Kamis, 19 Desember 2013

DINASTI BANI UMAYAH


Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena kami telah diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang berjudul Dinasti Bani Umayah yang membahas tentang asal usul berdirinya Bani Umayah, masa kejayaannya, hingga keruntuhannya.
Dalam penyusunana makalah ini, kami mendapat banyak tantangan dan hambatanakan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulismengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua puhak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya dapat mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa
Kami menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi penyusunan maupun materinya
Akhir kata semoga makalah ini dapat membarikan manfaat bagi kita sekalian



Makassar, Mei 2012

Tim Penyusun



Daftar Isi

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..3
PEMBAHASAN
1.    Asal usul Bani Umayyah……………………………………………………………....4
2.    Proses dan sebab-sebab berdirinya Dinasti Bani Umayyah…………………….5
3.    Masa Keemasan Dinasti Bani Umayah……………………………………………..6
4.    Kemunduran Dinasti Bani Umayah…………………………………………………8
5.    Kehancuran Dinasti Bani Umayah………………………………………………….9
6.    Keberhasilan Yang Dicapai…………………………………………………………...9
7.    Nama-nama raja-raja yang berkuasa pada dinasti Umayyah.......................12
PENUTUP
     Kesimpulan….…………………………………………….…………………………………13
     Saran………..………………………………….…………………………………………….13
 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….……………………….………14


pembahasan

Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus) ; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.[1]
Peta kekuasaan Dinati Umayah

1.    Asal usul Bani Umayyah

Seperti diketahui dari catatan sejarah Islam bahwa Bani Umayyah merupakan salah satu kabilah dalam masyarakat Arab Quraisy. Kabilah ini memegang tampuk kekuasaan politik dan ekonomi pada masyarakat Arab. Pada saat kekuasaannya tengan memuncak di Mekah, kabilah ini berhadapan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW. Dengan misi kerasulannya berusaha mengajak kaum kerabat dan masyarakat Mekah ketika itu, untuk hanya menyembah Allah dan mengakui Muhammad adalah Rasulullah dan menyatakan diri sebagai muslim. Pada awalnya ajakan tersebut ditolak oleh sebagian masyarakat kota Mekah, termasuk Bani Umayyah. Bani Umayyah khawatir apabila mereka masuk islam dan menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW, kekuasaan mereka akan jatuh ke tangan Nabi Muhammad dan mereka menjadi orang biasa. Perasaan takutinilah yang menjadi salah satu faktor penyebab awalnya kelompok Bani Umayyah tidak mau menerima ajakan Nabi Muhammad SAW. Untuk memeluk Islam.
Sebenarnya, secara garis keturunan (geneologis) Bani Umayyah memiliki hubungan darah dengan Nabi Muhammad saw. Karena keduanya merupakan keturunan Abdi Manaf. Anak Abdi Manaf yaitu Abdi Syam dan Hasyim menjadi tokoh dan pemimpin pada dua kabilah dari suku Quraisy. Anak Abdi Syam yang bernama Umayyah termasuk salah seorang dari pemimpin dari kabilah Quraisy di zaman Jahiliyah. Keduanya senantiasa bersaing untuk merebut pengaruh dan kehormatan dari masyarakat kota Mekah.
Dalam setiap persaingan, ternyata Umayyah selalu berada pada pihak yang unggul. Karena Umayyah berasal dari keturunan keluarga bangsawan yang mempunyai harta kekayaan yang cukup melimpah. Selain itu, ia juga memiliki banyak keturunan. Unsur-unsur tersebut merupakan potensi besar yang membawa keturunan Umayyah menjadi penguasa bangsa Arab Quraisy saat itu. Diantara keturunan Umayyah yang menjadi khalifah umat Islam setelah khalifah Ali Bin Abi Thalib adalah Muawiyah bin Abi Sufyan.


2.    Proses dan sebab-sebab berdirinya Dinasti Bani Umayyah

Proses penyusunan (konsolidasi) kekuatan Bani Umayyah sebenarnya sudah dilakukan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan ketika ia menjabat gubernut Damaskus, di Syria selama lebih kurang 20 tahun. Tetapi, proses pembentukan dinasti Bani Umayyah baru mulai dapat diwujudkan secara nyata (de facto) ketika Muawiyah memperoleh kekuasaan dari al-Hasan bin Ali pada tahun 41 H/661 M. Perolehan kekuasaan dan pelimpahan wewenang itu dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan ‘Am al-jama’ah (tahun bersatunya umat Islam) di Maskin, dekat Madain, Kufah pada tahun 41 H/661 M. Peristiwa penting dalam perjalanan sejarah umat Islam, karena umat Islamtelah berada dalam satu kepemimpinan tunggal yaitu kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan. Peristiwa itu ditandai dengan proses penyerahan kekuasaan (khalifah) dari tangan al-Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang telah berkuasa lebih kurang 6 bulan. Al-Hasan bin Ali melakukan sumpah setia dan mengakui Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai pemimpin umat Islam. Pengakuan itu kemudian diikuti oleh para pendukungnya di kota Kufah, Irak.
Meskipun kekuasaan al-Hasan bin Ali sangan singkat, peristiwa itu mengandung makna yang sangat penting didalam proses perjalanan panjang sejarah politik umat Islam karena masa-masa itu merupakan masa peralihan dari pemerintahan khalifah yang bersifat demokratis menjadi pemerintahan yang monarchi heridities, yaitu masa pemerintahan Bani Umayyah (661-750M). Model atau sistem seperti ini kemudian dipakai oleh pemerintahan Islam pada masa-masa sesudahnya, seperti Bani Abbas, Bani Fathimiyah,Bani Umayyah di Spanyol dan sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses dan sebab-sebab berdirinya dinasti Bani Umayyah adalah adanya keinginan dari keluarga Bani Umayyah untuk menjadi penguasa atas dunia Islam dan menggungguli suku-suku lain di Jazirah Arabia ketika itu. Berbagai cara dilakukan Muawiyah bin Abi Sufyan dan para sekutunya guna memperoleh kekuasaan tersebut, baik pada masa pemerintahan khulafaur Rasyidin, terutama pada masa pemerintahan Umar bin al-Khattab, ketika ia diangkat menjadi gubernur di Syam dan Damaskus, Syria, maupun pada masa-masa sesudahnya. Peluang besar untuk memperoleh kekuasaan itu diperoleh ketika masa pemerintahan khalifah Usman bin Affan, yang merupakan klandari Bani Umayyah. Tetapi peluang besar dan benar-benar dapat dimanfaatkan ketika al-Hasan bin Ali menjabat sebagai khalifah yang menggantikan kedudukan ayahnya, Ali bin Abi Thalib. Kesempatan ini benar-benar dimanfaatkan Muawiyah bin Abi Sufyan dan para sekutunya untuk mempengaruhi umat Islam agar melakukan penolakan atas kepemimpinan al-Hasan bin Ali. Usaha Muawiyah berhasil mempengaruhi masa hingga akhirnya al-Hasan menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan di Maskin pada tahun 41H/661 M. Dengan peralihan kekuasaan itu, akhirnya secara de facto dan de jure, Muawiyah menjadi khalifah Sebuah kedudukan politis yang sudah Lama dinanti-nantikan keluarga Bani Umayyah[2]

3.  Masa Keemasan Dinasti Bani Umayah

Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, diantaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut dimana khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah.
Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali, dan menghasut Husain bin Ali melakukan perlawanan.
Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala[1], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.
Kelompok Syi'ah sendiri bahkan terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan diantaranya adalah yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah secara keseluruhan.
Abdullah bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan Mekkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.
Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.
Setelah itu gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjuytnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), dimana sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, dimana pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.[3]

4.  Kemunduran Dinasti Bani Umayah

Dari berbagai kesuksesan dan kebesaran yang telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak mampu menahan kehancurannya, akibat kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari fihak luar. Adapun hal-hal yang membawa kemunduran yang akhirnya berujung pada kejatuhan Bani Umayyah dapat diidentifikasikan antar lain sebagai berikut:
  1. Pertentangan keras antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab Utara yang disebut Mudariyah yang menempati Irak dan Arab Selatan Himyariyah yang berdiam di wilayah Suriah. Di zaman  Umayyah persaingan antar etnis itu mencapai puncaknya, karena para khalifah cederung kepada satu fihak dan menafikan yang lainnya.
  2. Ketidak puasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu stastus yang menggambarakan inferioritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapat fasilitas dari penguasa  Umayyah. Mereka bersama-sama Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan atas rata-rata orang Arab, tetapi harapan mereka untuk mendapatkan tunjangan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.
  3. Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum syi`ah dan khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan  Umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan Bani  Umayyah dalam memimpin umat.
5.  Kehancuran Dinasti Bani Umayah
secara garis besar menurut faktor yang menyebabkan Daulah Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran antara lain adalah :
  1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana
  2. Latar belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa kaum Syi`ah (pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti dimasa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
  3. Pada masa kekuasaan bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah
  4. Lemahnya pemerintahan Daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan, disamping itu, golongan agama yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang
  5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori  oleh keturunan al-Abbas Ibn Abd. Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi`ah dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.[4]

6.  Keberhasilan Yang Dicapai
Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a). Bidang Material :
·         Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
·         Mu’awiyah merupakan khalifah yang mula-mula menyuruh agar dibuatkan ”anjung” dalam masjid tempat is sembahyang. Ia sangat khwatir akan keselamatan dirinya, karena khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika sedang melaksanakan shalat.
·         Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
·         Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat (post), kemudian dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini, semakin ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu.
·         Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
·         Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.
·         Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
·         Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
·         Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam yang tadinya berbahasa Yunani dan Pahlawi sehingga sampai berdampak pada orang-orang  non  Arab  menjadi  pandai  berbahasa Arab dan untuk menyempurnakan pengetahuan tata bahasa Arab orang-orang non Arab, disusun buku tata bahasa Arab oleh Sibawaih dalam al-Kitab.
·         Merubah mata  uang  yang  dipakai  di  daerah-daerah    yang  dikuasai  Islam. Sebelumnya mata  uang  Bizantium  dan  Persia  seperti  dinar  dan  dirham. Penggantinya uang dirham terbuat dari mas dan dirham dari perak dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
·         Perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, bahkan perluasaan ini juga sampai ke Andalusia (Spanyol) di bawah kepemimpinan panglima Thariq bin Ziad, yang berhasil menaklukkan Kordova, Granada, dan Toledo.
·         Dibangun mesjid-mesjid dan istana. Katedral St. Jhon di Damaskus dirubah menjadi mesjid, sedang Katedral yang ada di Hims dipakai sebagai mesjid dan gereja. Di  al-Quds  (Jerussalem) Abdul Malik membangun mesjid  al-Aqsha. Monumen terbaik yang ditinggalkan zaman ini adalah Qubah al-Sakhr di al-Quds. Di mesjid al-Aqsha yang menurut  riwayatnya  tempat Nabi  Ibrahim hendak menyembelih Ismail dan Nabi Muhammad mulai dengan mi’raj ke langit, mesjid Cordova  di  Spanyol  dibangun, mesjid  Mekah  dan Madinah  diperbaiki  dan diperbesar oleh Abdul Malik dan Walid.
·         Bahkan pada masa, Sulaiman ibn Malik, telah dibangun pembangunan mega raksasa yang terkenal dengan Jami’ul Umawi.


b). Bidang Immaterial
·         Mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya memunculkan nama- nama besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri dan Washil bin Atha. Bidang yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadits,  fikih, dan kalam.
·         Penyair-penyair Arab baru bermunculan setelah perhatian mereka terhadap syair Arab Jahiliyah dibangkitkan. Mereka itu adalah Umar Ibn Abi Rabiah (w. 719 m.), Jamil al-Udhri (w. 701 M.),  Qays Ibn al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih dikenal dengan nama Majnun Laila, al-Farazdaq (w 732M.), Jarir (w. 792 M) dan al-Akhtal (w. 710 M.).
·         Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni
Waktu dinasti ini telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa filsafat dan eksakta.  Dan ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu bidang diniyah, tarikh, dan filsafat. Kota-kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan dinasti Umayah, antara lain kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya. Sehingga secara perlahan ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu : pertama, Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari Persia dan Romawi. Kedua : Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal.
Pada masa ini pula sudah mulai dirancang tentang undang-undang yang bersumber dari al-Qur’an, sehingga menuntut masyarakat mempelajari tentang tafsir al-Qur’an. Salah seorang ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Pada waktu itu beliau telah menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-kesulitan dalam mengartikan al-Qur’an dicari dalam al-hadist, yang pada gilirannya melahirkan ilmu hadist.  Dan akhirnya kitab tentang ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim. Beberapa ulama hadist yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri as-Sya’bi. Dalam bidang hadist ini, Umar bin Abd Aziz secara khusus memerintahkan Ibn Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadist. Oeh karena itu, Ibnu Syihab telah dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadist hingga menembus berbagai zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadist mulai dilakukan.[7]
·       Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi
Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi buku), juga dilakukan, terutama pada masa khalifah Marwan. Pada saat itu, ia memerintahkan penerjemahan sebuah buku kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani, kemudian diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah memerintahkan menerjemahkan buku dongeng dalam bahasa sansakerta yang dikenal dengan Kalilah wa Dimnah, karya Bidpai. Buku ini diterjemahkan oleh Abdullah ibnu Al-Muqaffa. Ia juga telah banyak menerjemahkan banyak buku lain, seperti filsafat dan logika, termasuk karya Aristoteles :Categoris, Hermeneutica, Analityca Posterior serta karya Porphyrius :Isagoge [5]

7.  Nama-nama raja-raja yang berkuasa pada dinasti Umayyah
Nama-nama raja-raja yang berkuasa pada dinasti Umayyah ini berjumlah 14,
antara lain :
1.      Mu’awiyah I bin Abi Sufyan (41-61H/661-680M)
2.      Yazid bin Mu’awiyah (61-64H/680-683M)
3.      Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683-684M)
4.      Marwan bin Hakam (65-66H/684-685M)
5.      Abdul Malik bin Marwan (66-86H/685-705M)
6.      Al-Walid bin Abdul Malik (86-97H/705-715M)
7.      Sulaiman bin Abdul Malik (97-99H/715-717M)
8.      Umar bin Abdul Azis (99-102H/717-720M)
9.      Yazid bin Abdul Malik (102-106H/720-724M)
10.    Hisyam bin Abdul Malik (106-126H/724-743M)
11.    Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743-744M)
12.    Yazid III bin Walid(127H/744M)
13.    Ibrahim bin Malik (127H/744M)
14.    Marwan II bin Muhammad (127-133H/744-750M)[6]



penutup

KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Bani Umayah dimulai dengan pengangkatan Muawiyah sebagai khalifah dengan cara yang tidak demokratis pada tahun 41 H. Selanjutnya sistem kepemimpinan dilangsungkan secara monarchiheridetis (kerajaan turun temurun) selama 91 tahun. Peristiwa penting yang terjadi pada masa itu antara lain terbunuhnya Husein bin Ali di Karbala pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah.
Meski demikian, Bani Umayah mencatatkan beberapa kamajuan, terutama di bidang arsitektur, perdagangan, militer dan kesenian. Adapun masa keemasan terjadi ketika tampuk kepemimpinan berada di tangan Abdul Malik bin Marwan sampai Umar bin Abdul Aziz.

SARAN




Daftar pustaka
jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/kemunduran-dan-kehancuran-daulah-bani-umayyah/
http://ski-blog-wawan.blogspot.com/2011/04/dinasti-bani-umayyah.html
http://kangduhri.blogspot.com/2012/03/kemajuan-islam-pada-masa-bani-umayyah.html
http://jamal-merdeka.blogspot.com/2012/09/sejarah-berdirinya-dinasti-bani-umayah.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah



[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah
[2] http://ski-blog-wawan.blogspot.com/2011/04/dinasti-bani-umayyah.html
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah
[4] jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/kemunduran-dan-kehancuran-daulah-bani-umayyah/
[5] http://kangduhri.blogspot.com/2012/03/kemajuan-islam-pada-masa-bani-umayyah.html
[6] http://jamal-merdeka.blogspot.com/2012/09/sejarah-berdirinya-dinasti-bani-umayah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar