Kata Pengantar
بِسْمِ
اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
“Larangan Berlebihan dan Pamer Konsumsi”
Makalah ini
berisikan penjelasan tentang sikap berlebih-lebihan dan yang termasuk dalam
tindakan pamer disertai ayat Al-Qur’an dan tafsirnya. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua tentang hal tersebut.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Makassar, 21
Desember 2012
Penyusun
Daftar Isi
Kata pengantar..................................................................................2
Daftar isi............................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN
Konsumsi Berlebihan................................................................5
Larangan Melampaui Batas.......................................................7
Perilaku Konsumsi Seorang Muslim.........................................9
Manfaat Hidup Hemat...............................................................11
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan...............................................................................13
Saran.........................................................................................13
Daftar pustaka...................................................................................
14
BAB 1
Pendahuluan
Konsumsi dalam Islam
mempunyai ciri-ciri : Pertama, tidak
ada perbedaan antara pengeluaran belanja yang bersifat spiritual maupun
material. Kedua, konsumsi tidak
dibatasi hanya pada kebutuhan dasar akan tetapi mencakup kesenangan–kesenangan
dan bahkan barang-barang mewah yang dihalalkan. Ketiga aktivitas komsumsi harus memperhatikan aspek sosial ekonomi
(sedekah) dan lingkungan agar tidak
memberikan efek emosional negatif atau mudharat kepada orang lain. Keempat. Perlunya kesesuaian antara
komsumsi dengan tingkat pendapatan (QS. Ath-Thalaq: 7) Kelima, tidak memberikan
efek yang buruk terhadap lingkungan dan keseimbangan alam. Keenam, mengalokasikan sebagaian untuk kegiatan saving dan
investasi. Pada ciri yang pertama
merupakan karakteristik dari ajaran Islam itu sendiri, di mana tidak adanya
sekularisasi di dalam kehidupan.
Firman Allah,
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang
telah mereka kerjakan dahulu” .Hal ini merupakan penekanan akan kegiatan
konsumsi kita yang tidak hanya berorientasikan untuk memenuhi kebutuhan hidup
di dunia tetapi dengan melakukan konsumsi itu kita bertujuan juga untuk dapat
beribadah kepada Allah, menjalankan aktivitas dakwah dan beramal sholeh serta
memberi mashlahah yang di dasari oleh aturan-aturan konsumsi dalam Islam. Pada
ciri yang kedua, Islam membolehkan kita untuk menikmati konsumsi barang dan
jasa yang dihalalkan yang diluar kebutuhan primer. Islam membolehkan seorang
muslim untuk menikmati berbagai karunia kehidupan dunia, tidak seperti pada
ajaran tertentu dimana untuk mencapai makam/kesucian tertentu harus meninggalkan kenikmatan dunia.
Allah
berfirman (QS.7:32) “Katakanlah,
“Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya
untuk hamba-hamba-Nya dan ( siapa pulakah yang mengharamkan ) rezeki yang baik?
Namun, Islam membatasi pembolehan ini kepada pemborosan,
kemewahan dan kesombongan seperti dalam firman-Nya “ Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan[1]
Bab 2
pembahasan
Konsumsi berlebihan
Konsumsi berlebih-lebihan, yang
merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam
dan disebut dengan istilah israf (pemborosan) atau tabzir
(menghambur-hamburkan uang/harta tanpa guna. Tabzir berarti mempergunakan harta
dengan cara yang salah, yakni, untuk menuju tujuan-tujuan yang terlarang
seperti penyuapan, hal-hal yang melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa
aturan. Setiap kategori ini mencakup beberapa jenis penggunaan harta yang
hampir-hampir sudah menggejala pada masyarakat yang berorientasi konsumer.
Pemborosan berarti penggunaan harta secara berlebih-lebihan untuk hal-hal yang
melanggar hukum dalam hal seperti makanan, pakaian, tempat tinggal atau bahkan
sedekah. Ajaran-ajaran Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta
secara wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak diantara kekikiran dan
pemborosan. Konsumsi di atas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap
isrâf dan tidak disenangi Islam.
Allah berfirman dalam surah
Al-A’raf :31
يَـٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ كُلِّ مَسۡجِدٍ۬
وَڪُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُ ۥ لَا يُحِبُّ
ٱلۡمُسۡرِفِينَ (٣١)
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid”. Berkata Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “Dalam ayat ini dan
dalam arti yang terkandung didalamnya nyatalah bahwa menurut sunnah, sebaiknya
kita berhias ketika sembahyang, terutama pada hari Jum’at dan Hari-hari Raya.
Hendaklah berharum-harum, sebab harum-haruman termasuk perhiasan. Hendaklah
gigi dibersihkan dengan menyikat gigi (siwak), karena menggosok gigi adalah
penyempurnaan perhiasaan, dan yang seutama-utama pakaian ialah yang putih.”
Menurut satu riwayat yang disampaikan
ath-Thabrani, diterimanya dengan isnad yang shahih dari Qatadah, dari Muhammad
bin Sirin, bahwa sahabat Rasulullah SAW Tamim ad-Dari pernah membeli sehelai
rida’ (selendang pakaian laki-laki) seharga seribu, yang dipakainya khusus
untuk sembahyang.
Kemudian datang sambungan ayat “makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan”
Selain berpakaian yang pantas, makan pulalah makanan yang sederhana dan
minuman yang sederhana. Sebab makan dan minum yang berlebih-lebihan, bisa pula
merusak kepada rumah tangga dan perekonomian itu sendiri. Diujung ayat
ditegaskan: “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.”
Ibnu Abbas menjelaskan: “Makanlah apa yang engkau
suka, minumlah apa yang engkau suka, tapi janganlah memakai yang dua, yaitu
sombong dan boros”
Ikrimah menjelaskan lagi: “jangan
berlebih-lebihan ialah pada memakai pakaian dan makanan dan minuman”
Ibnu Munabbih berkata: “Boros ialah jika orang
berpakaian atau makan atau minum diluar dari kesanggupannya”
وَٱلَّذِينَ
إِذَآ أَنفَقُواْ لَمۡ يُسۡرِفُواْ وَلَمۡ يَقۡتُرُواْ وَڪَانَ بَيۡنَ ذَٲلِكَ
قَوَامً۬ا
Artinya :
“Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.” (QS
Al-Furqan : 67)
Ayat ini menerangkan tentang sikap hidup
sehari-harinseorang ‘Ibadur Rahman itu, yaitu apabila ia menafkahkan harta
bendanya tidaklah ia ceroboh, royal dan berlebih daripadaukuran yang
semestinya, tetapi tidak pula sebaliknya, bakhil (kikir), melainkan dia berlaku
sama tengah
Larangan melampaui batas
يَـٰٓأَيُّہَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحَرِّمُواْ طَيِّبَـٰتِ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكُمۡ
وَلَا تَعۡتَدُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ
.ٱلۡمُعۡتَدِينَ
وَكُلُواْ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَـٰلاً۬ طَيِّبً۬اۚ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِىٓ أَنتُم بِهِۦ مُؤۡمِنُونَ
Artinya
: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu haramkan barang baik yang
telah dihalalkan Allah bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas.”
Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya“
Sejak
zaman dahulu telah terdapat hidup suci yang ditempuh oleh rahib-rahib kristen.
Di tempat-tempat yang jauh, sampai di padang pasir yang terpencil., mereka
mendirikan biara-biara untk beribadat. Gua-gua batupun mereka jadikan
biara-biara. Mereka bernama Rahib dan kalau banyak bernama Rubhan. Mereka
memakai pakaian-pakaian dari bulu kambing, sebagai pakaian yang dipakai Nabi
Yahya. Dan mereka tidak menikah selama-lamanya
Hidup
dalam biara itu rupanya menarik perhatian beberapa sahabat Rasulullah
Salallahu Alaihi Wassalam terutama
setelah mereka mendapat pujian istimewa dari al-Qur’an itu, karena mereka tidak
sombong, mudah menerima kebenaran, sehingga ada yang masuk islam, sebagai
pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang diutus oleh Najasyi dari Habsyi itu.
