Kamis, 19 Desember 2013

Otonomi daerah


BAB I
PENDAHULUAN

I.  Latar Belakang
Tiga tahun  sebelum menginjak abad XXI, terjadi peristiwabesar di Indonesia  mengawali abad yangdinantikan oleh seluruh masyarakat dunia. Gerakan Reformasi yang terjadipada  pertengahan tahun 1997 demikian dahsyatsehingga mampu menggulingkan pemerintahan Orde Baru, yang dianggap sudah tidakpopuler untuk memjalankan pemerintahan Indoesia. Sejalan dengan  terjadinya gerakan Reformasi marak pulaisu-isu heroik yang berkaitan dengan penegakan demokrasi, upaya menghindari disintegrasi,upaya pembentukan pemerintahan yang baik dan bersih, kredibilitas pemimpin,pemberantasan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), pemberdayaan masyarakat,pembangunan berkelanjutan, pembentukan otonomi daerah , dan masih banyakisu-isu lainnya.
Gerakan Reformasi yang gencar dan luas merupakan akumulasi dari carut-marut pemerintahan yang sudah tidak sesuaidengan harapan masyarakat, ditambah dengan krisis ekonomi yang parah. Akarkekacauan tersebut di atas adalah  pemerintah Orde Baru yang  dianggap melaksanakan pemerintahansentralistik, otoriter dan  korup. Denganjatuhnya pemerintahan Orde Baru  semakingencar pula tuntutan masyarakat, baik di tingkat elite pusat maupun daerah  untuk memberlakukan otonomi daerah secaralebih luas .
Otonomi daerah sebagai suatu sistimpemerintahan di Indonesia  yangdesentralistis bukan merupakan hal yang baru. Penyelenggaraan otonomi daerahsebenarnya sudah diatur dalam UUD 1945. Walaupun demikian dalam perkembangannyaselama ini pelaksanaan otonomi daerah belum menampakkan hasil yang optimal.Setelah gerakan Reformasi berlangsung dan pemerintahan Suharto jatuh, wacanauntuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah terdengar kembali gaungnya,bahkan lebih keras dan mendesak untuk segera dilaksanakan. Tuntutan masyarakatuntuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah disambut oleh presiden Habibiesehingga kemudian ditetapkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat  dan Daerah. Dengan disahkannya keduaundang-undang tersebut, maka terjadi perubahan paradigma, yaitu daripemerintahan sentralistis ke pemerintahan desentralistis. Berdasarkanundang-undang otonomi daerah tersebut, pemberlakuan undang-undang tersebutefektif  dilaksanakan setelah dua tahunsejak ditetapkannya. Pada masa pemerintahan presiden Abdurachman Wachid Undang-undang Otonomi Daerah mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2001.

BAB II
PEMBAHASAN

I.  Pengertian Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yangberarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengandemikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurusrumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997)mengemukakan bahwa :
1.      F. Sugeng Istianto,mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurusrumah tangga daerah.
2.     Ateng Syarifuddin,mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapibukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujudpemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3.     Syarif Saleh,berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerahsendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993)bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagianwilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat.Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatupemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisahdengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumbersumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Dengan otonomi daerah tersebut,menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerahmemungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkansumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasarpemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapatberbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasan yang terbatas ataukemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harusdipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagidaerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untukmelakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapattentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius(1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusanpolitik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturanperundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untukmenentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerahsenantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi.
Terlepas dari itu pendapat beberapaahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkanaspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwaotonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1.      Aspek Hak dan Kewenanganuntuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2.      Aspek kewajiban untuk tetapmengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetapberada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3.      Aspek kemandirian dalampengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan danpelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaansendiri.
 Yang dimaksud dengan hak dalam pengertianotonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga,seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya.Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunannasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untukberinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiriserta mengelola keuangan sendiri.


Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwaundang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwadaerah harus mampu :
1.      Berinisiatif sendiriyaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan   kebijaksanaan sendiri.
2.      Membuat peraturan sendiri (PERDA)beserta peraturan pelaksanaannya.
3.      Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4.      Memiliki alat pelaksana baik personilmaupun sarana dan prasarananya.

II.Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi daerah dan daerah otonom, biasa rancudipahami oleh masyarakat. Padahal sebagaimana pengertian otonomi daerah diatas, jelas bahwa untuk menerapkan otonomi daerah harus memiliki wilayah denganbatas administrasi pemerintahan yang jelas.
Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahandan kependudukan yang dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah. Dengan demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian,walau titik berat pelaksanaan otonomi daerah dilimpahkan pada pemerintahkabupaten/kota. Adapun daerah provinsi, berotonomi secara terbatas yaknimenyangkut koordinasi antar/lintas kabupaten/kota, serta kewenangan pusat yangdilimpahkan pada provinsi, dan kewenangan kabupaten/kota yang belum mampudilaksanakan maka diambil alih oleh provinsi.
Secara konsepsional, jika dicermati berlakunyaUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dengan tidak adanya perubahan strukturdaerah otonom, maka memang masih lebih banyak ingin mengatur pemerintah daerahbaik provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah kabupaten/kotayang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan pemerintahan,maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan bertanggungjawab di masamendatang.
Dalam diktum menimbang huruf (b) Undang-undang Nomor22 tahun 1999, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandangperlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran sertamasyarakat, pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan potensi dankeanekaragaman daerah.
Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah untukmenyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecualikewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,moneter dan fiskal,  agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya yangditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomimaupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dariperencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Dalam penjelesan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999,dikatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerahuntuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secaranyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudanpertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepadadaerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalammencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dankesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan hubungan yangserasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhanNegara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar pemikiran di atas¸ maka prinsip-prinsippemberian otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagaiberikut :
a.      Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspekdemokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yangterbatas.
b.      Pelaksanaan otonomi daerahdidasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
c.       Pelaksanaan otonomidaerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah kota,sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
d.      Pelaksanaan otonomi daerahharus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap terjalin hubungan yangserasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
e.       Pelaksanaan otonomidaerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalamdaerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
f.       Pelaksanaan otonomidaerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah,baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran ataspenyelenggaraan pemerintah daerah.
g.      Pelaksanaan azasdekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagaiwilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah.
h.      Pelaksanaan azas tugaspembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi jugadari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, saranadan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkanpelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalahuntuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah danpembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalamAbdurrahman (1987) mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
a.      Mengemukakan kesadaranbernegara/berpemerintah yang mendalam kepada rakyat diseluruh tanah airIndonesia.
b.      Melancarkan penyerahan danadan daya masyarakat di daerah terutama dalam bidang perekonomian.
III. Implementasi Otonomi Daerah DiIndonesia
Otonomi yang berasal dari kata autonomos (bahasa Yunani)  mempunyai pengertian mengatur diri sendiri. Padahakekatnya otonomi daerah adalah upaya untuk mensejahterakan masayarakat  melalui pemberdayaan potensi daerah secaraoptimal. Makna otonomi daerah adalah daerah mempunyai hak , wewenang dankewajiban untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturanpeundang-undangan yang berlaku (Pusat Bahasa , 2001 : 805). Undang-undang Nomor22 tahun 1999 pasal 14 menyebutkan bahwa kewenangan daerah otonom untukmengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiriberdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan .Aspek “ prakarsa sendiri “ dalam otonomi daerah memberikan  “roh” pada penyelenggaraan pembangunan daerahyang lebih  participatory. Tanpa upaya untuk menumbuh-kembangkan prakarsasetempat, otonomi daerah yang diharapkan dapat memberikan nuansa demokratisasipembangunan daerah, akan kehilangan makna terpentingnya.
Otonomi yang luas sebenarnyamerupakan penjabaran dari desentralisasi secara utuh. Idealnya pelaksanaanotonomi yang luas harus disertai pula dengan prinsip-prinsip demokrasi,keadilan, pemerataan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, penggalianpotensi dan keanekaragaman  daerah yangdifokuskan pada peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten dan kotamadia.
 Implementasi otonomi daerah dapat dilihat daribebagai segi yaitu pertama, dilihat dari segi wilayah (teritorial) harus berorientasi pada pemberdayaan dan penggalianpotensi daerah. Kedua, dari segi struktur tata pemerintahan berorientasi padapemberdayaan pemerintah daerah dalam mengelola sumber-sumber daya yangdimilikinya secara bertanggung jawab dan memegang prinsip-prinsip kesatuannegara dan bangsa. Ketiga, dari segi kemasyarakatan berorientasi padapemberdayaan dan pelibatan  masyarakatdalam pembangunan di berbagai daerah sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Undang-undang danperaturan tentang otonomi daerah sudah disusun sejak Indonesia merdeka .Hal inimenunjukkan bahwa para pemimpin negara dari jaman Orde Lama, Orde Baru sampaipemimpin negara  saat ini sudahmemikirkan betapa penting otonomi daerah mengingat wilayah Indonesia yangdemikian luas yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Pemberian otonomi kepadadaerah pada dasarnya merupakan upaya pemberdayaan dalam rangka mengelolapembangunan di daerahnya. Daerah diharapkan sedikit demi sedikit mampumelepaskan ketergantungannya terhadap bantuan pemerintah pusat dengan cara  meningkatkan kreativitas,  meningkatkan inovasi dan meningkatkan kemandiriannya.Bila  pelaksaan otonomi daerah sesuaidengan peraturan dan perundang-undangan yang telah disusun, maka harapan indahuntuk mewujudkan “daerah membangun“ (bukan  “membangun daerah”), dapat segera tercapai. Otonomi daerah memberikanharapan cerah kepada daerah  untuk lebihmeningkatkan dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangkamemberikan efektifitas pelayanan kepada masyarakat .Hal  lain yang tidak kalah penting adalah daerahdapat melaksnakan fungsi-fungsi pembangunan serta mengembangkan prakarsamasyarakat secara demokratis , sehingga sasaran pembangunan diarahkan dandisesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang ada di daerah.
Pada kenyataannya sangatironis bila pelaksanaan dan penerapan otonomi daerah sejak Orde Lama, Orde Barudan  sampai saat ini  tidak pernah tuntas. Berbagai faktor penyebabpelaksanaan otonomi daerah yang tidak mulus adalah karena distorsikepentngan-kepentingan politik penguasa yang menyertai penerapan otonomi daerahsehingga penguasa cenderung tetap melaksanakan pemerintahan secara sentralistikdan otoriter. Selain itu kepentingan-kepentingan politik para pemimpin negarauntuk memerintah dan berkuasa secara absolut dengan mempolitisir otonomi daerahmengakibatkan otonomi daerah semakin tidak jelas tujuannya. Suatu contohyaitu  pada masa pemerintahan presidenSuharto telah ditetapkan proyek percontohan untuk menerapkan otonomi daerah di26 daerah tingkat II berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, tetapi tidakada hasilnya.
Penerapan otonomi daerah melalui Undang-undang  Nomor22 Tahun 1999 saat ini masih mencari bentuk, karena sikap pemerintah yang masih“ mendua “. Di satu pihak pemerintah sadar bahwa otonomi daerah sudah sangatmendesak untuk segera dilaksanakan secara tuntas, tetapi di lain pihakpemerintah juga berusaha tetap mengendalikan daerah secara kuat pula. Hal initerlihat pada kewenangan-kewenangan yang cukup luas yang masih  ditangani pemerintah terutama yang sangatpotensial sebagai sumber keuangan. Selain itu kewenangan pemerintah yang lain ,yang juga dapat mengancam pelaksanaan otonomi daerah adalah otoritas pemerintahuntuk mencabut otonomi yang  telahdiberikan kepada daerah.  Selama kuranglebih empat tahun sejak dicanangkannya otonomi daerah di Indonesia,pemberdayaan daerah yang gencar diperjuangkan pada kenyataannya belumdilaksanakan secara optimal. Pembangunan di daerah kurang memperhatikankebutuhan dan kepentingan masyarakat. Keputusan-keputusan pemerintah sertaprogram-program pembangunan tidak menyertakan masyarakat, sehinggaprogram-program pembangunan di daerah cenderung masih bersifat top down  daripada bottom up planning
Ada beberapahal yang perlu diperhatikan agar otonomi daerah dapat terwujud. Pertama, harusdisadari bahwa otonomi daerah harus selalu diletakkan dalam kerangka NegaraKesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah merupakan suatu subsistem dalamsatu  sistem pemerintahan yang utuh.Kedua, perlu kemauan politik (politicalwill)  dari semua pihak seperti  pemerintah pusat, pemerintah daerah dan  masyarakat. Kemauan politik dari semua pihakdapat memperkuat tujuan untuk membangun masyarakat Indonesia secara keseluruhanmelalui pembangunan-pembangunan daerah. Kemauan politik ini diharapkan dapatmembendung  pemikiran  primordial, parsial, etnosentris dansebagainya. Ketiga, komitmen yang tinggi dari berbagai pihak yangberkepentingan sangat dibutuhkan agar pelaksanaan otonomi daerah dapat tercapaitujuannya .

IV. Dampak Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia
Selama kurang lebih 60 tahun Indonesia medeka, otonomi daerah turut mengiringipula perjalanan bangsa Indonesia. Pada masa Orde Lama otonomi daerah belumsepenuhnya dilaksanakan, karena pimpinan negara yang menerapkan demokrasi terpimpin cenderung bersikap otoriter dansentralistis dalam melaksanakan pemerintahannya. Demikian pula pada masapemerintahan Orde Baru dengan demokrasi Pancasilanya, pelaksanaan pemerintahanmasih cenderung bersifat sentralistis dan otoriter . Selain itu pada kedua masatersebut banyak terjadi distorsi kebijakan yang terkait dengan otonomi daerah. Tentusaja kita belum dapat melihat dampak dan pengaruh dari pelaksanaan otonomidaerah pada kedua masa itu, karena pada kenyataannya otonomi daerah belumdilaksanakan sepenuhnya, walaupun sudah banyak Undang-undang dan peraturan yangdibuat untuk melaksanakan otonomi daerah tersebut.
Pada masa Reformasi tuntutan untukmelaksanakan otonomi daerah sangat gencar sehingga pemerintah secara serius pula  menyusun kembali Undang-undang yang mengaturotonom daerah yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang  Pemerintahan Daerah. Setelah 2 tahun memaluimasa transisi dan sosialisasi untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerahtersebut,maka otonomi daerah secara resmi berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001,pada masa pemerintahan presiden Abdurachaman Wachid. Setelah kurang lebih 4tahun otonomi daerah diberlakukan, dampak yang terlihat adalah muncul duakelompok masyarakat yang berbeda pandangan tentang otonomi daerah. Di satu sisiada masyarakat yang   pasif dan pesimis terhadap keberhasilankebijakan otonomi daerah, mengingat pengalaman-pengalaman pelaksanaan otonomidaerah pada masa lalu. Kelompok masyarakat ini tidak terlalu antusiasmemberikan dukungan ataupun menuntut program-program yang telah ditetapkandalam otonomi daerah.  Di sisi yang lainada kelompok masyarakat yang sangat optimis terhadap keberhasilan kebijakanotonomi daerah karena kebijakan ini cukup aspiratif dan didukung oleh hampirseluruh daerah dan seluruh komponen.
Antusiasme dan tuntutan untuk segeramelaksanakan otonomi daerah juga berdatangan dari kelompok-kelompok  yang secara ekonomis dan politis mempunyaikepentingan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu masyarakat yang masihdipengaruhi oleh euforia reformasi menganggap otonomi daerah adalah kebebasantanpa batas untuk melaksanakan pemerintahan sesuai dengan harapan dan dambaanmereka. Masyarakat dari daerah yang kaya sumberdaya alamnya, tetapi tidakmenikmati hasil-hasil pembangunan selama ini, menganggap otonomi daerahmemberikan harapan cerah untuk meningkatkan kehidupan mereka. Harapan yangbesar dalam melaksanakan otonomi daerah telah mengakibatkan daerah-daerahsaling berlomba untuk menaikan pendapatan asli daerah (PAD). Berbagai contohupaya gencar daerah-daerah untuk meningkatkan PAD  dengan cara yang paling mudah yaitu denganpenarikan pajak dan retrebusi secara intensif. Contoh lain, tidak jarangterjadi sengketa antar daerah yang memperebutkan batas wilayah yang mempunyaipotensi ekonomi yang tinggi. Perebutan sumber pendapatan daerah sering jugaterjadi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemikiran yang bersifatregional, parsial, etnosentris, primordial , seringkali mewarnai pelaksanaanotonomi daerah sehingga dikhawatirkan dapat menjadi benih disintegrasi bangsa.
Selain dampak negatif dari pelaksanaanotonomi daerah seperti tersebut di atas, juga ada dampak positif yangmemberikaan harapan keberhasilan otonomi daerah. Suasana di daerah-daerahdewasa ini cenderung saling berpacu untuk meningkatkan potensi daerahdengan  berbagai macam cara. Seluruhkomponen masyarakat mulai dari pemerintah daerah dan anggota masyarakat umumnyadiharapkan dapat mengembangkan kreativitasnya dan dapat melakukan inovasidiberbagai bidang . Pengembangan dan inovsi bidang-bidang dan sumberdaya yangdahulu kurang menarik perhatian untuk dikembangkan, sekarang dapat menjadipotensi andalan dari daerah. Selain itu otonomi daerah memacu menumbuhkandemokratisasi dalam kehidupan masyarakat, memacu kompetisi yang sehat, pendstribusian kekuasaan sesuai dengankompetensi .



V. Perubahan Budaya Sebagai Akibat Pelaksanaan Otonomi Daerah DiIndonesia
Pelaksanaan otonomi daerah di berbagaidaerah di Indonesia telah menimbulkan dampak, baik dampak positif maupun dampaknegatif seperti beberapa contoh yang telah penulis sebutkan di atas. Selain ituotonomi daerah juga telah membawa perubahan-perubahan budaya dalam masyarakatIndonesia.
Pengertian budaya atau kebudayaan dalamarti luas menurut E.B.Tylor adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan lain  serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkanmanusia sebagai anggota masyarakat melalui proses belajar  (Tylor dalam Soekanto , 1969 : 55). Dalampengertian sempit, kebudayaan diartikan sebagai hasil cipta, karya dan karsamanusia untuk mengungkapkan hasratnya akan keindahan . Jadi pengertiankebudayaan dalam arti sempit adalah berupa hasil-hasil kesenian.
Perubahan kebudayaan yang akan dibahasdalam tulisan ini difokuskan pada bahasan kebudayaan dalam arti luas, dalamarti perubahan perilaku pemerintah dan masyarakat yang terkait dengan bidang politik, pemerintahan, ekonomi,sosial dan sebagainya, walaupun bahasannya secara umum dan tidak mengupas  seluruh aspek dari bidang-bidang tersebut.
Sejalan dengan tekat pemerintah untukmelaksanakan otonomi daerah, maka telah terjadi perubahan-perubahan paradigma(Warseno dalam Ambardi dan Prihawantoro, 2002 : 181), yaitu antara lain :
·        Paradigma dari sentralisasi ke desentralisasi
·        Paradigma kebijakan tertutup ke kebijakanterbuka (transparan)
  • Paradigma yang menjadikan masyarakat sebagai obyek pembangunan ke masyarakat yang menjadi subyek pembangunan.
  • Paradigma dari otonomi yang nyata dan bertanggungjawab ke otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
·        Paradigma dari organisasi yang tidak efisien  ke organisasi yang efisien .
·        Paradigma dari perencanaan dan pelaksanaanprogram yang bersifat top down ke paradigmasistem perencanaan campuran top downdan bottom- up.
Perubahan paradigma ini juga merubahbudaya masyarakat dalam melaksanakan kegiatannya dalam rangka pelaksanaanotonomi daerah. Perubahan paradigma pemerintahan sentralisasi ke pemerintahandesentralisasi telah menyebabkan kebingungan pada aparat pemerintah daerah yangsudah terbiasa menerima program-program yang telah dirancang oleh pemerintahpusat. Sekarang mereka dituntut untuk melaksanakan pemerintahan yang efisiendan berorientasi pada kualitas pelayanan serta melibatkan partisipasi masyarakat.Pemerintah Daerah dituntut untuk secara mandiri melaksanakan aktivitasperencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan program pembanguan yangdilaksanakan di daerahnya.  Selain itu  daerah dituntut kemampuannya untuk membiayaisebagian besar kegiatan pembangunannya sehingga diperlukan sumberdaya manusiayang berkualitas, kreatif, inovatif  ,yang diharapkan dapat menghasilkan pemikiran , konsep dan kebijakan dalamrangka mencari sumber pembiayaan pembangunan tersebut. Perubahan paradigmadalam waktu yang relatif singkat, tentu saja belum membuat para aparatpemerintah daerah dan masyarakat memahami sepenuhnya hakekat dan aturan-aturanpelaksanaan otonomi daerah. Walaupun demikian sedikit demi sedikit aparatpemerintah daerah dan masyarakat mulai belajar menyesuaikan diri dengan iklimotonomi daerah. Aktivitas yang mengarah pada efisiensi dan upaya peningkatankualitas pelayanan, inovasi dan kreativitas dalam penggalian potensi daerahmulai digiatkan. Beberapa contoh dapat disebutkan yaitu bahwa instansi-instansipemerintah di daerah giat mendorong para pegawainya untuk meningkatkan danmengembangkan ketrampilan dan keahliannya melalui peningkatan pendidikan, baikformal maupun non formal. Contoh yang lain adalah pemangkasan prosedurbirokrasi yang bertele-tele, dengan tujuan untuk efisiensi .
Iklim keterbukaan yang mewarnaiotonomi daerah telah membawa perubahan pada perilaku masyarakat yang semulatidak diberi kesempatan untuk mengetahui dan berperan dalam perencanaan,pelaksanaan dan pengawasan pembangunan kemudian diberi kesempatan untuk terlibat dalam program-program pembangunan.Keadaan ini kemudian melahirkan sikap-sikap yang kadang-kadang sangatberlebihan. Masyarakat yang masih awam dengan penerapan sistim demokrasimenganggap bahwa semua masalah pemerintahan juga harus dipertanggungjawabkansecara langsung kepada mereka. Pada awal masa reformasi kita dapat melihatmaraknya demonstrasi masyarakat yang kadang-kadang sangat brutal dan kasarmenuntut agar  pejabat-pejabatpemerintahan yang dianggap telah menyimpang dalam melaksanakan tugas-tugas yangdiamanatkan kepadanya diadili atau mengundurkan diri.  Masyarakat seolah-olah sudah tidak mempunyaikepercayaan kepada lembaga yang dapat menyalurkan aspirasi mereka, sehinggatindakan main hakim sendiiri menjadi pemandangan yang sangat umum. Sebagaicontoh kita dapat melihat pada peristiwa yang menimpa Bupati Temanggung yangbaru-baru ini diminta oleh hampir seluruh masyarakat Temanggung untukmengundurkan diri, karena dianggap telah melakukan korupsi. Bahkan para pegawainegeri di Temanggung melakukan demonstrasi dan mogok kerja sebagai protesterhadap Bupati. Tentu saja kalau kita melihat secara proporsional padatindakan masyarakat terutama para pegawai negeri, tindakan mogok kerja tersebutmerupakan tindakan yang menyalahi aturan dan dapat dikenakan sanksi karena parapegawai negeri tersebut mengemban tugas pelayanan kepada masyarakat.
Otonomi daerah yang bertujuan untukpengelola daerah atas prakarsa sendiri dalam beberpa bidang mulai menampakkanperubahan. Satu contoh di beberapa daerah telah disusun hukum dan peraturanyang disesuaikan dengan kultur (budaya) masyarakat dan perjalanan sejarahdaerah tersebut. Ada beberapa contoh daerah yang telah menyusun peraturan  dan hukum berdasarkan syariat  atau hukum Islam. Baru-baru ini di KabupatenBireuen, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) telah diberlakukan hukum cambukkepada 15 orang terpidana yang melakukan judi. Hukum cambuk yang mengundangpro-kontra ini dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2005 . Pijakan hukum yangmelandasi hukum cambuk adalah Undang-undang Nomor 14/1999 Tentang Pelaksanaan Keistimewaan Provinsi Nangroe AcehDarussalam, Undang-undang Nomor 18/2001 Tentang Otonomi Khusus, dan PeraturanDaerah (Perda) Nomor 5/2000 Tentang pelaksanaan Syariat  Islam. Petunjuk teknis pelaksanaan hukumcambuk bagi yang melanggar syariat Islam dituangkan dalam Peraturan GubernurAceh Nomor 10/2005 sebagai pengganti Peraturan Daerah (Qanun). Dalam PeraturanGubernur ini setidaknya ditetapkan empat kasus yang pelakunya bisa dikenaihukum cambuk, yaitu judi, berpasangan di tempat gelap dengan orang yang bukanmuhrimnya, minum minuman keras/mabuk dan berzina (Gatra, Nomor 33, 2 Juli2005). Hukum Cambuk yang dilaksanakan di Nangroe Aceh Darussalam ini sebenarnya bukan bertujuan untukmempertontonkan kesadisan dan kekejaman dari penegak hukum di sana, melainkanuntuk membuat jera para pelaku tindak kraiminal dan agar masyarakat lebihberhati-hati serta melaksanakan syariat Islam dengan baik dan benar.
Daerah lain yang juga mulaimenerapkan aturan berdasarkan  syariatIslam  adalah Cianjur. Di sana telahdisusun  aturan yang menghimbau wanitamuslim mengenakan jilbab serta himbauan kepada suluruh muslim meninggalkanpekerjaannya untuk segera menunaikan sholat ketika adhan berkumandang.Pelangaran pada peraturan ini sementara berupa sanksi moral dan sanksi sosial.


Perilaku masyarakat yang terkaitdengan penggalian  dan pengembangan  potensi ekonomi juga melahirkan sikap dan kultur berkreasi dan berinovasi  untuk menciptakan hal-hal baru. Dalam upayameningkatkan daya saing ini beberapa daerah harus memperhatikan potensisumberdaya alam, sumberdaya manusia, kultur dan pimpinan/pemegang kebijakan.Kalau tidak, maka akan terjadi persaingan yang tidak sehat  antara kelompok masyarakat di daerahtersebut, persaingan antar daerah dan lain sebagainya. Bahkan tidak jarangantar daerah saling berebut lahan atau sumber daya alam yang menjadi sumberekonomi . Kadang-kadang ambisi untuk meningkatkan PAD melahirkan sikap “ rakus“ pada daerah-daerah.  Daerah-daerah yangsangat minim sumberdaya alamnya dipacu untuk melihat lebih jeli peluang-peluang di sektor ekonomi berskala kecil atauyang sering disebut sebagai ekonomi kerakyatan (usaha kecil dan menengah). Daripengalaman krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997, ekonomirakyat dan sektor informal mampu bertahan dan bahkan mampu menjadi penyangga (buffer) perekonomian daerah , sehinggamampu menyelamatkan kehidupan rakyat ( Mubyarto, 2001 : 196). Beberapa contohdaerah yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan setelah krisis ekonomi dantetap dapat bertahan dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya adalahKabupaten Sukoharjo dan Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.Kabupaten Sukoharjo selama krisis ekonomi tidak terkena dampak yang berartikarena industri kecil dan sektor informal yang dikembangkan di daerah tersebuttidak tergantung pada bahan baku import dan melayani pasar lokal yang cukupluas. Berbeda dengan Kabupaten Sukoharjo, Desa Banyuraden Kabupaten Slemanberhasil memberdayakan ekonomi masyarakat melalui pengelolaan dan pengolahan  sampah, yang semula menjadi sumber masalahlingkungan di desa tersebut. Desa Banyuraden berhasil memanfaatkan sampahmenjadi sumber ekonomi masyarakat dengan cara mengolah sampah menjadi komposatau pupuk organik dan dan barang kerajinan. Kita tidak dapat memungkiri bahwa tidak semua daerah berhasilmengatasi krisis ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi rakyat. Banyak daerahterutama di luar Jawa yang tidak memiliki sumberdaya ekonomi dan sumberdayamanusia yang memadai patut mendapatkan perhatian yang lebih besar dariPemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Daftar Pustaka
1.           Mubyarto, 2000, PemulihanEkonomi Rakyat Menuju Kemandirian Masyarakat Desa, Yogyakarta : AdityaMedia.
2.           Mubyarto, 2001, ProspekOtonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis, Yogyakarta : BPFE.
3.           Nugroho D., Riant, 2000, Otonomi Daerah Desentralisasi Tanpa Revolusi : Kajian dan Kritik atasKebijakan Desentralisasi di Indonesia.Jakarta : PT Elex Media Kompetindo
4.           Soemardjan,Selo (Ed.),2000,  Menuju Tata Indonesia Baru, Jakarta : PT Gramedia
5.           UUNo.22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun 2004 , tentangPemerintah Daerah.
6.           Prof.Drs.HAW. Widjaja, , 2005, penyelenggaraanotonomi daerah di indonesia, Palembang : Rajawali Pers.
8.           http://fh.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=59&Itemid=1diakses pada 10-04-2012, 11.05 wite.
10.       http://politik.kompasiana.com/2010/07/26/otonomi-daerah-di-indonesia/diakses tanggal 10-04-2012, 11.23 wite.
Bottom of Form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar