepada orang lain. Keempat. Perlunya kesesuaian antara komsumsi dengan tingkat pendapatan (QS. Ath-Thalaq: 7) Kelima,  tidak memberikan efek yang buruk terhadap lingkungan dan keseimbangan alam. Keenam, mengalokasikan sebagaian untuk kegiatan saving dan investasi.  Pada ciri yang pertama merupakan karakteristik dari ajaran Islam itu sendiri, di mana tidak adanya sekularisasi di dalam kehidupan.
Firman Allah, “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu” .Hal ini merupakan penekanan akan kegiatan konsumsi kita yang tidak hanya berorientasikan untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia tetapi dengan melakukan konsumsi itu kita bertujuan juga untuk dapat beribadah kepada Allah, menjalankan aktivitas dakwah dan beramal sholeh serta memberi mashlahah yang di dasari oleh aturan-aturan konsumsi dalam Islam. Pada ciri yang kedua, Islam membolehkan kita untuk menikmati konsumsi barang dan jasa yang dihalalkan yang diluar kebutuhan primer. Islam membolehkan seorang muslim untuk menikmati berbagai karunia kehidupan dunia, tidak seperti pada ajaran tertentu dimana untuk mencapai makam/kesucian  tertentu harus meninggalkan kenikmatan dunia.
Allah berfirman  (QS.7:32) “Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan ( siapa pulakah yang mengharamkan ) rezeki yang baik? Namun, Islam membatasi pembolehan ini kepada pemborosan, kemewahan dan kesombongan seperti dalam firman-Nya “ Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan[1]
Bab 2
pembahasan
Konsumsi berlebihan
Konsumsi berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan istilah israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan uang/harta tanpa guna. Tabzir berarti mempergunakan harta dengan cara yang salah, yakni, untuk menuju tujuan-tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal-hal yang melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Setiap kategori ini mencakup beberapa jenis penggunaan harta yang hampir-hampir sudah menggejala pada masyarakat yang berorientasi konsumer. Pemborosan berarti penggunaan harta secara berlebih-lebihan untuk hal-hal yang melanggar hukum dalam hal seperti makanan, pakaian, tempat tinggal atau bahkan sedekah. Ajaran-ajaran Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak diantara kekikiran dan pemborosan. Konsumsi di atas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap isrâf dan tidak disenangi Islam.
Allah berfirman dalam surah Al-A’raf :31
يَـٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ كُلِّ مَسۡجِدٍ۬ وَڪُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْ‌ۚ إِنَّهُ ۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ  (٣١)
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid”. Berkata Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “Dalam ayat ini dan dalam arti yang terkandung didalamnya nyatalah bahwa menurut sunnah, sebaiknya kita berhias ketika sembahyang, terutama pada hari Jum’at dan Hari-hari Raya. Hendaklah berharum-harum, sebab harum-haruman termasuk perhiasan. Hendaklah gigi dibersihkan dengan menyikat gigi (siwak), karena menggosok gigi adalah penyempurnaan perhiasaan, dan yang seutama-utama pakaian ialah yang putih.”
Menurut satu riwayat yang disampaikan ath-Thabrani, diterimanya dengan isnad yang shahih dari Qatadah, dari Muhammad bin Sirin, bahwa sahabat Rasulullah SAW Tamim ad-Dari pernah membeli sehelai rida’ (selendang pakaian laki-laki) seharga seribu, yang dipakainya khusus untuk sembahyang.
Kemudian datang sambungan ayat “makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan”
Selain berpakaian yang pantas, makan pulalah makanan yang sederhana dan minuman yang sederhana. Sebab makan dan minum yang berlebih-lebihan, bisa pula merusak kepada rumah tangga dan perekonomian itu sendiri. Diujung ayat ditegaskan: “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Ibnu Abbas menjelaskan: “Makanlah apa yang engkau suka, minumlah apa yang engkau suka, tapi janganlah memakai yang dua, yaitu sombong dan boros”
Ikrimah menjelaskan lagi: “jangan berlebih-lebihan ialah pada memakai pakaian dan makanan dan minuman”
Ibnu Munabbih berkata: “Boros ialah jika orang berpakaian atau makan atau minum diluar dari kesanggupannya”

وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُواْ لَمۡ يُسۡرِفُواْ وَلَمۡ يَقۡتُرُواْ وَڪَانَ بَيۡنَ ذَٲلِكَ قَوَامً۬ا
Artinya :
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS Al-Furqan : 67)
Ayat ini menerangkan tentang sikap hidup sehari-harinseorang ‘Ibadur Rahman itu, yaitu apabila ia menafkahkan harta bendanya tidaklah ia ceroboh, royal dan berlebih daripadaukuran yang semestinya, tetapi tidak pula sebaliknya, bakhil (kikir), melainkan dia berlaku sama tengah




Larangan melampaui batas

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحَرِّمُواْ طَيِّبَـٰتِ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكُمۡ وَلَا تَعۡتَدُوٓاْ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ
.ٱلۡمُعۡتَدِينَ
 وَكُلُواْ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَـٰلاً۬ طَيِّبً۬ا‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِىٓ أَنتُم بِهِۦ مُؤۡمِنُونَ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu haramkan barang baik yang telah dihalalkan Allah bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas.”
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya“
Sejak zaman dahulu telah terdapat hidup suci yang ditempuh oleh rahib-rahib kristen. Di tempat-tempat yang jauh, sampai di padang pasir yang terpencil., mereka mendirikan biara-biara untk beribadat. Gua-gua batupun mereka jadikan biara-biara. Mereka bernama Rahib dan kalau banyak bernama Rubhan. Mereka memakai pakaian-pakaian dari bulu kambing, sebagai pakaian yang dipakai Nabi Yahya. Dan mereka tidak menikah selama-lamanya
Hidup dalam biara itu rupanya menarik perhatian beberapa sahabat Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam  terutama setelah mereka mendapat pujian istimewa dari al-Qur’an itu, karena mereka tidak sombong, mudah menerima kebenaran, sehingga ada yang masuk islam, sebagai pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang diutus oleh Najasyi dari Habsyi itu. Padahal hidup dalam biara itu pada asalnya bukanlah ajaran Nabi Isa sendiri, tetapi suatu bid’ah agama yang mereka timbulkan kemudian, sebagaimana yang diajarkan oleh Paulus. Atau segolongan yang memencilkan diri karena selalu ditindas atau dikejar-kejar oleh Mazhab Kristen lain yang memang diakui oleh Kerajaan Romawi

Rupanya di dalam kalangan sahabat Rasulullah SAW timbul pula beberapa orang yang ingin hidup membiara. Karena memang ada setengah manusia yang lebih tertarik pada kehidupan demikian. Karena bawaan dan sikap jiwa, banyaklah terdapat sebab-sebab dan riwayat-riwayat sebab turunnya ayat, menyatakan bahwa beberapa sahabat Rasulullah SAW karena sangat tertarik kepada keterangan-keterangan Rasulullah tentang bahaya perdayaan dunia, tentang perdayaan nafsu-nafsu dan syaitan iblis, ingin saja biarlah mereka hidup cara pendeta. Riwayat-riwayat banyak menyebut nama seorang sahabat yang terkenal, Usman bin Mazh’un, disamping itu disebut juga Ali bin Abu Thalib sendiri, Abdullah bin Mas’ud, Miqdad bin Aswad dan Salim Maula Abu Hudzaifah. Tersebut dalam riwayat Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir dan Abusy-Syaikh, yang mereka terima dari Ikrimah, bahwa sahabat-sahabat yang tersebut namanya itu telah mulai bermufakat untuk duduk saja dirumah, tidak hendak lagi memakan makanan yang baik, dan di waktu malam akan tetap  bangun saja untuk beribadah. Dalam satu riwayat Ibnu jarir juga yang diterimanya dari as-Suddi, tersebut pula bahwa Usman bin Mazh’un sudah sampai berbulan-bulan lamanya tidak seketiduran dengan istrinya yang bernama al-Haula, sehingga rupa al-Haula itu sudah kusut masai saja, rambutnya tidak disisir lagi dan wajahnya tidak diperhiasi. Seketika ia bertandang kepada Aisyah istri Rasulullah, Aisyah telah bertanya kepadanya, apa sebab wajahnya kusut saja. Dia menjawab dengan terus terang bawa suaminya sudah sekian bulan tidak tidur dengannya lagi.
Rasulullah SAW telah segera menegur gejala buruk itu, sebab kehidupan yang demikian tidak dapat diamalkan dalam kehidupan ini. Kita hidup di dunia ini adalah guna menanam amal bagi akhirat, bukan untuk membenci kehidupan, sedang kahidupan itu dijalani.
Menurut riwayat Bukhari,Muslim, Abu Daud dan An-Nasa’i, diterima dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, bahwa Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash inipun nyaris tertarik kepada kehidupan demikian; maka bersabdalah Rasulullah SAW kepadanya: “Benarkah sebgai yang dikabarkan orang bahwa engkau akan puasa setiap hari dan sembahyang setiap malam?” Dia menjawab: “memang, ya Rasulullah!
Maka bersabda rasulullah SAW:
Jangan engkau berbuat begitu! Puasalah dan berbukalah, sembahyang lah tengah malam dan tidurlah. Karena tubumu sendiri mempunyai hak atas dirimu, dan matamu sendiripun mempunyai hak atas dirimu, dan orang-orang yang datang menziarahi engkau pun mempunyai hak atas dirimu. Cukuplah jika engkau puasa tiap bulan tiga hari saja. Karena untuk tiap perbuatan baik, sepuluh pahalanya. Itu sudah sama dengan puasa setahun penuh. Lalu aku jawab: (kata Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash) “aku rasa diriku kuat!” Maka bersabda pulalah Rasulullah SAW “kalau begitu puasa nabi daud saja” aku bertanya: “Bagaimana caranya puasa nabi Daud?” Rasulullah menjawab : “separuh Tahun” (yaitu puasa sehari, berbuka sehari).

Menurut sebuah hadis pula yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, dari Ibnu Abbas, bahwa seseorang datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata: “Ya Rasulullah, aku kalau aku makan daging, bangun syahwatku kepada perempuan. Sebab itu aku mengharamkan daging buat diriku sendiri”. Inipun dilarang Rasulullah SAW, sebab mengharamkan hal yang halal disisi Allah.
Ada lagi beberapa riwayat lain, yang menunjukkan beberapa sahabat-sahabat Rasulullah SAW rupanya telah tertarik hendak hidup sebagai Rahib, lalu mengharamkan atas diri mereka hal-hal yang haram, maka datanglah ayat ini:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu haramkan barang baik yang telah dihalalkan Allah bagi kamu” (pangkal ayat 87)
Barang baik yang telah dihalalkan Allah bagi kamu ialah  makanan-makanan yang enak dan bermanfaat. Dalam kata-kata baik terkandunglah kesihatan jiwa dan rasa yang terkandung dalam makanan itu. Dalam segala makanan yang baik itu terkandung berbagai gizi, yaitu makanan yang mengandung zat-zat protein, putih-telur, vitamin A, B, C dan D, kalori, hormon, dan sebagainya.
Termasuk juga dalam barang baik yang dihalalkan Allah pakaian yang pantas dipakai, rumah yang pantas didiami,, dan kendaraan yang pantas, seumpama kuda tunggang atau mobil-mobil bagus di zaman yang modern ini. Maka janganlah segala barang yang telah dihalalkan oleh Allah itu diharamkan kepada  diri sendiri. Kalau ada kesempatan, kalau rezeki dilapangkan Allah, makanlah, pakailah, diamilah, tunggangilah segala hal yang baik itu.janganlah memaksakan hidup sangat berkekurangan, padahal ada kesanggupan. Karena bukan disana tempat Zuhud.
Lalu datang sambungan ayat:
“dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas.”
Ujung ayat ini menegaskan bahwa didalam mempergunakan anugrah Allah yang baik itu, janganlah melampaui batas. Sebab itu, kalau  misalnya Allah telah memberi rezeki yang luas kepada kita, artinya kita mampu mendiami rumah yang agak luas, yang sesuai dengan besarnya jumlah keluarga, maka haramlah kita membuat suatu rumah besar yang berlebih-lebihan, sehingga memperlihatkan kemubaziran, membuang-buang dan bermewah-mewah. Kita disuruh memperlihatkan nikmat Allah yang telah dianugerahkannya kepada kita. Tetapi kita dilarang menunjukkan kemewahan karena hendak membangga dihadapan sesama hamba Allah.
Kita misalkan pula dengan makanan. Sangat banyak orang ditimpa penyakit karena makan melampaui batas. Akhirnya datang sakit gula, darah tinggi dan sebagainya, yang menurut keterangan Ahli Kesehatan, karena ada beberapa makanan yang dilahap saja.
Maka, tinggal di gubuk buruk meskipun rezeki ada, tidak mau makan ini, tidak mau makan itu, termasuk tindakan melampaui batas.



Perilaku konsumsi seorang muslim
Ada beberapa perilaku konsumen muslim, diantaranya adalah :
1.    Seorang konsumen muslim tidak hanya mencapai kepuasan dari konsumsi barang dan jasa, tetapi juga kepuasan yang diperintahkan oleh Allah SWT juga harus kita penuhi sebagai seorang muslim yang bertaqwa. Hal ini berarti kepuasan seorang muslim tidak hanya sebagai fungsi jumlah barang yang dikonsumsi tetapi juga sebagai fungsi dari sedekah. Firman Allah dalam Al –Qur’an surat Al Kahfi ayat 46.
Artinya :
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
2.    Jumlah dan jenis barang dan jasa yang dapat dikonsumsi oleh seorang muslim juga berbeda dengan konsumen konvensional. Dalam hal jumlah ini tentu berhubungan dengan adanya batasan seorang muslim untuk mengkonsumsi barang dan jasa. Dalam hal jenis, seorang muslim dilarang mengkonsumsi barang yang diharamkan oleh islam seperti alkohol, daging babi, berjudi dan lain sebagainya.
3.    Seorang muslim dilarang menerima atau membayar bunga dari berbagai pinjaman. Dalam ekonomi Islam, sistem bunga digantikan oleh ongkos yang disebut bagi keuntungan (profit sharing). System profit sharing ini berbeda dengan sistem bunga, karena system ini tidak dikenakan sejumlah tetap dan turut menanggung resiko.
4.    Pendapatan seorang konsumen muslim, dapat dioptimumkan yaitu pendapatan bersih setelah zakat. Tambahan lagi, dalam ekonomi Islam zakat dapat berakibat penting dalam konsumsi keseluruhan dan investasi agregat. Hal ini akan berakibat dalam keseimbangan konsumen karena variabel pendapatan yang diperhitungkan adalah pendapatan bersih setelah zakat.
5.    Seorang konsumen muslim harus juga memperhitungkan konsumsinya seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya dalam Al – Qur’an surat Al Israa' ayat 26 & 27

Artinya :
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Artinya :
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Dari kedua ayat diatas dapat disimpulkan bahwa seorang konsumen muslim tidak perlu mengeluarkan semua pendapatan bersihnya untuk semua barang dan jasa.[2]

Manfaat Hidup Hemat
·     Hemat sebagai upaya menyimpan kebutuhan setelah kebutuhan primer terpenuhi.

Rasulullah pernah berdialog dengan Jabir, “ Mengapa engkau berlebih-lebihan wahai Jabir? Jawab jabir, “Wahai ya Rasulullah, Apakah dalam wudhutidak boleh berlebih-lebihan?, Rasulullah menjawab “Ya, janganlah kamu berlebih-lebihan ketika wudhu, meskipun engkau berada disungai yang mengalir”
Dari hadits di atas, jelaslah bahwa kita diperintahkan menggunakan apa saja sesuai dengan kebutuhan kita. Konsep ini sangat relevan dengan kehidupan masa kini, dimana kita harus menghemat air. Misalnya, tutup kran air setelahdigunakan, tidak dibenarkan menyisakan air ketika minum (artinya ambillah air minum sesuai kebutuhan), mencuci (apa saja) dengan air yang tidak berlebihan.Jika dikaitkan dengan masalah lingkungan, jelas bahwa hadist di atas dapatdikaitkan dengan konservasi terutama air. Meskipun demikian, konsep ini jugadapat diaplikasikan dari yang selain air.
·      Hemat merupakan sebagai modal kemaslahatan generasi setelah kita.
Rasulullah bersabda “ Sesungguhnya engkau meninggalkan ahliwarismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada engkau meninggalkanmereka dalam keadaan miskin. Mereka menerima kecukupan dari orang lain.Mungkin orang lain memberinya atau mungkin orang lain menolaknya.Sesungguhnya tidaklah engkau memberikan nafkah dengan ihklas karena Allah,kecuali engkau mendapat pahala karenanya.( HR Almutaffaq’allaih). Dari hadist di atas tersurat bahwa kita sebaiknya berhemat, sebab dengan berhemat kita dapat meninggalkan anak-cucu dalam keadaan yang berkecukupan. Hadist ini juga memotivasi kita untuk terus berkarya dan bekerjauntuk mendapatkan rezeki yang disediakan oleh Allah. Kedua sifat ini(produktif dan hemat) merupakan salah satu pintu menuju kaya. Dengan kayakita dapat meninggalkan ahli waris kita dalam keadaan yang berkecukupan.Dengan berhemat berarti ada sisa uang yang bisa disimpan untuk masa depan.Secara syariah sikap hidup hemat ini dapat meneladani Nabi Yusuf yang berhemat untuk menghadapi musim paceklik di negeri Mesir, kala itu. Selamaini beredar anggapan yang salah, bahwa kalau ada orang yang hemat atau terlaluhitungan dengan uang disebut kikir. Padahal Anda memang harus hati-hatidalam mengeluarkan uang.

·      Hemat merupakan bentuk dari kedekatan diri kepada Allah
Orang yang hemat adalah orang yang memberikan hartanyasesuai dengan aturan Islam sebagaiman konsep zakat dan shadaqah dalam syariah Islam. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa pangkal segala penyakita dalah sifat rakus dan pangkal segala obat adalah berpantang. Maksud darihadits tersebut adalah cara melihat dalam bertindak di kehidupan, tidak hanyaselalu disandarkan pda sisi hasilnya saja, namun kita juga harus melihat sisi prosesnya. Simak pula hadist berikut ini: Allah akan memberikan rahmatkepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakannya dengan pertengahan, dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga pada hari diamiskin dan membutuhkannya  (HR. Muslim dan Ahmad).
Nabi Muhammad, seperti nabi-nabi pendahulunya, menyukai kehidupanyang sederhana. Beliau menikmati kesenangan hidup tanpa bermewah-mewahdan berlebihan. Beliau memakan makanan yang sederhana, tinggal dalam rumahyang sederhana dan biasa-biasa saja dan memiliki seekor unta atau seekor kudauntuk tunggangan. Beliau hidup dalam kesederhanaan dan selalu menganjurkankaum muslim agar membina suatu kehidupan yang sederhana dan menjauhi pemborosan.

 Nabi juga bersabda : “ Orang yang berhasil adalah orang yang beramal atas dasar prinsip-prinsip Islam dan hidup berdasarkan kebutuhan-kebutuhan hidup yang sederhana”. Tidak akan kekurangan orang yang berlakuhemat..Maksudnya;tidak akan jatuh miskin orang yang membelanjakan hartanyadengan hemat dan tidak boros sebagaimana hal itu juga berlaku bagi individudan komunitas umat. Inilah solusi dari Islam tentang gaya hidup yangseharusnya bagi seorang muslim diantara boros, mewah dan kikir. Seperti dalamfirman-Nya,“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (hartanya) tidak  berlebih-lebihan dan tidak pula kikir dan jagalah keseimbangan di tengah-tengah antara keduanya”[3]




Tidak ada komentar:

Posting Komentar