Padahal hidup dalam biara itu pada asalnya bukanlah ajaran Nabi Isa sendiri,
tetapi suatu bid’ah agama yang mereka timbulkan kemudian, sebagaimana yang
diajarkan oleh Paulus. Atau segolongan yang memencilkan diri karena selalu
ditindas atau dikejar-kejar oleh Mazhab Kristen lain yang memang diakui oleh
Kerajaan Romawi
Rupanya
di dalam kalangan sahabat Rasulullah SAW timbul pula beberapa orang yang ingin
hidup membiara. Karena memang ada setengah manusia yang lebih tertarik pada
kehidupan demikian. Karena bawaan dan sikap jiwa, banyaklah terdapat
sebab-sebab dan riwayat-riwayat sebab turunnya ayat, menyatakan bahwa beberapa
sahabat Rasulullah SAW karena sangat tertarik kepada keterangan-keterangan
Rasulullah tentang bahaya perdayaan dunia, tentang perdayaan nafsu-nafsu dan
syaitan iblis, ingin saja biarlah mereka hidup cara pendeta. Riwayat-riwayat
banyak menyebut nama seorang sahabat yang terkenal, Usman bin Mazh’un,
disamping itu disebut juga Ali bin Abu Thalib sendiri, Abdullah bin Mas’ud,
Miqdad bin Aswad dan Salim Maula Abu Hudzaifah. Tersebut dalam riwayat Ibnu
Jarir dan Ibnul Mundzir dan Abusy-Syaikh, yang mereka terima dari Ikrimah,
bahwa sahabat-sahabat yang tersebut namanya itu telah mulai bermufakat untuk
duduk saja dirumah, tidak hendak lagi memakan makanan yang baik, dan di waktu
malam akan tetap bangun saja untuk
beribadah. Dalam satu riwayat Ibnu jarir juga yang diterimanya dari as-Suddi,
tersebut pula bahwa Usman bin Mazh’un sudah sampai berbulan-bulan lamanya tidak
seketiduran dengan istrinya yang bernama al-Haula, sehingga rupa al-Haula itu
sudah kusut masai saja, rambutnya tidak disisir lagi dan wajahnya tidak diperhiasi.
Seketika ia bertandang kepada Aisyah istri Rasulullah, Aisyah telah bertanya
kepadanya, apa sebab wajahnya kusut saja. Dia menjawab dengan terus terang bawa
suaminya sudah sekian bulan tidak tidur dengannya lagi.
Rasulullah
SAW telah segera menegur gejala buruk itu, sebab kehidupan yang demikian tidak
dapat diamalkan dalam kehidupan ini. Kita hidup di dunia ini adalah guna
menanam amal bagi akhirat, bukan untuk membenci kehidupan, sedang kahidupan itu
dijalani.
Menurut
riwayat Bukhari,Muslim, Abu Daud dan An-Nasa’i, diterima dari Abdullah bin ‘Amr
bin Al-‘Ash, bahwa Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash inipun nyaris tertarik kepada
kehidupan demikian; maka bersabdalah Rasulullah SAW kepadanya: “Benarkah
sebgai yang dikabarkan orang bahwa engkau akan puasa setiap hari dan sembahyang
setiap malam?” Dia menjawab: “memang, ya Rasulullah!”
Maka
bersabda rasulullah SAW:
“Jangan engkau berbuat begitu! Puasalah dan berbukalah, sembahyang lah
tengah malam dan tidurlah. Karena tubumu sendiri mempunyai hak atas dirimu, dan
matamu sendiripun mempunyai hak atas dirimu, dan orang-orang yang datang
menziarahi engkau pun mempunyai hak atas dirimu. Cukuplah jika engkau puasa
tiap bulan tiga hari saja. Karena untuk tiap perbuatan baik, sepuluh pahalanya.
Itu sudah sama dengan puasa setahun penuh. Lalu aku jawab: (kata Abdullah bin
‘Amr bin Al-‘Ash) “aku rasa diriku kuat!” Maka bersabda pulalah Rasulullah SAW
“kalau begitu puasa nabi daud saja” aku bertanya: “Bagaimana caranya puasa nabi
Daud?” Rasulullah menjawab : “separuh Tahun” (yaitu puasa sehari, berbuka
sehari).
Menurut
sebuah hadis pula yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, dari Ibnu Abbas, bahwa
seseorang datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata: “Ya Rasulullah, aku kalau
aku makan daging, bangun syahwatku kepada perempuan. Sebab itu aku mengharamkan
daging buat diriku sendiri”. Inipun dilarang Rasulullah SAW, sebab mengharamkan
hal yang halal disisi Allah.
Ada
lagi beberapa riwayat lain, yang menunjukkan beberapa sahabat-sahabat
Rasulullah SAW rupanya telah tertarik hendak hidup sebagai Rahib, lalu
mengharamkan atas diri mereka hal-hal yang haram, maka datanglah ayat ini:
“Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu haramkan barang baik yang telah
dihalalkan Allah bagi kamu” (pangkal ayat 87)
Barang
baik yang telah dihalalkan Allah bagi kamu ialah makanan-makanan yang enak dan bermanfaat.
Dalam kata-kata baik terkandunglah kesihatan jiwa dan rasa yang terkandung
dalam makanan itu. Dalam segala makanan yang baik itu terkandung berbagai gizi,
yaitu makanan yang mengandung zat-zat protein, putih-telur, vitamin A, B, C dan
D, kalori, hormon, dan sebagainya.
Termasuk
juga dalam barang baik yang dihalalkan Allah pakaian yang pantas dipakai, rumah
yang pantas didiami,, dan kendaraan yang pantas, seumpama kuda tunggang atau
mobil-mobil bagus di zaman yang modern ini. Maka janganlah segala barang yang
telah dihalalkan oleh Allah itu diharamkan kepada diri sendiri. Kalau ada kesempatan, kalau
rezeki dilapangkan Allah, makanlah, pakailah, diamilah, tunggangilah segala hal
yang baik itu.janganlah memaksakan hidup sangat berkekurangan, padahal ada
kesanggupan. Karena bukan disana tempat Zuhud.
Lalu
datang sambungan ayat:
“dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada
orang-orang yang melampaui batas.”
Ujung
ayat ini menegaskan bahwa didalam mempergunakan anugrah Allah yang baik itu,
janganlah melampaui batas. Sebab itu, kalau
misalnya Allah telah memberi rezeki yang luas kepada kita, artinya kita
mampu mendiami rumah yang agak luas, yang sesuai dengan besarnya jumlah
keluarga, maka haramlah kita membuat suatu rumah besar yang berlebih-lebihan,
sehingga memperlihatkan kemubaziran, membuang-buang dan bermewah-mewah. Kita
disuruh memperlihatkan nikmat Allah yang telah dianugerahkannya kepada kita.
Tetapi kita dilarang menunjukkan kemewahan karena hendak membangga dihadapan
sesama hamba Allah.
Kita
misalkan pula dengan makanan. Sangat banyak orang ditimpa penyakit karena makan
melampaui batas. Akhirnya datang sakit gula, darah tinggi dan sebagainya, yang
menurut keterangan Ahli Kesehatan, karena ada beberapa makanan yang dilahap
saja.
Maka,
tinggal di gubuk buruk meskipun rezeki ada, tidak mau makan ini, tidak mau
makan itu, termasuk tindakan melampaui batas.
Perilaku
konsumsi seorang muslim
Ada beberapa perilaku konsumen muslim,
diantaranya adalah :
1. Seorang konsumen muslim tidak hanya mencapai
kepuasan dari konsumsi barang dan jasa, tetapi juga kepuasan yang diperintahkan
oleh Allah SWT juga harus kita penuhi sebagai seorang muslim yang bertaqwa. Hal
ini berarti kepuasan seorang muslim tidak hanya sebagai fungsi jumlah barang
yang dikonsumsi tetapi juga sebagai fungsi dari sedekah. Firman Allah dalam Al –Qur’an surat
Al Kahfi ayat 46.
Artinya :
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia
tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
2. Jumlah dan jenis barang dan jasa yang dapat dikonsumsi oleh
seorang muslim juga berbeda dengan konsumen konvensional. Dalam hal jumlah ini
tentu berhubungan dengan adanya batasan seorang muslim untuk mengkonsumsi
barang dan jasa. Dalam hal jenis, seorang muslim dilarang mengkonsumsi barang
yang diharamkan oleh islam seperti alkohol, daging babi, berjudi dan lain
sebagainya.
3. Seorang muslim dilarang menerima atau membayar bunga dari berbagai
pinjaman. Dalam ekonomi Islam, sistem bunga digantikan oleh ongkos yang disebut
bagi keuntungan (profit sharing).
System profit sharing ini berbeda dengan sistem bunga, karena system ini tidak
dikenakan sejumlah tetap dan turut menanggung resiko.
4. Pendapatan
seorang konsumen muslim, dapat dioptimumkan yaitu pendapatan bersih setelah
zakat. Tambahan lagi, dalam ekonomi Islam zakat dapat berakibat penting dalam
konsumsi keseluruhan dan investasi agregat. Hal ini akan berakibat dalam
keseimbangan konsumen karena variabel pendapatan yang diperhitungkan adalah
pendapatan bersih setelah zakat.
5. Seorang konsumen muslim harus juga memperhitungkan konsumsinya
seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya dalam Al – Qur’an surat Al Israa' ayat 26
& 27
Artinya :
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Artinya :
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Dari kedua ayat diatas dapat disimpulkan bahwa
seorang konsumen muslim tidak perlu mengeluarkan semua pendapatan bersihnya
untuk semua barang dan jasa.[2]
Manfaat Hidup Hemat
· Hemat sebagai upaya menyimpan kebutuhan setelah kebutuhan primer terpenuhi.
Rasulullah pernah berdialog dengan Jabir, “ Mengapa engkau berlebih-lebihan
wahai Jabir? Jawab jabir, “Wahai ya Rasulullah, Apakah dalam wudhutidak boleh berlebih-lebihan?, Rasulullah menjawab
“Ya, janganlah kamu berlebih-lebihan ketika wudhu, meskipun engkau
berada disungai yang mengalir”
Dari hadits di atas, jelaslah bahwa kita
diperintahkan menggunakan apa saja sesuai dengan kebutuhan kita. Konsep ini
sangat relevan dengan kehidupan masa kini, dimana kita harus menghemat air. Misalnya, tutup kran air
setelahdigunakan, tidak dibenarkan
menyisakan air ketika minum (artinya ambillah air minum sesuai kebutuhan),
mencuci (apa saja) dengan air yang tidak berlebihan.Jika dikaitkan dengan masalah lingkungan, jelas
bahwa hadist di atas dapatdikaitkan dengan konservasi terutama air.
Meskipun demikian, konsep ini jugadapat
diaplikasikan dari yang selain air.
· Hemat merupakan sebagai modal kemaslahatan generasi setelah kita.
Rasulullah bersabda “ Sesungguhnya engkau
meninggalkan ahliwarismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada engkau
meninggalkanmereka dalam keadaan miskin. Mereka menerima kecukupan dari orang
lain.Mungkin orang lain memberinya atau
mungkin orang lain menolaknya.Sesungguhnya
tidaklah engkau memberikan nafkah dengan ihklas karena Allah,kecuali engkau
mendapat pahala karenanya.( HR Almutaffaq’allaih). Dari hadist di atas tersurat
bahwa kita sebaiknya berhemat, sebab dengan berhemat kita dapat
meninggalkan anak-cucu dalam keadaan yang berkecukupan. Hadist ini juga
memotivasi kita untuk terus berkarya dan bekerjauntuk mendapatkan rezeki yang disediakan oleh Allah. Kedua sifat ini(produktif
dan hemat) merupakan salah satu pintu menuju kaya. Dengan kayakita dapat meninggalkan ahli waris kita dalam
keadaan yang berkecukupan.Dengan berhemat berarti ada sisa uang yang
bisa disimpan untuk masa depan.Secara
syariah sikap hidup hemat ini dapat meneladani Nabi Yusuf yang berhemat
untuk menghadapi musim paceklik di negeri Mesir, kala itu. Selamaini beredar anggapan yang salah, bahwa kalau ada
orang yang hemat atau terlaluhitungan
dengan uang disebut kikir. Padahal Anda memang harus hati-hatidalam mengeluarkan uang.
· Hemat merupakan bentuk dari
kedekatan diri kepada Allah
Orang yang hemat adalah orang yang memberikan
hartanyasesuai dengan aturan Islam sebagaiman konsep zakat dan shadaqah dalam syariah Islam. Nabi
Muhammad SAW bersabda bahwa pangkal segala penyakita dalah sifat rakus dan pangkal segala obat adalah
berpantang. Maksud darihadits tersebut adalah cara melihat dalam
bertindak di kehidupan, tidak hanyaselalu
disandarkan pda sisi hasilnya saja, namun kita juga harus melihat sisi prosesnya.
Simak pula hadist berikut ini: Allah akan memberikan rahmatkepada seseorang
yang berusaha dari yang baik, membelanjakannya dengan pertengahan, dan
dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga pada hari diamiskin dan membutuhkannya (HR.
Muslim dan Ahmad).
Nabi Muhammad, seperti nabi-nabi pendahulunya,
menyukai kehidupanyang sederhana. Beliau menikmati kesenangan hidup tanpa bermewah-mewahdan berlebihan. Beliau memakan makanan yang
sederhana, tinggal dalam rumahyang sederhana dan biasa-biasa saja dan memiliki
seekor unta atau seekor kudauntuk tunggangan. Beliau hidup dalam kesederhanaan
dan selalu menganjurkankaum muslim agar membina suatu kehidupan yang
sederhana dan menjauhi pemborosan.
Nabi juga bersabda : “ Orang yang berhasil adalah orang
yang beramal atas dasar prinsip-prinsip Islam dan hidup berdasarkan
kebutuhan-kebutuhan hidup yang sederhana”. Tidak
akan kekurangan orang yang berlakuhemat..Maksudnya;tidak
akan jatuh miskin orang yang membelanjakan hartanyadengan hemat dan
tidak boros sebagaimana hal itu juga berlaku bagi individudan komunitas umat. Inilah solusi dari Islam
tentang gaya hidup yangseharusnya
bagi seorang muslim diantara boros, mewah dan kikir. Seperti dalamfirman-Nya,“Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (hartanya)
tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir dan jagalah keseimbangan
di tengah-tengah antara keduanya”[3]
[2]http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0CEoQFjAB&url=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F24017033%2F400966245%2Fname%2FGABUNGAN%2BANDIS%2BERWIN.doc&ei=n1nPT6veOIPirAfuhM2ADA&usg=AFQjCNEY7HV9xZAtv24txhG69J21cUKTQg&sig2=AhBMdJvf0ioi9vHotlLJCw,
06/06/2012, 20.25 PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar