Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam pelaksanaan pembangunan
nasional khususnya dibidang ekonomi diperlukan upaya-upaya untuk antara lain
terus meningkatkan, memperluas, memantapkan dan mengamankan perekonomian baik
perdagangan barang dan jasa maupun hal-hal yang berkaitan dengan bidang
moneter, serta meningkatkan dan mempertahankan kestabilan perekonomian
nasional. Bertolak dari prnsip-prinsip tersebut diatas, adalah semestinya
apabila segala perkembangan, perubahan dan kecendrungan global lainnya yang
diperkirakan akan dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian nasional serta
pencapaian tujuan nasional, perlu diikuti dengan seksama sehingga secara dini
dapat diambil langkah-langkah yang cepat dan tepat dalam
mengatasinya.Perkembangan dunia bisnis dan ekonomi telah mendorong munculnya
berbagai upaya yang dengan maksud demi kepentingan sendiri berusaha
memanfaatkan faktor-faktor produksi yang ada. Motif ekonomi seringkali
mendorong munculnya berbagai tindak pidana yang baru dan inovatif. Misalnya
munculnya kejahatan cyber crime, money laundering, uang palsu, kejahatan
perbankan dan lain sebagainya. Manusia cenderung mencari celah-celah hukum
dengan kecanggihan tehnologi dan ilmu pengetahuan. Sepanjang ada niat dari
manusia untuk memperkaya diri sendiri, sepanjang ada sarana / jalan yang dapat
digunakan dan sepanjang ada tujuan / sasaran yang potensial untuk dapat
dikuasai maka kesempatan untuk munculnya kajahatan jenis baru akan selalu ada.
Kejahatan uang palsu merupakan salah satu jenis kejahatan yang sangat merugikan
masyarakat sebagai pelaku ekonomi dan konsumen. Bentuk kejahatan ini memiliki implikasi
yang sangat luas baik bagi pelaku ekonomi secara langsung maupun sistem
perekonomian negara secara nasional. Keberadaan uang palsu ditengah-tengah
masyarakat akan membawa dampak dan pengaruh yang sangat besar. Masyarakat kita
yang mayoritas adalah ekonomi menengah kebawah akan sangat terpengaruh dengan
keberadaan uang palsu ini. Contoh yang dapat kita amati secara sederhana adalah
jika seorang padagang keliling setiap harinya harus berkeliling untuk
menawarkan barang dagangannya, sementara itu ia juga menjadi tulang punggung
dan tumpuan keluarga yang harus membiayai isteri dan anaknya. Penghasilan per
har hanya sekitar Rp. 15.000,00. Namun ia akan sangat terpukul jika ternyata
uang hasil usahanya tersebut adalah uang palsu yang tidak dapat dimanfaatkan.
Ia tidak hanya merugi karena tidak dapat digunakan untuk modal usahanya
kembali, namun ia juga menopang hidup
keluarganya.
Kejahatan uang palsu ini juga membawa pangaruh yang lebih besar jika kita
tengok dari perekonomian negara. Pemerintah secara dini telah menyadari
pentingnya uang sebagai alat pembayaran yang sah yang sifatnya umum dan dapat
diterima secara luas oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah telah berusaha
sedapat mungkin untuk menciptakan alat pembayaran yang memiliki karakteristik
yang unik yang tidak memungkinkan bagi orang lain selain negara untuk dapat
menciptakannya secara bebas. Sehingga diharapkan nantinya benar-benar
pemerintahlah satu-satunya pemegang otoritas dalam penciptaan uang. Namun
mengingat bahwa tugas-tugas yang diemban pemerintah sangatlah luas, maka
pemerintah mendelegasikan tugas ini kepada lembaga yang bersifat independen dan
kuat untuk dapat melaksanakannya. Bank Sentral Indonesialah yang memperoleh
mandat dari negara guna melaksanakan tujuan utama yaitu mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Keberadaan usaha perbankan sendiri pada jaman
Babylonia yang kemudian berkembang pada jaman Yunani Kuno dan Romawi Kuno. Pada
awal pendirian tersebut, tugas utama bank adalah sebagi tempat tukar menukar
uang. Seiring dengan perkembangan dunia usaha, maka perkembangan perbankanpun
semakin pesat, karena perkembangan dunia perbankan tidak terlepas dari
perkembangan perdagangan. Sejarah perbankan di Indonesia memiliki keterkaitan
yang sangat erat dengan jaman penjajahan Hindia Belanda. Beberapa bank yang ada
pada masa itu :
1. De Javasche NV
2. De Past Paar Bank
3. De Algemenevolks Credit Bank
4. Nederland Handles
Maatscappij ( NHM )
5. Nationale Handles
Bank ( NHB )
6. De Escompto Bank NV
Sedangkan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia berasal dari De
Javasche Bank yang dinasionalisir pada tahun 1951. Bank Indonesia dibentuk
berdasarkan ketentuan UU no. 13 tahun 1968 yang diperbarui dengan UU no. 23
tahun 1999 dan disempurnakan melalui UU no. 3 tahun 2004 tentang Bank
Indonesia. Intrumen yang menjadi sarana untuk mengontrol peredaran mata uang
rupiah adalah perbankan khususnya Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
Indonesia. Besarnya jumlah uang palsu yang beredar dalam masyarakat akan
membawa pengaruh yang cukup signifikan bagi kestabilan perekonomian negara.
Semakin besar jumlah uang palsu yang beredar akan sangat mempengaruhi daya beli
dan perekonomian masyarakat. Keberadaan uang palsu dapat mendorong terjadinya
inflasi karena jumlah uang yang beredar menjadi tidak terkontrol dan melebihi
batas. Yaitu karena pencetakan uang asli oleh pemerintah dilakukan oleh
percetakan negara atas permintaan Bank Indonesia melalui perencaan dan
pengaturan secara cermat sehingga tepat sasaran. Sehingga diperlukan
peran-peran dari Bank Indonesia yang lebih signifikan untuk dapat menekan
peredaran uang palsu di Indonesia.
Keberadaan uang palsu dalam masyarakat tidak bisa dilepaskan dengan kondisi
stabilitas perekonomian negara. Masyarakat sering bertanya-tanya mengapa ada
uang palsu dan mengapa uang tersebut bisa palsu serta apa akibat yang
ditimbulkan oleh adanya uang palsu tersebut ? Bahkan ada sebagian uang yang
berpendapat alangkah lebih baiknya jika setiap orang dapat membuat uang
sendiri. Hal ini akan menjadi cara dan jalan keluar dalam menghadapi
permasalahan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang terjadi di negara kita.
Masyarakat kini dihadapkan pada kondisi perkembangan dunia yang lebih global
dan terbuka. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi lebih mudah mengalami
perubahan dan penerimaan nilai-nilai baru. Apa yang dulunya dipegang kuat oleh
masyarakat kini bisa dengan mudah nilai-nilai tersebut lepas dan pudar dari
masyarakat. Hal ini juga dapat kita lihat dalam sistem atau norma dalam perekonomian
negara. Nilai-nilai akan kejujuran dan keterbukaan dalam berusaha kini dengan
mudah digeser oleh desakan ekonomi atas pemenuhan kebutuhan hidup ataupun hanya
sekedar untuk pemuasan hasrat konsumtif dan prestise dalam masyarakat. Hal ini
dapat kita buktikan dengan munculnya kejahatan uang palsu. Para pelaku pemalsu
maupun pengedarnya dengan diam-diam menggunakan uang tersebut untuk
transaksi keuangan yang dapat merugikan orang lain. Ini secara otomatis telah
melanggar nilai-nilai kejujuran yang ada. Bahkan tidak jarang mereka yang
secara tidak sadar menerima uang palsu tersebut kembali mempergunakan uang
tersebut untuk transaksi lain dengan alasan agar tidak merugi. Untuk dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita dapat kembali pada pemikiran
pokok atas tujuan negara. Bahwa sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat
telah secara tegas dikatakan bahwa negara bertujuan untuk memajukan
kesejahteraan umum dan melindungi segenap bangsa Indonesia. Maraknya peredaran
uang palsu dalam masyarakat dapat dikatakan merupakan akibat dari rendahnya
tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia.Seperti juga diketahui bahwa hampir
sekitar 80 % dari 200 juta penduduk Indonesia adalah golongan ekonomi lemah.
Negara Indonesia telah menunjukkan eksistensinya sebagai negara demokrasi
ekonomi. Disini diharapkan bahwa perekonomian nasional dibangun dari, oleh dan
untuk rakyat. Setiap elemen dan unsur yang dibentuk sedapat mungkin melibatkan
masyarakat sebagai komponen utama. Hal ini juga telah diperkuat dengan arah
kebijakan perekonomian nasional yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat.
Mulai dari kebijakan penetapan harga , kebijakan ekonomi luar negeri, kebijakan
fiskal bahkan kebijakan moneter yang salah satunya tentang penerbitan mata uang
Republik Indonesia. Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan penerbitan mata
uang sebagai alat pembayaran yang sah bagi masyarakat dengan nilai nominal yang
bervariasi, yakni : Rp. 100.000,00; Rp. 50.000,00; Rp.
20.000,00; Rp. 10.000,00; Rp. 5.000,00; Rp. 1.000.00; Rp.
500,00; Rp. 200,00; Rp. 100,00; Rp. 50,00
Mata uang-mata uang rupiah tersebut telah ditetapkan sebagai alat
pembayaran yang sah dan umum digunakan oleh masyarakat. Bank Indonesia
sendiri telah menerbitkan uang tersebut dalam 2 bentuk, yakni mata uang kertas
dan mata uang logam. Hal ini dilakukan selain untuk memudahkan masyarakat
dalam mempergunakannya juga dimaksudkan untuk memberikan variasi bentuk peda
mata uang yang digunakan di Indonesia.Namun seperti kita ketahui bahwa
usaha-usaha tersebut seolah-olah tidak berarti dengan maraknya peredaran uang
palsu. Uang-uang tersebut beredar dengan cara-cara yang bervariasi seperti
melalui transaksi jual beli, penukaran mata uang, maupun melalui penyelundupan
antar negara. Jumlah nominal uang yang dipalsukan juga tidak
tanggung-tanggung. Umumnya para pelaku lebih mengincar mata uang dengn
nilai nominal yang tinggi untuk dipalsukan, seperti mata uang Rp. 100.000,00,
Rp. 50.000,00 serta Rp. 20.000,00. Selain dipandang lebih menguntungkan karena
nilai nominalnya yang besar, pembuatan uang palsu tersebut juga sebanding
dengan ongkos produksi yang dikeluarkan. Sehingga para pelaku tetap memperoleh
keuntungan yang menjanjikan. Proses globalisasi yang mendunia akan
membawa pengaruh yang sangat luas. Adanya perubahan tersebut akan memaksa suatu
bangsa untuk mengikuti arus perkembangan jaman. Proses transfer teknologi,
komunikasi dan transportasi menjadi begitu mudah dan cepat. Adanya keinginan
dari negara-negara maju untuk mengembangkan bisnis dan usahanya telah mendorong
proses alih teknologi menjadi semakin cepat. Sehingga tidak mengherankan bahwa
perangkat seperti komputer, internet maupun faximile sudah sangat
umum dikenal oleh masyarakat. Kita dapat mengamati bahwa salah satu faktor
pendorong munculnya kejahatan uang palsu ini adalah karena semakin canggihnya
teknologi yang ada saat ini. Berbekal kemampuan mengoperasikan komputer inilah
para pelaku tindak pidana pemalsuan uang memulai aksinya. Mereka mampu
menghasilkan uang palsu yang mirip dengan mata uang yang asli jika kita lihat
secara sepintas. Namun sudah dapat dipastikan bahwa sesuatu yang palsu
tentu berbeda dengan aslinya. Baik dalam hal warna, bahan maupun kualitas
cetakan uang yang dihasilkan. Perbandingan kualitas uang palsu dengan
uang asli sendiri ada beberapa macam, mulai dari perbandingan 1:2, 1:3, 1:4,
1:5 dan seterusnya. Angka perbandingan ini menunjukkan kualitas detail uang
palsu jika dibandingkan uang yang asli. Semakin kecil angka perbandingan
tersebut, maka akan semakin mirip uang palsu tersebut dengan uang yang asli.
Seperti juga kita ketahui bahwa tindak pidana uang palsu ini termasuk
dalam tindak pidana yang memiliki motif / latar belakang sosial ekonomi,
meskipun terkadang ada motif-motif lain. Menurut ensiklopedia crime and justice
tindak pidana dibidang ekonomi dibedakan dalam 3 golongan, yaitu :Property
crimes; Regulatory crimes; Tax crimes.
Property crimes sebagai salah satu
tipe tindak pidana dibidang ekonomi meliputi obyek yang dikuasai individu (
perorangan ) dan juga yang dikuasai oleh negara. Ada beberapa tindakan yang
termasuk dalam property crimes seperti :
1. Tindakan pemalsuan ( untuk segala objek ) ( forgery )
2. Tindakan penipuan yang merusak ( the fraudelent destruction )
3. Tindakan memindahkan / menyembunyikan instrumen yang tercatat / dokumentasi
( removal or concealment of recordable instrument )
4. Tindakan mengeluarkan cek kosong (
passing bad checks )
5. Menggunakan kartu kredit ( credit card
) yang diperoleh dari pencurian dan kartu kredit yang ditangguhkan
6. Praktik usaha curang ( deceptive business praktices )
7. Tindakan penyuapan dalam kegiatan usaha ( comercial bribery )
8. Tindakan perolehan / pemilikan sesuatu dengan cara tidak jujur / curang (
the rigging of contest )
9. Tindakan penipuan terhadap kreditur
beritikad baik
10. Pernyataan bangkrut dengan tujuan penipuan
11. Perolehan deposito dari lembaga keuangan yang sedang pailit
12. Penyalahgunaan dari asset yang dikuasakan
13. Melindungi dokumen dengan cara curang dari tindakan penyitaan
Dengan kata lain bahwa tindak pidana uang palsu tersebut juga termasuk
dalam tindak pidana dibidang ekonomi.
Kejahatan mengenai uang
palsu tersebut telah diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (
KUHP ) kita. KUHP yang telah berlaku sejak jaman Hindia Belanda terus menjadi
pedoman bagi penegakan hukum pidana di Indonesia. Dalan Buku II KUHP, yang dulu
bernama WvS ( Wetboek van Stafrecht ) telah diuraikan mengenai
bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk dalam kejahatan / tindak
pidana. Kejahatan tentang uang palsu ini telah diatur dalam Buku II KUHP
dalam Pasal 244 sampai dengan Pasal 252 KUHP, ditambah dengan Pasal 250 bis.
Sedangkan Pasal 248 telah dihapuskan melalui Statsblad 1938 no. 593. Diantara
pasal-pasal tersebut terdapat 7 pasal yang merumuskan tentang kejahatan uang
palsu, yakni Pasal 244, 245, 246, 247, 249, 250 dan pasal 251 KUHP. Bentuk
kejahatan uang palsu memang memiliki kerakteristik yang beragam. Hal ini telah
secara sadar diantisipasi oleh KUHP. Pemerintah juga telah secara sistematis
menyiapkan aturan hukum untuk melindung kinerja perekonomian negara yang tidak
bisa kita lepaskan dengan uang sebagai alat pembayaran masyarakat. Kejahatan
mengenai uang palsu merepakan kejahatan yang tidak lepas dari pengaturan KUHP.
Bentuk kejahatan ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan perekonomian
negara. Dan jika kita menengok sistem perekonomian negara kita, maka kita tidak
bisa lepas dari keberadaan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia.
Berangkat dari hal inilah maka penulis dalam penelitian ini akan mengkaji
bagaimanakah usaha-usaha Bank Indonesia dalam memberantas peredaran uang palsu
berdasarkan ketentuan Pasal 244 dan 245 KUHP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar