ARTIKEL AUDIT
(Yogyakarta, 9 Agustus 2012)
Audit Khusus PLPBK
|
Oleh:
Tito Imam Santoso
Sub TA Manajemen Keuangan Advance
KMW/OC 5 Provinsi DI Yogyakarta
PNPM Mandiri Perkotaan
|
Program Penataan Lingkungan Permukiman
Berbasis Komunitas (PLPBK) adalah bagian dari program PNPM Mandiri Perkotaan
sebagai wahana transformasi sosial masyarakat menuju terciptanya lingkungan
permukiman yang sehat, produktif, berjati diri, dan berkelanjutan.
Dalam cakupan nasional, ada 276 Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang menerima program PLPBK, terdiri atas 18
kelurahan lokasi pilot, 255 kelurahan lokasi tahun 2009, dan 3 kelurahan lokasi
tahun 2010.
Masing-masing BKM menerima dana Bantuan
Langsung Masyarakat (BLM) PLPBK sebagai stimulan yang cukup besar, Rp1 miliar
rupiah. Pemanfaatannya terbagi ke dalam tiga tahapan. BLM I, Rp200 juta untuk
aktivitas perencanaan. BLM II, Rp500 juta, terdiri atas Rp100 juta untuk
kegiatan pemasaran dan Rp400 juta untuk pembangunan fisik I. BLM III Rp300 juta
untuk pembangunan fisik II.
Kini BKM-BKM beserta gugus tugas di
seantero Nusantara telah dan sedang diaudit oleh auditor independen untuk tahun
buku 2011. Tak terkecuali gugus tugas yang menangani Program PLPBK.
Hasil audit, selanjutnya, merupakan
justifikasi terhadap tanggung jawab kunci BKM terhadap tiga hal: Apakah asset
organisasi (dana BLM) digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan?
Apakah pelaporan dan catatan tahunan disajikan sesuai ketentuan pencatatan
akuntansi yang berlaku? Apakah ada ketaatan terhadap sistem dan prosedur keuangan
organisasi termasuk kewajiban pelaporan terhadap terjadinya perubahan atau
penyimpangan?
Singkatnya, BKM sebagai pelaksana dan
pengemban amanah masyarakat perlu justifikasi pihak luar untuk membuktikan
telah dijalankannya prinsip transparasi dan akuntabilitas dalam mengelola dana
PLPBK tersebut.
Tuntutan hasil opini audit bagi BKM
penerima PLPBK sangat progresif,unqualified opinion (UO), artinya wajar tanpa pengecualian. Ibarat sebuah ujian, harus lulus dengan
nilai kelulusan (passing grade) yang tinggi. Meski
demikian, bagi penulis kebijakan tersebut belumlah cukup. Audit PLPBK justru
akan banyak bermakna dan berkontribusi bila dilakukan secara khusus. Ada
beberapa alasan yang mendasarinya yang coba dikupas dalam tulisan ini.
Dasar Kewajiban
Audit
Secara umum, audit adalah proses
sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan
untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan.
Sedangkan dari sudut pandang akuntan
publik, audit sebagai pemeriksaan (examination) secara objektif atas
laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk
menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material, posisi keuangan, dan hasil usaha perusahaan atau
organisasi tersebut.
Sementara itu ada pihak lain yang
memberikan definisi sebagai penilaian atas suatu perusahaan atau badan hukum
lainnya (termasuk pemerintah) sehingga dapat dihasilkan pendapat yang
independen tentang laporan keuangan yang relevan, akurat, lengkap, dan
disajikan secara wajar. Audit keuangan biasanya dilakukan oleh firma-firma
akuntan karena pengetahuannya akan laporan keuangan. (Sumber: id.wikipedia.org)
Audit bagi program BKM dan PLPBK diatur
dalam Buku Pedoman Pelaksanaan PLPBK (2010:36) yang menggariskan bahwa BKM/LKM
dengan unit-unitnya harus selalu siap untuk dilakukan audit oleh pihak luar
(audit external) yang mendapat tugas dari proyek. Audit eksternal ini adalah
pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak luar, seperti dari BPKP, misi supervisi
dari program, dan lain-lain. Mekanisme audit dilakukan baik secara acak maupun
diarahkan pada lokasi/kejadian tertentu. Kegiatan audit internal akan mengikuti
audit tahunan BKM/LKM”.
Secara lebih khusus Pedoman Pembukuan
PLPBK (No Date: 21, Point d) mengatur tentang cakupan, opini dan
tindaklanjutnya: “Pelaksanaan audit independen BKM/LKM, mencakup audit
pengelolaan dana di TIPP, TP, TPP, dan KSM. Opini audit yang dihasilkan adalah
UO atau unqualified opinion. Apabila opini yang
dihasilkan QO atau qualified opinion (wajar dengan
catatan), maka catatan dari temuan audit tersebut ditindaklanjuti dan
dilaporkan ke KMW dan KMP.
Tuntutan bahwa hasil opini audit yang
harus UO ini barangkali berlandaskan pada asumsi bahwa penerima PLPBK adalah
sebagai BKM/LKM kategori madani yang nilai kerelawanannya telah melampaui
ketentuan pemanfaatan dana dan pelaporan keuangan dengan kinerja pembukuan yang
baik.
Tujuan audit oleh pihak auditor adalah
memberikan opini atas kewajaran pelaporan keuangan lembaga dan organisasi,
terutama dalam penyajian posisi keuangan dan hasil operasi dalam suatu periode.
Auditor juga menilai apakah laporan keuangan lembaga dan organisasi disajikan
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum di PNPM
Mandiri perkotaan, diterapkan secara konsisten dari periode ke periode, dan
seterusnya.
Sedangkan bagi para pengguna laporan
keuangan, baik itu BKM maupun organisasi terlebih di luar BKM, bermanfaat untuk
melihat seberapa besar tingkat reliabilitas laporan keuangan sehubungan dengan
kemungkinan penyertaan investasi, pemberian bantuan, dan lain-lain.
Dengan merujuk pada kemanfatannya, audit
sesungguhnya merupakan kebutuhan masyarakat yang melaksanakan program. Pertama, menambah kredibilitas laporan keuangannya sehingga
laporan itu dapat dipercaya untuk kepentingan pihak luar seperti pemerintah dan
pemberi program termasuk pihak sponsor. Kedua, mencegah dan
menghindari penyelewengan dana (fraud) yang dilakukan oleh
pelaku maupun pelaksana program. Ketiga, memberikan kesempatan
bagi program lain untuk membuka pintu bagi sebagai sumber pembiayaan. Keempat, menyingkap kesalahan dan penyimpangan moneter dalam
catatan keuangan.
Sementara itu ada yang menyatakan bahwa
audit BKM memberikan delapan manfaat berikut: (1). Naiknya kepercayaan
(kredibilitas) pihak luar kepada BKM, termasuk kepercayaan BKM selaku owner kepada unit pengelola; (2). Sebagai penengah dari
perbedaan kepentingan (Conflict of Interest); (3). Antisipasi
kasus ; (4). Kepuasan pengurus/pengelola BKM ; (5). Alat bantu pengawasan
terhadap manajemen (BKM); (6). Mengurangi resiko ketidaktepatan informasi (information risk ), misalnya karena proses menghasilkan
informasi yang tidak ditangani sendiri, keterpihakan penyusun informasi atau
yang disebabkan kompleksnya transaksi; (7). Momentum untuk konsultasi
pembukuan, atau konsultasi lainnya yang berhubungan dengan laporan keuangan;
(8). Membantu BKM dalam melancarkan rembug warga tahunan (RWT).
Audit Khusus, Mengapa?
Ada tiga alasan mendasar menurut hemat
penulis, mengapa program PLPBK perlu mendapatkan audit khusus.
Pagu Dana
PLPBK Besar. Seperti halnya di program PNPM Mandiri
Perkotaan reguler, dana BLM PLBPK hanya berfungsi sebagai dana stimulan bagi
masyarakat untuk berpraktek menerapkan apa yang sudah mereka rencanakan dan
sepakati dalam pembangunan penataan kembali permukiman. Dalam pelaksanaannya,
pada BKM yang memiliki Tim Ahli Pemasaran yang mumpuni dana yang didapatkan
melalui channeling nilainya cukup
signifikan. Organisasi pelaksanaan dan administrasi kegiatannya pun dengan
demikian semakin kompleks.
Capaian kemitraan di lokasi PLPBK D.I.
Yogyakarta sebagai contoh menunjukkan nominal yang signifikan. Desa Margokaton,
Kab. Sleman dapat menyerap dana kemitraan sebesar Rp680 juta untuk pengembangan
kegiatan PLPBK lanjutan. Kelurahan Karangwaru, Kota Yogyakarta Rp1,1 miliar
untuk perbaikan RTLH wilayah kumuh. Desa Semugih Kabupaten Gunungkidul Rp25
juta untuk pembinaan pengelolaan produk hasil pertanian. Desa Tirtonirmolo
Kabupaten Bantul Rp800 juta untuk pembangunan kawasan RTH. Desa Pleret
Kabupaten Bantul Rp700 juta untuk pembuatan bronjong (keranjang batu penahan
air sungai). dan Desa Salamrejo ,Kabupaten Kulonprogo Rp92,972 juta untuk
permukiman Batas Wilayah Desa (BWD) I dan Kawasan Industri Kerajinan BWD I.
Volume dan jenis kegiatan potensinya
juga bisa bertambah seiring dengan lamanya dana PLPBK mengendap di bank,
senafas dengan ketentuan yang menyatakan: “Pendapatan bunga bank (bersih
setelah dikurangi biaya administrasi bank dan pajak) dari rekening PLPBK di
BKM/ LKM dapat digunakan untuk membiayai kegiatan PLPBK baik itu pengembangan
pembangunan maupun kegiatan yang berhubungan dengan PLPBK.” (Pedoman Pembukuan
PLPBK, No Date: 6 Poin f).
Memang, realisasi pembangunan fisik
kadang tertunda karena berbagai kendala sehingga perilaku pencairan dari bank
yang memakan waktu lebih dari tiga bulan dengan pendapatan bunga mencapai
belasan juta rupiah. Bukan karena unsur kesengajaan untuk diendapkan, namun
lebih dikarenakan proses administratif, dinamika, dan kesiapan masyarakat dalam
pemanfaatan dana tersebut. Misalnya, karena proses revisi dokumen mikro atau
Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) sampai dengan Detail Engineering Design (DED) dari bukti empiris rekaman SIM
memakan waktu rata-rata delapan bulan.
Belum lagi tambahan dana yang dihimpun
BKM dari swadaya masyarakat. Ketiadaan dana yang dialokasikan secara khusus
dari dana BLM PLPBK untuk operasional mendorong dilahirkannya kebijakan, agar
pelaku di lapangan menggali potensi swadaya pemda maupun masyarakat untuk
membiyai audit independen, biaya transportasi ke bank, fasilitasi
pertemuan-pertemuan di BKM/ LKM terkait PLPBK, administrasi dan ATK. (Pedoman
Pembukuan PLPBK, No Date: 6 Poin d).
Penyempurnaan Audit Era Sebelumnya. Berkaca pada hasil audit yang ada, pemeriksaan kantor akuntan publik (KAP),
kebanyakan hanya sebatas pengujian administrasi di tingkat sekretariat BKM/LKM
sebagai “pintu gerbang” dana BLM PLPBK masuk. Dengan kata lain penilaian KAP
hanya sebatas di tingkat permukaan, yakni memeriksa aliran dana PLPBK yang
masuk ke BKM, pemindahannya di rekening khusus PLPBK di BKM serta pencairannya
ke tim pengendali—Tim Inti Perencanaan Partisipatif/TIPP, Tim Pemasaran/ TP,
dan Tim Pelaksana Pembangunan/TPP—atau KSM. Sedangkan pemanfaatan dana BLM
PLPBK dan pertanggungjawaban keuangan tim pengendali kebanyakan belum dirambah
oleh auditor independen.
Guna menjawab amanah Pedoman Pembukuan
PLPBK (No Date:21, Point d), semestinya penilaian keuangan mencakup audit
administrasi (pemeriksaan dokumen administrasi) maupun konfirmasi lapangan
(pemeriksaan fisik di lokasi pekerjaan) .
Dokumen awal pemeriksaan administrasi
adalah RAB dan rencana kegiatan yang disajikan dalam proposal dibandingkan
dengan realisasi Kegiatan yg dilaporkan dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ)
kegiatan. Dilanjutkan menghitung total pengeluaran yang terdiri dari
Pengeluaran (Material, Ongkos Tenaga Kerja) dari sumber pendanaan (APBN; APBD;
dan swadaya masyarakat, dan lain-lain). Kemudian menghitung dan membandingkan
antara rencana pengeluaran dengan realisasi pengeluaran untuk menentukan
kualitas pekerjaan.
Sedangkan konfirmasi lapangan
(pemeriksaan fisik di lokasi pekerjaan) dilaksanakan dari tingkat tim
pengendali hingga ke KSM melalui dua tindakan berikut: (1). Melakukan pemeriksaan
fisik pekerjaan yang telah diselesaikan (mengukur/menghitung realisasi
pekerjaan); (2). Membandingkan rencana pekerjaan dengan realisasi pekerjaan
(analisa kenaikan/penurunan) anggaran dibandingkan dengan kualitas pekerjaan.
Afdolnya, KAP juga menyertakan tenaga
ahli infrastruktur untuk memberikan justifikasi kelayakan fisik bangunan dalam
kegiatan PLPBK. Penilaian kepada tim pengendali khususnya TIPP/perencanaan dan
TP pemasaran adalah bisa jadi hal yang mudah karena hanya sebatas pelaporan penggunaan
dana, partisipasi masyarakat, dan keberlanjutan dari program. Namun, pada
tingkat TPP yang melibatkan KSM dan fisik bangunan pastinya dibutuhkan keahlian
yang berbeda. sehingga auditor harus mempunyai SDM yang kompeten dalam bidang
infrastruktur supaya dapat menilai kewajaran antara penggunaan dana dengan
volume serta kualitas fisik bangunan yang dihasilkan oleh kegiatan PLPBK.
Dari aktivitas ini diharapkan KAP dapat
memberikan catatan-catatan penting berupa management
letter yang berguna bagi peningkatan kinerja PLPBK.
Optimalisasi
Pembelajaran Masyarakat. Program PLPBK merupakan program baru, sehingga jasa
KAP yang dibutuhkan tak sebatas jasaassurance—audit laporan
keuangan (general audit)—tetapi juga
optimalisasi jasa non-assurance berupa jasa konsultasi/pembinaan
pembukuan sehingga sistem dan admintrasi pembukuan menjadi kian mantap dan
mempercepat akselerasi pelaksanaan kegiatan PLPBK.
Jasa assurance adalah jasa
profesional independen untuk meningkatkan mutu informasi bagi pengambil
keputusan. Sedangkan Jasa non-assurance adalah jasa yang
dihasilkan oleh akuntan publik bukan berupa pemberian suatu pendapat, keyakinan
negatif, ringkasan temuan atau bentuk lain keyakinan, tetapi berupa jasa
konsultasi/pembinaan pembinaan pembukuan, dan lain-lain yang sejenis.
Penutup
Bagi KAP, program PLPBK merupakan ranah
baru. Agar KAP dapat maksimal dalam menjalankan tugasnya dan BKM/LKM memperoleh
pembelajaran yang maksimal atas terlaksananya aktivitas audit, maka KAP perlu
dibekali mengenai substansi, proses dan pembukuan PLPBK dalam sebuah media briefing atau coaching. Disamping itu pula
KMW bertugas untuk melaksanakan penguatan kapasitas kepada tim pendamping, tim
kordinator Kabupaten/Kota, masyarakat agar audit berjalan dengan lancar .
Dugaan sementara, meskipun KAP terikat
oleh etika profesi, dengan honor 500 ribu rupiah sampai dengan 750 ribu rupiah
per BKM, KAP merasa keberatan jika harus mengaudit dengan cakupan yang luas dan
detail. Perhitungan cost-benefit menjadi sesuatu yang
amat wajar dalam sebuah relasi kerja.
Mengingat format BLM PLPBK tahun 2012
ada porsi untuk BOP sebesar 10 juta rupiah--sebagaimana tertuang dalam Petunjuk
Operasional Kegiatan (POK) yang dikirim oleh satker PBL pusat keseluruh satker
daerah baru-baru ini--maka dari sisi pembiayaan audit ke depan tak menjadi
soal. Pelaksanaan audit PLPBK secara khusus layak dilaksanakan. Lantas apa
komentar sidang pembaca? [DIY]
Editor: Nina
Firstavina
ANALISIS ARTIKEL
A.
Kelebihan
Artikel
·
Dari segi penulisan
Menurut pendapat saya, kelebihan yang terdapat dalam artikel ini
adalah penulis menguraikan tentang audit yang dilakukan terhadap BKM demi
berjalannya PLPBK secara terperinci dan detail serta menguraikan dengan jelas
alasan-alasan mengapa audit khusus BKM diperlukan yakni: Pagu Dana PLPBK Besar, Penyempurnaan Audit Era Sebelumnya, serta sebagai
Optimalisasi
Pembelajaran Masyarakat.
·
Dari segi pembahasan
Fraud auditing termasuk dalam audit khusus yang berbeda dengan
audit umum terutama dalam hal tujuan yaitu fraud auditing mempunyai tujuan yang
lebih sempit (khusus) dan cenderung untuk mengungkap suatu kecurangan yang
diduga terjadi dalam pengelolaan asset/aktiva. Audit Khusus (Special Audit)
Audit khusus adalah audit yang dilakukan atas lingkup audit yang bersifat
khusus. Dengan demikian audit khusus yang bertujuan menilai kasus tidak
lancarnya pelaksanaan pembangunan dapat digunakan istilah Audit Khusus atas
Ketidak Lancaran Pelaksanaan Pembangunan (KTLPP). Audit khusus yang bertujuan
mengungkapkan kecurangan adalah Audit Khusus atas kecurangan. Audit ini sangat
berguna untuk menindaklanjuti berjalan atau tidaknya program-program pemerintah
secara baik dibandingkan audit umum dari segi kecurangannya.
B.
Kekurangan
Artikel
·
Dari segi penulisan
Sedangkan kekurangan yang terdapat dalam artikel ini, menurut saya
adalah penulis menyarankan penerapan audit khusus terhadap BKM tanpa memberi
informasi lebih lanjut tentang hambatan apa saja yang nantinya mungkin akan
dihadapi auditor serta penyelesaiannya sehingga pembaca tidak dapat menemukan penjelasan
lebih lanjut dari masalah yang dipaparkan artikel tersebut.
·
Dari segi pembahasan
Meskipun audit
khusus sangat baik diterapkan untuk menyelidiki kasus kecurangan, namun
terdapat beberapa faktot penghambat yang dapat menyulitkan auditor dalam
menjalankan tugasnya. diantaranya: Faktor pertama
yaitu karakteristik terjadinya kecurangan dan kemampuan auditor menghadapinya
merupakan faktor tersulit diatasi, Faktor kedua yaitu kurangnya standar
pengauditan yang memberikan arahan yang tepat merupakan faktor yang relatif
mampu ditanggulangi. Faktor ketiga yang berkaitan dengan lingkungan pekerjaan
audit yang mengurangi kualitas audit merupakan faktor yang relatif dapat
terkendalikan dan mampu diperbaiki. Ketiga aspek ini pada intinya berujung pada
penekanan biaya atau efisiensi. Terdapat trade-off di
sini di mana penekanan efisiensi yang berlebihan akan mengorbankan efektivitas
audit.
C.
Saran
Audit khusus merupakan bagian dari manajemen kontrol yang
dilaksanakan dalam kegiatan internal audit, di samping audit lainnya, seperti
audit keuangan dan audit kepatuhan atau complience audit. Dalam tata cara
pemeriksaan dan sifat pemeriksaannya, audit khusus lebih dikenal dengan istilah
fraud audit atau pemeriksaan kecurangan. Fraud audit adalah kombinasi aspek
audit forensik/investigasi forensik/uji menyeluruh semua materi pemeriksaan
dengan teknik internal kontrol dalam tata cara internal audit.
Saya setuju dengan pendapat penulis diatas, Menurut saya audit
khusus sangat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu masalah dalam hal
keuangan terutama sebagai tindakan pencegahan untuk yang dapat menimbulkan
kerugian bagi banyak pihak. Oleh karena itu audit khusus perlu dilakukan
terhadap BKM.
Audit kecurangan dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
·
Pengujian Dokumen
·
wawancara terhadap Saksi Pihak Ketiga yang Netral
·
wawancara terhadap Pihak-pihak yang dicurigai terlibat
·
Menginvestasikan dan melaporkan rencana membongkar kecurangan
·
Menemukan kecurangan
·
Tindakan awal (kecurangan yang potensial harus ditangani terutama
sebagai masalah bisnis, dari pada sebagai masalah hukum, yang mungkin nanti
ada.)
·
mendokumentasin kejadian kecurangan.
·
Tidakan perbaikan (bagaimana kejadian ini dapat dihindari ?
Kebijakan keamanan dan audit apa, prosedur, personalia atau peralatan apa yang
harus ditingkatkan atau ditambah untuk menjaga timbulnya kejadian ini lagi
dimasa depan ?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar