BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Tiga tahun
sebelum menginjak abad XXI, terjadi peristiwabesar di Indonesia mengawali
abad yangdinantikan oleh seluruh masyarakat dunia. Gerakan Reformasi yang
terjadipada pertengahan tahun 1997 demikian dahsyatsehingga mampu
menggulingkan pemerintahan Orde Baru, yang dianggap sudah tidakpopuler untuk
memjalankan pemerintahan Indoesia. Sejalan dengan terjadinya gerakan
Reformasi marak pulaisu-isu heroik yang berkaitan dengan penegakan demokrasi,
upaya menghindari disintegrasi,upaya pembentukan pemerintahan yang baik dan
bersih, kredibilitas pemimpin,pemberantasan KKN (korupsi, kolusi dan
nepotisme), pemberdayaan masyarakat,pembangunan berkelanjutan, pembentukan
otonomi daerah , dan masih banyakisu-isu lainnya.
Gerakan Reformasi yang
gencar dan luas merupakan akumulasi dari carut-marut pemerintahan yang sudah
tidak sesuaidengan harapan masyarakat, ditambah dengan krisis ekonomi yang
parah. Akarkekacauan tersebut di atas adalah pemerintah Orde Baru yang
dianggap melaksanakan pemerintahansentralistik, otoriter dan korup.
Denganjatuhnya pemerintahan Orde Baru semakingencar pula tuntutan
masyarakat, baik di tingkat elite pusat maupun daerah untuk memberlakukan
otonomi daerah secaralebih luas .
Otonomi daerah sebagai
suatu sistimpemerintahan di Indonesia yangdesentralistis bukan merupakan
hal yang baru. Penyelenggaraan otonomi daerahsebenarnya sudah diatur dalam UUD
1945. Walaupun demikian dalam perkembangannyaselama ini pelaksanaan otonomi
daerah belum menampakkan hasil yang optimal.Setelah gerakan Reformasi
berlangsung dan pemerintahan Suharto jatuh, wacanauntuk mengoptimalkan
pelaksanaan otonomi daerah terdengar kembali gaungnya,bahkan lebih keras dan
mendesak untuk segera dilaksanakan. Tuntutan masyarakatuntuk mengoptimalkan
pelaksanaan otonomi daerah disambut oleh presiden Habibiesehingga kemudian
ditetapkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-undang Nomor25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan disahkannya keduaundang-undang
tersebut, maka terjadi perubahan paradigma, yaitu daripemerintahan sentralistis
ke pemerintahan desentralistis. Berdasarkanundang-undang otonomi daerah
tersebut, pemberlakuan undang-undang tersebutefektif dilaksanakan setelah
dua tahunsejak ditetapkannya. Pada masa pemerintahan presiden Abdurachman
Wachid Undang-undang Otonomi Daerah mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari
2001.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Pengertian
Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal
dari bahasa Yunani autos yangberarti sendiri dan namos yang berarti
Undang-undang atau aturan. Dengandemikian otonomi dapat diartikan sebagai
kewenangan untuk mengatur dan mengurusrumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat;
1985).
Beberapa pendapat ahli
yang dikutip Abdulrahman (1997)mengemukakan bahwa :
1.
F. Sugeng Istianto,mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk
mengatur dan mengurusrumah tangga daerah.
2. Ateng
Syarifuddin,mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau
kemandirian tetapibukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian
itu terwujudpemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3. Syarif
Saleh,berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah
daerahsendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan
oleh Benyamin Hoesein (1993)bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan
untuk rakyat di bagianwilayah nasional suatu Negara secara informal berada di
luar pemerintah pusat.Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa
otonomi daerah adalah suatupemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri
yang keberadaannya terpisahdengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna
mengalokasikan sumbersumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi
yang berbeda.
Dengan otonomi daerah
tersebut,menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah
daerahmemungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan
mengoptimalkansumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan
suatu dasarpemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah
adalah dapatberbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasan yang terbatas
ataukemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang
harusdipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan
bagidaerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup
untukmelakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas.
Pendapattentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent
Lemius(1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil
keputusanpolitik maupun administrasi, dengan tetap menghormati
peraturanperundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan
untukmenentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan
daerahsenantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam
peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi.
Terlepas dari itu
pendapat beberapaahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor
32 tahun 2004dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk
mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkanaspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak dari rumusan
di atas, dapat disimpulkan bahwaotonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga
aspek, yaitu :
1.
Aspek Hak dan Kewenanganuntuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2.
Aspek kewajiban untuk tetapmengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan
di atasnya, serta tetapberada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3.
Aspek kemandirian dalampengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan
kewenangan danpelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber
pembiayaansendiri.
Yang dimaksud
dengan hak dalam pengertianotonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah
untuk mengatur rumah tangga,seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta
perangkat pelaksanaannnya.Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan
pemerintah dan pembangunannasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya
kekuasaan pemerintah daerah untukberinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan
sendiri, perencanaan sendiriserta mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, bila
dikaji lebih jauh isi dan jiwaundang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi
daerah mempunyai arti bahwadaerah harus mampu :
1.
Berinisiatif sendiriyaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan
kebijaksanaan sendiri.
2.
Membuat peraturan sendiri (PERDA)beserta peraturan pelaksanaannya.
3.
Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4.
Memiliki alat pelaksana baik personilmaupun sarana dan prasarananya.
II.Prinsip dan Tujuan
Otonomi Daerah
Otonomi daerah dan
daerah otonom, biasa rancudipahami oleh masyarakat. Padahal sebagaimana
pengertian otonomi daerah diatas, jelas bahwa untuk menerapkan otonomi daerah
harus memiliki wilayah denganbatas administrasi pemerintahan yang jelas.
Daerah otonomi adalah
wilayah administrasi pemerintahandan kependudukan yang dikenal dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah. Dengan demikian
jenjang daerah otonom ada dua bagian,walau titik berat pelaksanaan otonomi
daerah dilimpahkan pada pemerintahkabupaten/kota. Adapun daerah provinsi,
berotonomi secara terbatas yaknimenyangkut koordinasi antar/lintas
kabupaten/kota, serta kewenangan pusat yangdilimpahkan pada provinsi, dan
kewenangan kabupaten/kota yang belum mampudilaksanakan maka diambil alih oleh
provinsi.
Secara konsepsional,
jika dicermati berlakunyaUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dengan tidak adanya
perubahan strukturdaerah otonom, maka memang masih lebih banyak ingin mengatur
pemerintah daerahbaik provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah
kabupaten/kotayang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan
pemerintahan,maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan bertanggungjawab
di masamendatang.
Dalam diktum menimbang
huruf (b) Undang-undang Nomor22 tahun 1999, dikatakan bahwa dalam
penyelenggaraan otonomi daerah, dipandangperlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip
demokrasi, peran sertamasyarakat, pemerataan dan keadilan serta
mempertimbangkan potensi dankeanekaragaman daerah.
Otonomi daerah dalam
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu adanya
kewenangan daerah untukmenyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang
pemerintahan kecualikewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan,moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan
bidang lainnya yangditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu,
keleluasaan otonomimaupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraannya, mulai dariperencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi.
Dalam penjelesan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999,dikatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi
nyata adalah keleluasaan daerahuntuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di
bidang tertentu yang secaranyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan
berkembang di daerah.Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung
jawab adalah berupa perwujudanpertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian
hak dan kewenangan kepadadaerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus
dipikul oleh daerah dalammencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan
pelayanan dankesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan
hubungan yangserasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka
menjaga keutuhanNegara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar pemikiran di
atas¸ maka prinsip-prinsippemberian otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22
tahun 1999 adalah sebagaiberikut :
a. Penyelenggaraan
otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspekdemokrasi, keadilan,
pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yangterbatas.
b.
Pelaksanaan otonomi daerahdidasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung
jawab.
c.
Pelaksanaan otonomidaerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten
dan daerah kota,sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
d.
Pelaksanaan otonomi daerahharus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap
terjalin hubungan yangserasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
e.
Pelaksanaan otonomidaerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom,
dan karenanya dalamdaerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah
administrasi.
f.
Pelaksanaan otonomidaerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan
legislatif daerah,baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi
anggaran ataspenyelenggaraan pemerintah daerah.
g.
Pelaksanaan azasdekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam
kedudukannya sebagaiwilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai
wakil daerah.
h.
Pelaksanaan azas tugaspembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah
kepada daerah, tetapi jugadari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai
dengan pembiayaan, saranadan prasarana, serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkanpelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang
menugaskannya.
Adapun tujuan pemberian
otonomi kepada daerah adalahuntuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintah danpembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
Sejalan dengan pendapat
di atas, The Liang Gie dalamAbdurrahman (1987) mengemukakan bahwa tujuan
pemberian otonomi daerah adalah :
a. Mengemukakan
kesadaranbernegara/berpemerintah yang mendalam kepada rakyat diseluruh tanah
airIndonesia.
b.
Melancarkan penyerahan danadan daya masyarakat di daerah terutama dalam bidang
perekonomian.
III. Implementasi Otonomi
Daerah DiIndonesia
Otonomi yang berasal
dari kata autonomos (bahasa Yunani) mempunyai pengertian mengatur
diri sendiri. Padahakekatnya otonomi daerah adalah upaya untuk mensejahterakan
masayarakat melalui pemberdayaan potensi daerah secaraoptimal. Makna
otonomi daerah adalah daerah mempunyai hak , wewenang dankewajiban untuk
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturanpeundang-undangan yang
berlaku (Pusat Bahasa , 2001 : 805). Undang-undang Nomor22 tahun 1999 pasal 14
menyebutkan bahwa kewenangan daerah otonom untukmengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiriberdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan .Aspek “ prakarsa sendiri
“ dalam otonomi daerah memberikan “roh” pada penyelenggaraan pembangunan
daerahyang lebih participatory. Tanpa upaya untuk
menumbuh-kembangkan prakarsasetempat, otonomi daerah yang diharapkan dapat
memberikan nuansa demokratisasipembangunan daerah, akan kehilangan makna
terpentingnya.
Otonomi yang luas
sebenarnyamerupakan penjabaran dari desentralisasi secara utuh. Idealnya
pelaksanaanotonomi yang luas harus disertai pula dengan prinsip-prinsip
demokrasi,keadilan, pemerataan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat,
penggalianpotensi dan keanekaragaman daerah yangdifokuskan pada
peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten dan kotamadia.
Implementasi
otonomi daerah dapat dilihat daribebagai segi yaitu pertama, dilihat dari segi
wilayah (teritorial) harus berorientasi pada pemberdayaan dan
penggalianpotensi daerah. Kedua, dari segi struktur tata pemerintahan berorientasi
padapemberdayaan pemerintah daerah dalam mengelola sumber-sumber daya
yangdimilikinya secara bertanggung jawab dan memegang prinsip-prinsip
kesatuannegara dan bangsa. Ketiga, dari segi kemasyarakatan berorientasi
padapemberdayaan dan pelibatan masyarakatdalam pembangunan di berbagai
daerah sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Undang-undang
danperaturan tentang otonomi daerah sudah disusun sejak Indonesia merdeka .Hal
inimenunjukkan bahwa para pemimpin negara dari jaman Orde Lama, Orde Baru
sampaipemimpin negara saat ini sudahmemikirkan betapa penting otonomi
daerah mengingat wilayah Indonesia yangdemikian luas yang menjadi tanggung
jawab pemerintah. Pemberian otonomi kepadadaerah pada dasarnya merupakan upaya
pemberdayaan dalam rangka mengelolapembangunan di daerahnya. Daerah diharapkan
sedikit demi sedikit mampumelepaskan ketergantungannya terhadap bantuan
pemerintah pusat dengan cara meningkatkan kreativitas, meningkatkan
inovasi dan meningkatkan kemandiriannya.Bila pelaksaan otonomi daerah
sesuaidengan peraturan dan perundang-undangan yang telah disusun, maka harapan
indahuntuk mewujudkan “daerah membangun“ (bukan “membangun daerah”),
dapat segera tercapai. Otonomi daerah memberikanharapan cerah kepada
daerah untuk lebihmeningkatkan dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangkamemberikan efektifitas pelayanan kepada masyarakat
.Hal lain yang tidak kalah penting adalah daerahdapat melaksnakan
fungsi-fungsi pembangunan serta mengembangkan prakarsamasyarakat secara demokratis
, sehingga sasaran pembangunan diarahkan dandisesuaikan dengan kondisi dan
permasalahan yang ada di daerah.
Pada kenyataannya
sangatironis bila pelaksanaan dan penerapan otonomi daerah sejak Orde Lama,
Orde Barudan sampai saat ini tidak pernah tuntas. Berbagai faktor
penyebabpelaksanaan otonomi daerah yang tidak mulus adalah karena
distorsikepentngan-kepentingan politik penguasa yang menyertai penerapan
otonomi daerahsehingga penguasa cenderung tetap melaksanakan pemerintahan
secara sentralistikdan otoriter. Selain itu kepentingan-kepentingan politik
para pemimpin negarauntuk memerintah dan berkuasa secara absolut dengan
mempolitisir otonomi daerahmengakibatkan otonomi daerah semakin tidak jelas
tujuannya. Suatu contohyaitu pada masa pemerintahan presidenSuharto telah
ditetapkan proyek percontohan untuk menerapkan otonomi daerah di26 daerah
tingkat II berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, tetapi tidakada
hasilnya.
Penerapan otonomi
daerah melalui Undang-undang Nomor22 Tahun 1999 saat ini masih mencari
bentuk, karena sikap pemerintah yang masih“ mendua “. Di satu pihak pemerintah
sadar bahwa otonomi daerah sudah sangatmendesak untuk segera dilaksanakan
secara tuntas, tetapi di lain pihakpemerintah juga berusaha tetap mengendalikan
daerah secara kuat pula. Hal initerlihat pada kewenangan-kewenangan yang cukup
luas yang masih ditangani pemerintah terutama yang sangatpotensial
sebagai sumber keuangan. Selain itu kewenangan pemerintah yang lain ,yang juga
dapat mengancam pelaksanaan otonomi daerah adalah otoritas pemerintahuntuk
mencabut otonomi yang telahdiberikan kepada daerah. Selama
kuranglebih empat tahun sejak dicanangkannya otonomi daerah di
Indonesia,pemberdayaan daerah yang gencar diperjuangkan pada kenyataannya
belumdilaksanakan secara optimal. Pembangunan di daerah kurang
memperhatikankebutuhan dan kepentingan masyarakat. Keputusan-keputusan
pemerintah sertaprogram-program pembangunan tidak menyertakan masyarakat,
sehinggaprogram-program pembangunan di daerah cenderung masih bersifat top down
daripada bottom up planning .
Ada beberapahal yang
perlu diperhatikan agar otonomi daerah dapat terwujud. Pertama, harusdisadari
bahwa otonomi daerah harus selalu diletakkan dalam kerangka NegaraKesatuan
Republik Indonesia. Otonomi daerah merupakan suatu subsistem dalamsatu
sistem pemerintahan yang utuh.Kedua, perlu kemauan politik (politicalwill)
dari semua pihak seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah dan
masyarakat. Kemauan politik dari semua pihakdapat memperkuat tujuan untuk
membangun masyarakat Indonesia secara keseluruhanmelalui
pembangunan-pembangunan daerah. Kemauan politik ini diharapkan
dapatmembendung pemikiran primordial, parsial, etnosentris
dansebagainya. Ketiga, komitmen yang tinggi dari berbagai pihak
yangberkepentingan sangat dibutuhkan agar pelaksanaan otonomi daerah dapat
tercapaitujuannya .
IV. Dampak Pelaksanaan
Otonomi Daerah Di Indonesia
Selama kurang
lebih 60 tahun Indonesia medeka, otonomi daerah turut mengiringipula perjalanan
bangsa Indonesia. Pada masa Orde Lama otonomi daerah belumsepenuhnya
dilaksanakan, karena pimpinan negara yang menerapkan demokrasi terpimpin
cenderung bersikap otoriter dansentralistis dalam melaksanakan pemerintahannya.
Demikian pula pada masapemerintahan Orde Baru dengan demokrasi Pancasilanya, pelaksanaan
pemerintahanmasih cenderung bersifat sentralistis dan otoriter . Selain itu
pada kedua masatersebut banyak terjadi distorsi kebijakan yang terkait dengan
otonomi daerah. Tentusaja kita belum dapat melihat dampak dan pengaruh dari
pelaksanaan otonomidaerah pada kedua masa itu, karena pada kenyataannya otonomi
daerah belumdilaksanakan sepenuhnya, walaupun sudah banyak Undang-undang dan
peraturan yangdibuat untuk melaksanakan otonomi daerah tersebut.
Pada masa Reformasi
tuntutan untukmelaksanakan otonomi daerah sangat gencar sehingga pemerintah
secara serius pula menyusun kembali Undang-undang yang mengaturotonom
daerah yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah. Setelah 2 tahun memaluimasa transisi dan sosialisasi untuk melaksanakan
kebijakan otonomi daerahtersebut,maka otonomi daerah secara resmi berlaku sejak
tanggal 1 Januari 2001,pada masa pemerintahan presiden Abdurachaman Wachid.
Setelah kurang lebih 4tahun otonomi daerah diberlakukan, dampak yang terlihat
adalah muncul duakelompok masyarakat yang berbeda pandangan tentang otonomi
daerah. Di satu sisiada masyarakat yang pasif dan pesimis terhadap
keberhasilankebijakan otonomi daerah, mengingat pengalaman-pengalaman
pelaksanaan otonomidaerah pada masa lalu. Kelompok masyarakat ini tidak terlalu
antusiasmemberikan dukungan ataupun menuntut program-program yang telah
ditetapkandalam otonomi daerah. Di sisi yang lainada kelompok masyarakat
yang sangat optimis terhadap keberhasilan kebijakanotonomi daerah karena kebijakan
ini cukup aspiratif dan didukung oleh hampirseluruh daerah dan seluruh
komponen.
Antusiasme dan tuntutan
untuk segeramelaksanakan otonomi daerah juga berdatangan dari
kelompok-kelompok yang secara ekonomis dan politis mempunyaikepentingan
dengan pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu masyarakat yang masihdipengaruhi
oleh euforia reformasi menganggap otonomi daerah adalah kebebasantanpa batas
untuk melaksanakan pemerintahan sesuai dengan harapan dan dambaanmereka.
Masyarakat dari daerah yang kaya sumberdaya alamnya, tetapi tidakmenikmati
hasil-hasil pembangunan selama ini, menganggap otonomi daerahmemberikan harapan
cerah untuk meningkatkan kehidupan mereka. Harapan yangbesar dalam melaksanakan
otonomi daerah telah mengakibatkan daerah-daerahsaling berlomba untuk menaikan
pendapatan asli daerah (PAD). Berbagai contohupaya gencar daerah-daerah untuk
meningkatkan PAD dengan cara yang paling mudah yaitu denganpenarikan
pajak dan retrebusi secara intensif. Contoh lain, tidak jarangterjadi sengketa
antar daerah yang memperebutkan batas wilayah yang mempunyaipotensi ekonomi
yang tinggi. Perebutan sumber pendapatan daerah sering jugaterjadi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemikiran yang bersifatregional,
parsial, etnosentris, primordial , seringkali mewarnai pelaksanaanotonomi
daerah sehingga dikhawatirkan dapat menjadi benih disintegrasi bangsa.
Selain dampak negatif
dari pelaksanaanotonomi daerah seperti tersebut di atas, juga ada dampak
positif yangmemberikaan harapan keberhasilan otonomi daerah. Suasana di
daerah-daerahdewasa ini cenderung saling berpacu untuk meningkatkan potensi
daerahdengan berbagai macam cara. Seluruhkomponen masyarakat mulai dari
pemerintah daerah dan anggota masyarakat umumnyadiharapkan dapat mengembangkan
kreativitasnya dan dapat melakukan inovasidiberbagai bidang . Pengembangan dan
inovsi bidang-bidang dan sumberdaya yangdahulu kurang menarik perhatian untuk
dikembangkan, sekarang dapat menjadipotensi andalan dari daerah. Selain itu
otonomi daerah memacu menumbuhkandemokratisasi dalam kehidupan
masyarakat, memacu kompetisi yang sehat, pendstribusian kekuasaan sesuai
dengankompetensi .
V. Perubahan Budaya
Sebagai Akibat Pelaksanaan Otonomi Daerah DiIndonesia
Pelaksanaan otonomi
daerah di berbagaidaerah di Indonesia telah menimbulkan dampak, baik dampak
positif maupun dampaknegatif seperti beberapa contoh yang telah penulis
sebutkan di atas. Selain ituotonomi daerah juga telah membawa
perubahan-perubahan budaya dalam masyarakatIndonesia.
Pengertian budaya atau
kebudayaan dalamarti luas menurut E.B.Tylor adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan,kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan
lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkanmanusia sebagai anggota
masyarakat melalui proses belajar (Tylor dalam Soekanto , 1969 : 55).
Dalampengertian sempit, kebudayaan diartikan sebagai hasil cipta, karya dan
karsamanusia untuk mengungkapkan hasratnya akan keindahan . Jadi
pengertiankebudayaan dalam arti sempit adalah berupa hasil-hasil kesenian.
Perubahan kebudayaan
yang akan dibahasdalam tulisan ini difokuskan pada bahasan kebudayaan dalam
arti luas, dalamarti perubahan perilaku pemerintah dan masyarakat yang
terkait dengan bidang politik, pemerintahan, ekonomi,sosial dan sebagainya,
walaupun bahasannya secara umum dan tidak mengupas seluruh aspek dari
bidang-bidang tersebut.
Sejalan dengan tekat
pemerintah untukmelaksanakan otonomi daerah, maka telah terjadi
perubahan-perubahan paradigma(Warseno dalam Ambardi dan Prihawantoro, 2002 :
181), yaitu antara lain :
· Paradigma
dari sentralisasi ke desentralisasi
· Paradigma
kebijakan tertutup ke kebijakanterbuka (transparan)
- Paradigma yang menjadikan masyarakat
sebagai obyek pembangunan ke masyarakat yang menjadi subyek pembangunan.
- Paradigma dari otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab ke otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
· Paradigma
dari organisasi yang tidak efisien ke organisasi yang efisien .
· Paradigma
dari perencanaan dan pelaksanaanprogram yang bersifat top down ke
paradigmasistem perencanaan campuran top downdan bottom- up.
Perubahan paradigma ini
juga merubahbudaya masyarakat dalam melaksanakan kegiatannya dalam rangka
pelaksanaanotonomi daerah. Perubahan paradigma pemerintahan sentralisasi ke
pemerintahandesentralisasi telah menyebabkan kebingungan pada aparat pemerintah
daerah yangsudah terbiasa menerima program-program yang telah dirancang oleh
pemerintahpusat. Sekarang mereka dituntut untuk melaksanakan pemerintahan yang
efisiendan berorientasi pada kualitas pelayanan serta melibatkan partisipasi
masyarakat.Pemerintah Daerah dituntut untuk secara mandiri melaksanakan
aktivitasperencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan program pembanguan
yangdilaksanakan di daerahnya. Selain itu daerah dituntut kemampuannya
untuk membiayaisebagian besar kegiatan pembangunannya sehingga diperlukan
sumberdaya manusiayang berkualitas, kreatif, inovatif ,yang diharapkan
dapat menghasilkan pemikiran , konsep dan kebijakan dalamrangka mencari sumber
pembiayaan pembangunan tersebut. Perubahan paradigmadalam waktu yang relatif
singkat, tentu saja belum membuat para aparatpemerintah daerah dan masyarakat
memahami sepenuhnya hakekat dan aturan-aturanpelaksanaan otonomi daerah.
Walaupun demikian sedikit demi sedikit aparatpemerintah daerah dan masyarakat
mulai belajar menyesuaikan diri dengan iklimotonomi daerah. Aktivitas yang
mengarah pada efisiensi dan upaya peningkatankualitas pelayanan, inovasi dan
kreativitas dalam penggalian potensi daerahmulai digiatkan. Beberapa contoh dapat
disebutkan yaitu bahwa instansi-instansipemerintah di daerah giat mendorong
para pegawainya untuk meningkatkan danmengembangkan ketrampilan dan keahliannya
melalui peningkatan pendidikan, baikformal maupun non formal. Contoh yang lain
adalah pemangkasan prosedurbirokrasi yang bertele-tele, dengan tujuan untuk
efisiensi .
Iklim keterbukaan yang
mewarnaiotonomi daerah telah membawa perubahan pada perilaku masyarakat yang
semulatidak diberi kesempatan untuk mengetahui dan berperan dalam
perencanaan,pelaksanaan dan pengawasan pembangunan kemudian diberi
kesempatan untuk terlibat dalam program-program pembangunan.Keadaan ini
kemudian melahirkan sikap-sikap yang kadang-kadang sangatberlebihan. Masyarakat
yang masih awam dengan penerapan sistim demokrasimenganggap bahwa semua masalah
pemerintahan juga harus dipertanggungjawabkansecara langsung kepada mereka.
Pada awal masa reformasi kita dapat melihatmaraknya demonstrasi masyarakat yang
kadang-kadang sangat brutal dan kasarmenuntut agar pejabat-pejabatpemerintahan
yang dianggap telah menyimpang dalam melaksanakan tugas-tugas yangdiamanatkan
kepadanya diadili atau mengundurkan diri. Masyarakat seolah-olah sudah
tidak mempunyaikepercayaan kepada lembaga yang dapat menyalurkan aspirasi
mereka, sehinggatindakan main hakim sendiiri menjadi pemandangan yang sangat
umum. Sebagaicontoh kita dapat melihat pada peristiwa yang menimpa Bupati
Temanggung yangbaru-baru ini diminta oleh hampir seluruh masyarakat Temanggung
untukmengundurkan diri, karena dianggap telah melakukan korupsi. Bahkan para
pegawainegeri di Temanggung melakukan demonstrasi dan mogok kerja sebagai
protesterhadap Bupati. Tentu saja kalau kita melihat secara proporsional
padatindakan masyarakat terutama para pegawai negeri, tindakan mogok kerja
tersebutmerupakan tindakan yang menyalahi aturan dan dapat dikenakan sanksi
karena parapegawai negeri tersebut mengemban tugas pelayanan kepada masyarakat.
Otonomi daerah yang
bertujuan untukpengelola daerah atas prakarsa sendiri dalam beberpa bidang
mulai menampakkanperubahan. Satu contoh di beberapa daerah telah disusun hukum
dan peraturanyang disesuaikan dengan kultur (budaya) masyarakat dan perjalanan
sejarahdaerah tersebut. Ada beberapa contoh daerah yang telah menyusun
peraturan dan hukum berdasarkan syariat atau hukum Islam. Baru-baru
ini di KabupatenBireuen, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) telah
diberlakukan hukum cambukkepada 15 orang terpidana yang melakukan judi. Hukum
cambuk yang mengundangpro-kontra ini dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2005 . Pijakan
hukum yangmelandasi hukum cambuk adalah Undang-undang Nomor 14/1999
Tentang Pelaksanaan Keistimewaan Provinsi Nangroe AcehDarussalam, Undang-undang
Nomor 18/2001 Tentang Otonomi Khusus, dan PeraturanDaerah (Perda) Nomor 5/2000
Tentang pelaksanaan Syariat Islam. Petunjuk teknis pelaksanaan
hukumcambuk bagi yang melanggar syariat Islam dituangkan dalam Peraturan
GubernurAceh Nomor 10/2005 sebagai pengganti Peraturan Daerah (Qanun). Dalam
PeraturanGubernur ini setidaknya ditetapkan empat kasus yang pelakunya bisa
dikenaihukum cambuk, yaitu judi, berpasangan di tempat gelap dengan orang yang
bukanmuhrimnya, minum minuman keras/mabuk dan berzina (Gatra, Nomor 33, 2
Juli2005). Hukum Cambuk yang dilaksanakan di Nangroe Aceh Darussalam ini
sebenarnya bukan bertujuan untukmempertontonkan kesadisan dan kekejaman dari
penegak hukum di sana, melainkanuntuk membuat jera para pelaku tindak kraiminal
dan agar masyarakat lebihberhati-hati serta melaksanakan syariat Islam dengan
baik dan benar.
Daerah lain yang juga
mulaimenerapkan aturan berdasarkan syariatIslam adalah Cianjur. Di
sana telahdisusun aturan yang menghimbau wanitamuslim mengenakan jilbab
serta himbauan kepada suluruh muslim meninggalkanpekerjaannya untuk segera
menunaikan sholat ketika adhan berkumandang.Pelangaran pada peraturan ini
sementara berupa sanksi moral dan sanksi sosial.
Perilaku masyarakat
yang terkaitdengan penggalian dan pengembangan potensi ekonomi
juga melahirkan sikap dan kultur berkreasi dan berinovasi untuk
menciptakan hal-hal baru. Dalam upayameningkatkan daya saing ini beberapa
daerah harus memperhatikan potensisumberdaya alam, sumberdaya manusia, kultur
dan pimpinan/pemegang kebijakan.Kalau tidak, maka akan terjadi persaingan yang
tidak sehat antara kelompok masyarakat di daerahtersebut, persaingan
antar daerah dan lain sebagainya. Bahkan tidak jarangantar daerah saling
berebut lahan atau sumber daya alam yang menjadi sumberekonomi . Kadang-kadang
ambisi untuk meningkatkan PAD melahirkan sikap “ rakus“ pada daerah-daerah. Daerah-daerah
yangsangat minim sumberdaya alamnya dipacu untuk melihat lebih jeli
peluang-peluang di sektor ekonomi berskala kecil atauyang sering disebut
sebagai ekonomi kerakyatan (usaha kecil dan menengah). Daripengalaman krisis
ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997, ekonomirakyat dan sektor
informal mampu bertahan dan bahkan mampu menjadi penyangga (buffer)
perekonomian daerah , sehinggamampu menyelamatkan kehidupan rakyat ( Mubyarto,
2001 : 196). Beberapa contohdaerah yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
setelah krisis ekonomi dantetap dapat bertahan dan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonominya adalahKabupaten Sukoharjo dan Desa Banyuraden, Kecamatan
Gamping, Kabupaten Sleman.Kabupaten Sukoharjo selama krisis ekonomi tidak
terkena dampak yang berartikarena industri kecil dan sektor informal yang
dikembangkan di daerah tersebuttidak tergantung pada bahan baku import dan
melayani pasar lokal yang cukupluas. Berbeda dengan Kabupaten Sukoharjo, Desa
Banyuraden Kabupaten Slemanberhasil memberdayakan ekonomi masyarakat melalui
pengelolaan dan pengolahan sampah, yang semula menjadi sumber
masalahlingkungan di desa tersebut. Desa Banyuraden berhasil memanfaatkan
sampahmenjadi sumber ekonomi masyarakat dengan cara mengolah sampah menjadi
komposatau pupuk organik dan dan barang kerajinan. Kita tidak dapat
memungkiri bahwa tidak semua daerah berhasilmengatasi krisis ekonomi melalui
pemberdayaan ekonomi rakyat. Banyak daerahterutama di luar Jawa yang tidak
memiliki sumberdaya ekonomi dan sumberdayamanusia yang memadai patut
mendapatkan perhatian yang lebih besar dariPemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Daftar Pustaka
1. Mubyarto,
2000, PemulihanEkonomi Rakyat Menuju Kemandirian Masyarakat Desa, Yogyakarta
: AdityaMedia.
2. Mubyarto,
2001, ProspekOtonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis,
Yogyakarta : BPFE.
3. Nugroho
D., Riant, 2000, Otonomi Daerah Desentralisasi Tanpa Revolusi : Kajian dan
Kritik atasKebijakan Desentralisasi di Indonesia.Jakarta : PT Elex Media
Kompetindo
4. Soemardjan,Selo
(Ed.),2000, Menuju Tata Indonesia Baru, Jakarta : PT Gramedia
5. UUNo.22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun 2004 , tentangPemerintah Daerah.
6. Prof.Drs.HAW.
Widjaja, , 2005, penyelenggaraanotonomi daerah di indonesia, Palembang :
Rajawali Pers.
7. http://silahkanngintip.blogspot.com/2011/02/pengertian-prinsip-dan-tujuan-otonomi.htmldiakses pada 10-04-2012, 11.00 wite.
8. http://fh.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=59&Itemid=1diakses pada 10-04-2012, 11.05 wite.
9. http://www.ditjen-otda.depdagri.go.id/index.php/22-isu-strategis-ruu-pemerintahan-daerahdiakses 10-04-2012, 11.20 wite.
10. http://politik.kompasiana.com/2010/07/26/otonomi-daerah-di-indonesia/diakses tanggal 10-04-2012, 11.23 wite.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar