Kata pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena kami telah diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam yang berjudul Dinasti Bani Umayah yang membahas
tentang asal usul berdirinya Bani Umayah, masa kejayaannya, hingga
keruntuhannya.
Dalam penyusunana makalah ini, kami mendapat
banyak tantangan dan hambatanakan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak
tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulismengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada semua puhak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, semoga bantuannya dapat mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa
Kami menyadari bahwasanya makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik dari segi penyusunan maupun materinya
Akhir kata semoga makalah ini dapat membarikan
manfaat bagi kita sekalian
Makassar, Mei 2012
Tim Penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..3
PEMBAHASAN
1.
Asal usul Bani Umayyah……………………………………………………………....4
2.
Proses dan sebab-sebab berdirinya Dinasti Bani
Umayyah…………………….5
3.
Masa Keemasan Dinasti Bani Umayah……………………………………………..6
4.
Kemunduran Dinasti Bani Umayah…………………………………………………8
5.
Kehancuran
Dinasti Bani Umayah………………………………………………….9
6. Keberhasilan
Yang Dicapai…………………………………………………………...9
7.
Nama-nama
raja-raja yang berkuasa pada dinasti Umayyah.......................12
PENUTUP
Kesimpulan….…………………………………………….…………………………………13
Saran………..………………………………….…………………………………………….13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….……………………….………14
pembahasan
Bani
Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan
Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur
Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan
sekitarnya (beribukota di Damaskus) ;
serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan
Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah
bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah,
yaitu Muawiyah
bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.[1]
Peta kekuasaan
Dinati Umayah
1.
Asal usul Bani Umayyah
Seperti
diketahui dari catatan sejarah Islam bahwa Bani Umayyah merupakan salah satu
kabilah dalam masyarakat Arab Quraisy. Kabilah ini memegang tampuk kekuasaan
politik dan ekonomi pada masyarakat Arab. Pada saat kekuasaannya tengan
memuncak di Mekah, kabilah ini berhadapan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad
SAW. Nabi Muhammad SAW. Dengan misi kerasulannya berusaha mengajak kaum kerabat
dan masyarakat Mekah ketika itu, untuk hanya menyembah Allah dan mengakui
Muhammad adalah Rasulullah dan menyatakan diri sebagai muslim. Pada awalnya
ajakan tersebut ditolak oleh sebagian masyarakat kota Mekah, termasuk Bani
Umayyah. Bani Umayyah khawatir apabila mereka masuk islam dan menjadi pengikut
Nabi Muhammad SAW, kekuasaan mereka akan jatuh ke tangan Nabi Muhammad dan
mereka menjadi orang biasa. Perasaan takutinilah yang menjadi salah satu faktor
penyebab awalnya kelompok Bani Umayyah tidak mau menerima ajakan Nabi Muhammad
SAW. Untuk memeluk Islam.
Sebenarnya,
secara garis keturunan (geneologis) Bani Umayyah memiliki hubungan darah
dengan Nabi Muhammad saw. Karena keduanya merupakan keturunan Abdi Manaf. Anak
Abdi Manaf yaitu Abdi Syam dan Hasyim menjadi tokoh dan pemimpin
pada dua kabilah dari suku Quraisy. Anak Abdi Syam yang bernama Umayyah
termasuk salah seorang dari pemimpin dari kabilah Quraisy di zaman Jahiliyah.
Keduanya senantiasa bersaing untuk merebut pengaruh dan kehormatan dari
masyarakat kota Mekah.
Dalam setiap
persaingan, ternyata Umayyah selalu berada pada pihak yang unggul. Karena
Umayyah berasal dari keturunan keluarga bangsawan yang mempunyai harta kekayaan
yang cukup melimpah. Selain itu, ia juga memiliki banyak keturunan. Unsur-unsur
tersebut merupakan potensi besar yang membawa keturunan Umayyah menjadi
penguasa bangsa Arab Quraisy saat itu. Diantara keturunan Umayyah yang menjadi
khalifah umat Islam setelah khalifah Ali Bin Abi Thalib adalah Muawiyah bin
Abi Sufyan.
2. Proses dan sebab-sebab berdirinya
Dinasti Bani Umayyah
Proses
penyusunan (konsolidasi) kekuatan Bani Umayyah sebenarnya sudah
dilakukan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan ketika ia menjabat gubernut Damaskus, di
Syria selama lebih kurang 20 tahun. Tetapi, proses pembentukan dinasti Bani
Umayyah baru mulai dapat diwujudkan secara nyata (de facto) ketika
Muawiyah memperoleh kekuasaan dari al-Hasan bin Ali pada tahun 41 H/661 M.
Perolehan kekuasaan dan pelimpahan wewenang itu dalam sejarah Islam dikenal
dengan sebutan ‘Am al-jama’ah (tahun bersatunya umat Islam) di Maskin,
dekat Madain, Kufah pada tahun 41 H/661 M. Peristiwa penting dalam perjalanan
sejarah umat Islam, karena umat Islamtelah berada dalam satu kepemimpinan
tunggal yaitu kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan. Peristiwa itu ditandai
dengan proses penyerahan kekuasaan (khalifah) dari tangan al-Hasan bin
Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang telah berkuasa lebih kurang 6 bulan.
Al-Hasan bin Ali melakukan sumpah setia dan mengakui Muawiyah bin Abi Sufyan
sebagai pemimpin umat Islam. Pengakuan itu kemudian diikuti oleh para pendukungnya
di kota Kufah, Irak.
Meskipun
kekuasaan al-Hasan bin Ali sangan singkat, peristiwa itu mengandung makna yang
sangat penting didalam proses perjalanan panjang sejarah politik umat Islam
karena masa-masa itu merupakan masa peralihan dari pemerintahan khalifah yang
bersifat demokratis menjadi pemerintahan yang monarchi heridities, yaitu
masa pemerintahan Bani Umayyah (661-750M). Model atau sistem seperti ini
kemudian dipakai oleh pemerintahan Islam pada masa-masa sesudahnya, seperti
Bani Abbas, Bani Fathimiyah,Bani Umayyah di Spanyol dan sebagainya.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa proses dan sebab-sebab berdirinya dinasti Bani Umayyah
adalah adanya keinginan dari keluarga Bani Umayyah untuk menjadi penguasa atas
dunia Islam dan menggungguli suku-suku lain di Jazirah Arabia ketika itu.
Berbagai cara dilakukan Muawiyah bin Abi Sufyan dan para sekutunya guna
memperoleh kekuasaan tersebut, baik pada masa pemerintahan khulafaur Rasyidin,
terutama pada masa pemerintahan Umar bin al-Khattab, ketika ia diangkat menjadi
gubernur di Syam dan Damaskus, Syria, maupun pada masa-masa sesudahnya. Peluang
besar untuk memperoleh kekuasaan itu diperoleh ketika masa pemerintahan
khalifah Usman bin Affan, yang merupakan klandari Bani Umayyah. Tetapi peluang
besar dan benar-benar dapat dimanfaatkan ketika al-Hasan bin Ali menjabat
sebagai khalifah yang menggantikan kedudukan ayahnya, Ali bin Abi Thalib.
Kesempatan ini benar-benar dimanfaatkan Muawiyah bin Abi Sufyan dan para sekutunya untuk
mempengaruhi umat Islam agar melakukan penolakan atas kepemimpinan al-Hasan bin
Ali. Usaha Muawiyah berhasil mempengaruhi masa hingga akhirnya al-Hasan
menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan di Maskin pada tahun
41H/661 M. Dengan peralihan kekuasaan itu, akhirnya secara de facto dan de
jure, Muawiyah menjadi khalifah Sebuah kedudukan politis yang sudah Lama
dinanti-nantikan keluarga Bani Umayyah[2]
3. Masa Keemasan Dinasti Bani Umayah
Pada masa
Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan
menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke
sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan
serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan
ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul
Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara
menyeberangi sungai Oxus dan
berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai
ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara
besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid
bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa
ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada
masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat
suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju
wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu
pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin
pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi
selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal
dengan nama Gibraltar (Jabal
Thariq). Tentara Spanyol dapat
dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi
selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat
dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya
Cordoba. Pasukan Islam memperoleh
kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang
sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin
Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh
Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai
dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba
menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang
terjadi di luar kota Tours,
al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah
tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke
beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani
Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam,
Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah
bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan
menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga
berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya,
jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi
tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan
mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam.
Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai
kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah
Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya
Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, diantaranya
membangun panti-panti untuk orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara
secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah
dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan
masjid-masjid yang megah.
Meskipun keberhasilan banyak
dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat
dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan
bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai
diperkenalkan, dimana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan
setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin
Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang
ada di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap digunakan, namun Muawiyah
bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut dimana khalifah
Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah.
Dan kemudian Muawiyah
bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika dia
naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan
diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin
Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan
oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara
beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik
tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia
kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa
penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang
terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu
Thalib dan Abdullah
bin Zubair Ibnul Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melakukan
konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali, dan menghasut Husain bin Ali
melakukan perlawanan.
Husain bin Ali sendiri juga dibait
sebagai khalifah di Madinah, Pada
tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali
untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang
kemudian hari dikenal dengan Pertempuran
Karbala[1], Husain bin Ali terbunuh,
kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di
Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.
Kelompok Syi'ah sendiri bahkan terus melakukan
perlawanan dengan lebih gigih dan diantaranya adalah yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya
mengaku sebagai nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu
umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada
masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan
Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya
secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia
juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah secara keseluruhan.
Abdullah
bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin
Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan Mekkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak
terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama kemudian Yazid bin
Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.
Perlawanan Abdullah bin Zubair baru
dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul
Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani
Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan
berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.
Setelah itu gerakan-gerakan lain
yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan. Keberhasilan
ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat diarahkan kepada
pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di
sekitar Asia Tengah) dan
wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan
untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjuytnya hubungan
pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin
Abdul-Aziz (717-720 M), dimana sewaktu diangkat sebagai khalifah,
menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam
wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada
menambah perluasannya, dimana pembangunan dalam negeri menjadi prioritas
utamanya, meringankan zakat, kedudukan mawali
disejajarkan dengan muslim Arab. Meskipun
masa pemerintahannya sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada
penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.[3]
4. Kemunduran Dinasti Bani Umayah
Dari berbagai kesuksesan dan
kebesaran yang telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak mampu menahan
kehancurannya, akibat kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan
dari fihak luar. Adapun hal-hal yang membawa kemunduran yang akhirnya berujung
pada kejatuhan Bani Umayyah dapat diidentifikasikan antar lain sebagai berikut:
- Pertentangan keras antara
suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab
Utara yang disebut Mudariyah yang menempati Irak dan Arab Selatan Himyariyah
yang berdiam di wilayah Suriah. Di zaman Umayyah persaingan antar
etnis itu mencapai puncaknya, karena para khalifah cederung kepada satu
fihak dan menafikan yang lainnya.
- Ketidak puasan sejumlah pemeluk
Islam non Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru dari kalangan
bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu
stastus yang menggambarakan inferioritas di tengah-tengah keangkuhan
orang-orang Arab yang mendapat fasilitas dari penguasa Umayyah.
Mereka bersama-sama Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan atas
rata-rata orang Arab, tetapi harapan mereka untuk mendapatkan tunjangan
dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan
kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang
dibayarkan kepada orang Arab.
- Latar belakang terbentuknya
kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik
politik. Kaum syi`ah dan khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi
yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan
Umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa akhir-akhir
kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk merebut
kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan Bani Umayyah dalam
memimpin umat.
5. Kehancuran
Dinasti Bani Umayah
secara garis
besar menurut faktor yang menyebabkan Daulah Bani Umayyah lemah dan membawanya
kepada kehancuran antara lain adalah :
- Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan
adalah merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan
aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem
pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat
dikalangan anggota keluarga istana
- Latar belakang terbentuknya
Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik
yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa kaum Syi`ah (pengikut Ali) dan
Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti dimasa
awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa pertengahan
kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak
menyedot kekuatan pemerintah.
- Pada masa kekuasaan bani
Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia
Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin
meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah
mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu,
sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah
bagian timur lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab
yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah
- Lemahnya pemerintahan Daulat
Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana
sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan
tatkala mereka mewarisi kekuasaan, disamping itu, golongan agama yang
kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang
- Penyebab langsung tergulingnya
kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang
dipelopori oleh keturunan al-Abbas Ibn Abd. Al-Muthalib. Gerakan ini
mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi`ah dan kaum
Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.[4]
6. Keberhasilan Yang Dicapai
Dalam hal ini terbagi menjadi dua,
yaitu material dan immaterial
a). Bidang Material :
·
Muawiyah
mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan
peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
bersenjata.
·
Mu’awiyah merupakan khalifah yang mula-mula
menyuruh agar dibuatkan ”anjung” dalam masjid tempat is sembahyang. Ia sangat
khwatir akan keselamatan dirinya, karena khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika
sedang melaksanakan shalat.
·
Lambang
kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara
baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya.
Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
·
Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat
(post), kemudian dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid
(pos) ini, semakin ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang
baik pada waktu itu.
·
Arsitektur
semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun
sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame
Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
·
Pembuatan mata
uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru
negeri islam.
·
Pembuatan panti
Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang
yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
·
Pengembangan
angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri,
tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang
waktu itu berjumlah 1700 buah.
·
Khalifah Abd
Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi
pemerintahan Islam yang tadinya berbahasa Yunani dan Pahlawi sehingga sampai
berdampak pada orang-orang non Arab menjadi
pandai berbahasa Arab dan untuk menyempurnakan pengetahuan tata bahasa
Arab orang-orang non Arab, disusun buku tata bahasa Arab oleh Sibawaih dalam
al-Kitab.
·
Merubah
mata uang yang dipakai di
daerah-daerah yang dikuasai Islam. Sebelumnya
mata uang Bizantium dan Persia seperti
dinar dan dirham. Penggantinya uang dirham terbuat dari mas dan
dirham dari perak dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
·
Perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju
wilayah Barat daya, benua Eropa, bahkan perluasaan ini juga sampai ke Andalusia
(Spanyol) di bawah kepemimpinan panglima Thariq bin Ziad, yang berhasil
menaklukkan Kordova, Granada, dan Toledo.
·
Dibangun
mesjid-mesjid dan istana. Katedral St. Jhon di Damaskus dirubah menjadi mesjid,
sedang Katedral yang ada di Hims dipakai sebagai mesjid dan gereja. Di
al-Quds (Jerussalem) Abdul Malik membangun mesjid al-Aqsha. Monumen
terbaik yang ditinggalkan zaman ini adalah Qubah al-Sakhr di al-Quds. Di mesjid
al-Aqsha yang menurut riwayatnya tempat Nabi Ibrahim hendak
menyembelih Ismail dan Nabi Muhammad mulai dengan mi’raj ke langit, mesjid
Cordova di Spanyol dibangun, mesjid Mekah dan
Madinah diperbaiki dan diperbesar oleh Abdul Malik dan Walid.
·
Bahkan pada masa, Sulaiman ibn Malik, telah
dibangun pembangunan mega raksasa yang terkenal dengan Jami’ul Umawi.
b). Bidang Immaterial
·
Mendirikan
pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya memunculkan nama- nama
besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri dan Washil bin Atha. Bidang
yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadits, fikih, dan kalam.
·
Penyair-penyair
Arab baru bermunculan setelah perhatian mereka terhadap syair Arab Jahiliyah
dibangkitkan. Mereka itu adalah Umar Ibn Abi Rabiah (w. 719 m.), Jamil al-Udhri
(w. 701 M.), Qays Ibn al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih dikenal dengan
nama Majnun Laila, al-Farazdaq (w 732M.), Jarir (w. 792 M) dan al-Akhtal (w.
710 M.).
·
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni
Waktu dinasti ini telah mulai dirintis jalan ilmu
naqli ; berupa filsafat dan eksakta. Dan ilmu pengetahun berkembang dalam
tiga bidang, yaitu bidang diniyah, tarikh, dan filsafat. Kota-kota yang menjadi
pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan dinasti Umayah, antara lain kota
Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya. Sehingga secara perlahan ilmu
pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu : pertama, Al-Adaabul
Hadits (ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an,
Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul
Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu
thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari Persia
dan Romawi. Kedua : Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang
telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti
ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal.
Pada masa ini pula sudah mulai dirancang tentang
undang-undang yang bersumber dari al-Qur’an, sehingga menuntut masyarakat
mempelajari tentang tafsir al-Qur’an. Salah seorang ahli tafsir pertama dan
termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Pada waktu itu beliau telah
menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-kesulitan
dalam mengartikan al-Qur’an dicari dalam al-hadist, yang pada gilirannya
melahirkan ilmu hadist. Dan akhirnya kitab tentang ilmu hadist sudah mulai
dikarang oleh para ulama muslim. Beberapa ulama hadist yang terkenal pada masa
itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin
Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami
al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri as-Sya’bi. Dalam bidang hadist ini, Umar
bin Abd Aziz secara khusus memerintahkan Ibn Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan
hadist. Oeh karena itu,
Ibnu Syihab telah dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadist hingga
menembus berbagai zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadist
mulai dilakukan.[7]
· Gerakan
Penerjemahan dan Arabisasi
Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab
(Arabisasi buku), juga dilakukan, terutama pada masa khalifah Marwan. Pada saat
itu, ia memerintahkan penerjemahan sebuah buku kedokteran karya Aaron, seorang
dokter dari iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani, kemudian diterjemahkan lagi
ke dalam bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah memerintahkan menerjemahkan buku
dongeng dalam bahasa sansakerta yang dikenal dengan Kalilah wa Dimnah,
karya Bidpai. Buku ini diterjemahkan oleh Abdullah ibnu Al-Muqaffa. Ia juga
telah banyak menerjemahkan banyak buku lain, seperti filsafat dan logika,
termasuk karya Aristoteles :Categoris, Hermeneutica, Analityca Posterior
serta karya Porphyrius :Isagoge [5]
7. Nama-nama raja-raja
yang berkuasa pada dinasti Umayyah
Nama-nama raja-raja yang berkuasa pada dinasti Umayyah ini
berjumlah 14,
antara lain :
antara lain :
1.
Mu’awiyah I
bin Abi Sufyan (41-61H/661-680M)
2. Yazid bin Mu’awiyah (61-64H/680-683M)
3. Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683-684M)
4. Marwan bin Hakam (65-66H/684-685M)
5. Abdul Malik bin Marwan (66-86H/685-705M)
6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-97H/705-715M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (97-99H/715-717M)
8. Umar bin Abdul Azis (99-102H/717-720M)
9. Yazid bin Abdul Malik (102-106H/720-724M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (106-126H/724-743M)
11. Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743-744M)
12. Yazid III bin Walid(127H/744M)
13. Ibrahim bin Malik (127H/744M)
penutup
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Bani Umayah dimulai dengan pengangkatan Muawiyah sebagai khalifah dengan cara yang tidak demokratis pada tahun 41 H. Selanjutnya sistem kepemimpinan dilangsungkan secara monarchiheridetis (kerajaan turun temurun) selama 91 tahun. Peristiwa penting yang terjadi pada masa itu antara lain terbunuhnya Husein bin Ali di Karbala pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah.
Meski demikian, Bani Umayah mencatatkan beberapa kamajuan, terutama di bidang arsitektur, perdagangan, militer dan kesenian. Adapun masa keemasan terjadi ketika tampuk kepemimpinan berada di tangan Abdul Malik bin Marwan sampai Umar bin Abdul Aziz.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Bani Umayah dimulai dengan pengangkatan Muawiyah sebagai khalifah dengan cara yang tidak demokratis pada tahun 41 H. Selanjutnya sistem kepemimpinan dilangsungkan secara monarchiheridetis (kerajaan turun temurun) selama 91 tahun. Peristiwa penting yang terjadi pada masa itu antara lain terbunuhnya Husein bin Ali di Karbala pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah.
Meski demikian, Bani Umayah mencatatkan beberapa kamajuan, terutama di bidang arsitektur, perdagangan, militer dan kesenian. Adapun masa keemasan terjadi ketika tampuk kepemimpinan berada di tangan Abdul Malik bin Marwan sampai Umar bin Abdul Aziz.
SARAN
Daftar pustaka
jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/kemunduran-dan-kehancuran-daulah-bani-umayyah/
http://ski-blog-wawan.blogspot.com/2011/04/dinasti-bani-umayyah.html
http://kangduhri.blogspot.com/2012/03/kemajuan-islam-pada-masa-bani-umayyah.html
http://jamal-merdeka.blogspot.com/2012/09/sejarah-berdirinya-dinasti-bani-umayah.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah
[2] http://ski-blog-wawan.blogspot.com/2011/04/dinasti-bani-umayyah.html
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah
[4] jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/kemunduran-dan-kehancuran-daulah-bani-umayyah/
[5] http://kangduhri.blogspot.com/2012/03/kemajuan-islam-pada-masa-bani-umayyah.html
[6] http://jamal-merdeka.blogspot.com/2012/09/sejarah-berdirinya-dinasti-bani-umayah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar