Jumat, 10 Januari 2014

Audit Sektor Publik


Audit Sektor Publik adalah kegiatan yang ditujukan terhadap entitas yang menyediakan pelayanan dan penyediaan barang yang pembiayaannya berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan Negara lainnya dengan tujuan untuk membandingkan antara kondisi yang ditemukan dan kriteria yang ditetapkan. Audit Sektor Publik di Indonesia dikenal sebagai Audit Keuangan Negara, yang diatur dalam UU no 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

STANDAR AUDITING
Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia(IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing.
Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA).
Standar Umum
Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
1.     Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatanindependensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
2.       Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiranprofesionalnya dengan cermat dan seksama
Standar Pekerjaan
1.     Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2.     Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3.     Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Standar Pelaporan
1.     Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2.     Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3.     Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

TUJUAN AUDIT SEKTOR PUBLIK
Tujuan audit sektor publik dipertegas dalam UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. UU ini menyatakan bahwa pemeriksaan berfungsi untuk mendukung keberhasilan upaya pengelolaan keuangan Negara secara tertib dan taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PERBEDAAN ANTARA AUDIT SEKTOR BISNIS DAN AUDIT SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA
Uraian
Audit Sektor Bisnis
Audit Sektor Publik
Pelaksanaan audit
Kantor Akuntan Publik
(KAP)
Lembaga audit pemerintah dan juga KAP yang ditunjuk oleh lembaga audit pemerintah
Objek Audit
Perusahaan/ entitas swasta
Entitas, program, kegiatan, dan fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Standar audit yang digunakan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang dikeluarkan oleh IAI
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang dikeluarkan oleh BPK
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
Tidak terlalu dominan dalam audit
Merupakan faktor dominan karena kegiatan di sektor publik sangat dipengaruhi oleh peraturan dan perundang-undangan

JENIS AUDIT SEKTOR PUBLIK
Berdasarkan UU no. 15 tahun 2004 dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), terdapat tiga jenis audit keuangan Negara, yaitu:
1.       Audit Keuangan
Adalah audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance), apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2.       Audit Kinerja
Adalah audit yang dilakukan secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk menilai kinerja entitas yang diaudit dalam hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan akuntabilitas publik.
3.       Audit dengan Tujuan Tertentu
Adalah audit khusus, diluar audit keuangan dan audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan kesimpulan atas hal yang diaudit.

AUDIT KEUANGAN

Audit Keuangan ditujukan untuk:
1.       Untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan yang memadahi.
2.       Untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
3.       Memberikan pernyataan tentang kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
4.       Melaporkan hasil audit dengan data yang memadai dan memberikan masukan kepada pimpinan dan bagian terkait agar dapat dilakukan perbaikan.

  Dasar  Hukum :
·         Undang-undang Dasar 1945
·         Undang-undang nomor 17 tahun 2003 : Keuangan Negara
·         Undang-undang nomor1 tahun 2004    : Perbendaharaan Negara
·         Undang-undang nomor 15 tahun 2004  : Pemeriksaan Pengelaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara
·         Undang-undang nomor 15 tahun 2006 : Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

  Obyek Pemeriksaan keuangan
·         Laporan Keuangan Pemerintah Pusat;
·         Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga;
·         Laporan Keuangan Pemerintah Daerah;
·         Laporan Keuangan BI;
·         Laporan Keuangan BUMN;
·         Laporan Keuangan BUMD; dan
·         Laporan Keuangan badan-badan lain  yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Ruang   lingkup  pemeriksaan keuangan
·         Anggaran dan realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan
·         Posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana
·         Arus kas dan saldo kas akhir sesuai dengan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) dalam laporan realisasi anggaran dan ekuitas dana dalam neraca; dan
·         Pengungkapan informasi yang diharuskan seperti disebutkan dalam SPKN.
·         Selain itu, pemeriksaan juga menguji efektivitas pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang terkait dengan pelaporan keuangan dalam LK

  Kriteria pemeriksaan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2005 jo. PP No. 71/2010. Dikembangkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, (UU nomor 17 tahun 2003 dan UU nomor 1 tahun 2004). Terdiri dari sebuah kerangka konseptual dan 11 pernyataan standar akuntansi pemerintahan (PSAP)
  Auditor : BPK RI dan KAP/pihak lain  yg melakukan pemeriksaan keuangan untuk dan atas nama BPK-RI
  Kode etik : Peraturan BPK no. 2/2007 tentang  kode etik Badan Pemeriksa Keuangan. Hal-hal yg diatur :
a)       Nilai-Nilai Dasar BPK
·         mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku.
·         mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
·         menjunjung tinggi independensi, integritas dan profesionalitas.
·         menjunjung tinggi martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas BPK.
b)      Kode Etik bagi Anggota BPK
·         Independensi (objektif, netral, menghindari conflict of interest, tidak rangkap jabatan dll)
·         Integritas (tegas, jujur, tidak menerima imbalan langsung/tak langsung dll)
c)       Kode Etik bagi Pemeriksa : idem diatas
d)      Majelis Kehormatan Kode Etik : menegakkan kode etik berdasarkan pengaduan
·         Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan Pemeriksa selama menjalankan tugasnya.

STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) memuat pernyataan profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional. Tujuan Standar Pemeriksaan adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dasar penyusunan SKPN yaitu Pasal 5 UU nomor 15 tahun 2004 dan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU nomor 15 tahun 2006
METODOLOGI PEMERIKSAAN KEUANGAN
A.      PERENCANAAN PEMERIKSAAN
1)   Pemahaman Tujuan Pemeriksaan dan Harapan Penugasan
Cara Pemahaman : Dengan melakukan komunikasi dengan pemberi tugas oleh pemeriksa dengan memperhatikan input-input sebagai berikut:
·         Laporan hasil pemeriksaan tahun sebelumnya
·         Laporan hasil pemantauan tindak lanjut
·         Survei pendahuluan atas entitas atau objek yang baru pertama kali diperiksa.
·         Database entitas
·         Hasil komunikasi dengan pemeriksa sebelumnya

2)   Pemenuhan Kebutuhan Pemeriksa
Syarat Tim Pemeriksa:
·         Secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai
·         Memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan
·         Memenuhi persyaratan kemampuan/keahlian pemeriksa
·         Harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi
·         Memenuhi kualifikasi tambahan: memiliki keahlian di bidang akuntansi dan pemeriksaan (auditing), memahami prinsip akuntansi yang berlaku umum dan sebaiknya memiliki sertifikasi keahlian.
Kualifikasi Pemeriksa:
·         Tim pemeriksa secara kolektif harus memiliki pemahaman yang cukup atas standar akuntansi dan pengetahuan  yang memadai atas pemeriksaan keuangan
·         Di dalam tim pemeriksa, paling tidak satu orang memiliki register akuntan.
·         Ketua tim harus memiliki pengalaman yang memadai paling tidak satu kali melakukan pemeriksaan keuangan. Apabila entitas yang diperiksa cukup besar lingkup dan sasarannya, maka ketua tim dapat dibantu dengan beberapa ketua sub tim yang telah memiliki kualifikasi yang sama dengan ketua tim.
·         Pengendali teknis harus memiliki pengetahuan dan pengalaman pemeriksaan terkait dengan pemeriksaan keuangan dan atau pernah menjadi ketua tim pemeriksa paling tidak satu kali dan atau menduduki jabatan struktural dan atau menduduki jabatan fungsional paling tidak ketua tim senior.
·         Penanggung jawab pemeriksaan  keuangan adalah pemeriksa yang memiliki register akuntan dan memiliki pengalaman yang memadai melakukan pemeriksaan keuangan atau memiliki jabatan struktural/fungsional. Apabila entitas yang diperiksa cukup besar lingkup dan sasarannya, maka penanggung jawab dapat dibantu dengan wakil penanggung jawab yang telah memiliki kualifikasi yang sama dengan penanggung jawab.
·         Dalam hal laporan keuangan disusun dengan menggunakan sistem yang terkomputerisasi, maka paling tidak satu orang dalam tim pemeriksa memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang teknologi informasi dan/atau pemeriksaan teknologi informasi.

3)   Pemahaman Atas Entitas
Tujuan pemahaman atas entitas:
·         untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai proses kerja secara umum dan risiko terkait dari tiap proses kerja spesifik entitas yang diperiksa, dan
·         untuk mengidentifikasikan dan memahami hal-hal penting yang harus dipenuhi oleh entitas dalam mencapai tujuannya
Informasi yang diperlukan:
·         Gambaran Jelas Mengenai Bidang Kerja Entitas
·         Kekuatan Lingkungan
·         Tren yang Signifikan
·         Hubungan dengan DPR dan BPK, serta Lembaga Lain
·         Sumber Pendapatan dan Pembiayaan
·         Dasar Hukum dan Peraturan yang Mempengaruhi
·         Faktor Sosial dan Politik yang Mempengaruhi Pemerintah
·         Pengaruh Stakeholder (Pemegang Kepentingan): Lembaga
·         Perwakilan
·         Dampak dari Lingkungan Entitas terhadap Risiko Bidang Kerja dan Laporan Keuangan
·         Pejabat kunci
Langkah-langkah:
·         Mendapatkan pemahaman yang mutakhir mengenai pengaruh lingkungan terhadap entitas
·         Memperoleh pengetahuan mengenai pengaruh stakeholders utama terhadap entitas.
·         Memahami tujuan dan sasaran entitas dan pengembangan strategi usaha untuk mencapainya
·         Mengidentifikasi faktor sukses yang penting (critical success factors) bagi pencapaian tujuan entitas
·         Mengidentifikasi dan mendapatkan gambaran umum proses kerja entitas
·         Memahami bagaimana manajemen mengendalikan proses kerja kritikalnya untuk mencapai faktor sukses kritikal entitas.
·         Mengidentifikasi proses kerja kritikal entitas
·         Memahami bagaimana manajemen mengendalikan proses kerja kritikalnya untuk mencapai faktor sukses kritikal entitas.

4)   Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sebelumnya
Tujuan:
·         Mengidentifikasi tindak lanjut saran/rekomendasi BPK
·         Menilai pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi BPK, apakah telah sesuai dengan rekomendasi tersebut atau tidak.
·         Mengidentifikasi dampaknya pada pelaporan keuangan yang diperiksa.
Cara Pemantauan Tindak Lanjut Pemeriksaan Sebelumnya:
·         Memantau kegiatan pelaksanaan rekomendasi entitas, misal melalui laporan-laporan pelaksanaan rekomendasi yang diberikan entitas kepada pemeriksa,
·         Melakukan reviu yang lebih terperinci dengan entitas, misalnya dengan melakukan diskusi atau pertemuan (Rapat Pra Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan) dengan entitas untuk membahas pelaksanaan rekomendasi, dan
·         Sebuah pemeriksaan tindak lanjut yang dapat berupa pelaksanaan pemeriksaan lapangan.

5)   Pemahaman Atas Sistem Pengendalian Intern
Tujuan pemahaman: untuk mengkaji pengendalian intern yang diterapkan oleh entitas dalam menjalankan kegiatannya secara efektif dan efisien dan mengkaji kemungkinan terjadinya kecurangan (faktor-faktor yang memungkinkan terjadinyamistatement dan kecurangan).
SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah).
·       Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (pasal 58 ayat (2): perlu adanya Peraturan Pemerintah tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah)
·       Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
6)   Pemahaman dan Penilaian Risiko
Tujuan : melakukan pengkajian atas risiko secara gabungan agar dapat disusun prosedur pemeriksaan yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan yang efektif dan efisien.
Risiko pemeriksaan adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi opininya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko pemeriksaan meliputi risiko inheren (inherent risk), risiko pengendalian (control risk) dan risiko deteksi (detection risk).
·         Risiko Inheren adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Setiap saldo atau golongan transaksi memiliki risiko inheren yang berbeda-beda. Sehingga salah saji dapat terjadi pada saldo atau golongan transaksi tertentu lebih besar, dibandingkan dengan saldo atau golongan transaksi yang lain. 
·         Risiko Pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas.  Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas. Risiko pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.
·         Risiko Deteksi adalah risiko bahwa pemeriksa tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur pemeriksaan dan penerapannya oleh pemeriksa.  Risiko ini timbul karena ketidakpastian yang ada pada waktu pemeriksa tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%.
Prosedur yang akan dilakukan:
a)       Untuk setiap saldo akun atau kelompok akun atau pos keuangan yang signifikan, pemeriksa akan melaksanakan suatu penilaian risiko secara  menyeluruh/ gabungan, dan bilamana perlu, mempertimbangkan kembali penilaian awal tentang risiko gabungan ini, untuk setiap asersi. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah:
·         Mempertimbangkan faktor risiko inheren.
·         Mempertimbangkan efektivitas dari pengendalian dan keyakinan pemeriksa atas pengendalian tersebut (risiko pengendalian).
·         Menentukan, atau memodifikasi, penilaian risiko yang dikombinasikan pemeriksa.
b)      Menentukan sifat, pemilihan waktu dan luas dari prosedur pemeriksaan untuk mendapat bukti pemeriksaan selanjutnya yang masih dianggap perlu, mengingat langkah-langkah untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi solusi pemeriksaan potensial dalam memperoleh bukti pemeriksaan tambahan yang perlu berdasar pada penilaian risiko gabungan dan bukti pemeriksaan telah diperoleh dari prosedur substantif lain.
c)       Mempertimbangkan kemungkinan pemecahan risiko entitas lainnya yang juga telah diidentifikasikan.

7)   Penetapan Materialitas Awal dan Kesalahan Tertolerir
Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. (Pernyataan Standar Auditing No. 25, “Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit”, Standar Audit Seksi 312 paragraf 10.). Definisi materialitas tersebut mengakui pertimbangan materialitas dilakukan dengan:
·         memperhitungkan keadaan yang melingkupi dan,
·         perlu melibatkan baik pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif.
Dalam mengembangkan strategi pemeriksaan, pemeriksa mengklasifikasikan materialitas dalam dua kelompok:
·         Perencanaan tingkat materialitas (planning materiality = PM) yang berhubungan dengan laporan keuangan secara keseluruhan.
·         Kesalahan tertolir (tolerable error = TE) yang berhubungan dengan akun-akun atau pos-pos keuangan secara individual.
Tahapan penetapan materialitas:
·         Penentuan dasar penetapan materialitas (materiality base)
·         Penentuan tingkat materialitas (rate of materiality)
·         Penetapan nilai materialitas awal (Planning Materiality/PM)
·         Penetapan kesalahan yang dapat ditoleransi (Tolerable Error/TE)
·         Pertimbangan atas penetapan materialitas awal,TE dan opini
Dasar penetapan materialitas yang dapat digunakan oleh pemeriksa adalah sebagai berikut:
·         total penerimaan atau total belanja, untuk entitas nirlaba;
·         laba sebelum pajak atau pendapatan, untuk entitas yang bertujuan mencari laba; dan
·         nilai aset bersih atau ekuitas, untuk entitas yang berbasis aset.
Mengenai angka mana yang harus diambil, apakah angka tahun lalu, tahu berjalan atau angka ekspektasi, tergantung pertimbangan reliabilitas atau keakuratan data. Praktik yang umum adalah dengan mengambil angka tahun lalu kemudian disesuaikan dengan inflasi atau perkiraan anggaran. Cara lain adalah dengan mengambil angka aktual pada saat perencanaan kemudian diekstrapolasi ke dalam sejumlah periode
Tingkat/(rate) materialitas awal dapat ditetapkan sebagai berikut:
·         untuk entitas nirlaba: 0,5% sampai dengan 5% dari total penerimaan atau total belanja,
·         untuk entitas yang bertujuan mencari laba: 5% sampai dengan 10% dari laba sebelum pajak atau 0,5% sampai dengan 1% dari total penjualan/pendapatan, dan
·          untuk entitas yang berbasis aset: 1% dari ekuitas atau 0,5% sampai 1% dari total aktiva
Nilai Materialitas Awal (PM) merupakan nilai materialitas awal untuk tingkat laporan keuangan secara keseluruhan. Nilai materialitas awal yang diperoleh merupakan besarnya kesalahan yang mempengaruhi pertimbangan pengguna Laporan Keuangan. Contoh: 1% x total belanja Tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi (TE) merupakan alokasi materialitas awal (PM) pada setiap akun atau kelompok akun. TE = PM * (N/T)
Materialitas VS Risiko : Penetapan materialitas awal (PM) pada tahap perencanaan pemeriksaan sangat dipengaruhi oleh tingkat risiko pemeriksaan. Besarnya batas materialitas berbanding terbalik dangan risiko pemeriksaan yang ditetapkan oleh pemeriksa. Pada entitas yang menurut pertimbangan pemeriksa memiliki risiko pemeriksaan lebih tinggi, pemeriksa dapat menetapkan batasan materialitas yang lebih rendah daripada batasan materialitas untuk entitas yang menurut pemeriksa memiliki risiko pemeriksaan lebih rendah.
Materialitas VS Bukti : PM dan TE pada tahap perencanaan pemeriksaan sangat berpengaruh terhadap banyaknya bukti pemeriksaan yang harus diperoleh atau ukuran sampel yang akan diuji. Tingkat materialitas berhubungan terbalik dengan banyak bukti/ukuran sampel. Semakin tinggi tingkat materialitas, semakin sedikit bahan bukti yang harus diperoleh sehingga semakin sedikit sampel yang harus diambil jika pemeriksa memutuskan untuk melakukan uji petik GJ
Materialitas VS Opini :
·         Opini Wajar tanpa pengecualian : total salah saji < PM, dan salah saji per akun < TE
·         Opini Wajar dengan pengecualian : total salah saji < PM, dan ada salah saji per akun > TE
·         Opini Tidak Wajar : total salah saji > PM ==== atau total salah saji < PM, tapi ada salah saji per akun > TE yang sangat mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan
8)   Penentuan Metode Uji Petik
Audit sampling atau uji petik pemeriksaan adalah penerapan prosedur pemeriksaan terhadap kurang dari seratus persen unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut. Uji petik dapat menjadi alat untuk memperoleh informasi mengenai suatu populasi tanpa melakukan pengujian terhadap populasi tersebut secara keseluruhan. Namun demikian, uji petik tidak dapat diterapkan pada seluruh prosedur pemeriksaan. Banyak prosedur pemeriksaan yang tidak dapat menerapkan uji petik, diantaranya: permintaan keterangan (inquiry), observasi, prosedur analitis, scanning dan reviu catatan-catatan untuk mengidentifikasi transaksi yang tidak wajar.
Ada dua pendekatan umum dalam uji petik pemeriksaan yaitu:
·         uji petik statistik : pendekatan uji petik yang menggunakan matematika sebagai sarana untuk menentukan perencanaan, pemilihan, dan evaluasi sampel. Sedangkan uji petik non statistik merupakan pendekatan pemeriksa dalam memilih sampel dan menilai hasil pemeriksaan sampel berdasarkan pertimbangan profesionalmya. Metode uji petik statistik yang digunakan untuk menentukan jumlah bukti dan evaluasi hasil pengujian. Metode Uji petik dan Jenis Pengujian.
·         uji petik non-statistik : Pendekatan statistik maupun non-statistik memerlukan pertimbangan profesional pemeriksa dalam perencanaan, pemilihan dan evaluasi hasil sampel serta dalam menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari sampel dengan bukti lain dalam penarikan kesimpulan atas saldo akun atau kelompok transaksi yang berkaitan
Pada dasarnya terdapat dua jenis teknik pemilihan sampel, yaitu:
·         teknik pemilihan sampel secara probabilistik : probabilistik merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini terdiri dari: (1)Simple random sampling, (2) Probability Proportional to Size (PPS) Sample dan (3)Stratified selection.
·         teknik pemilihan sampel secara non-probabilistik : merupakan teknik yang tidak memberi peluang/ kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik pemilihan sampel nonprobabilistik terdiri dari: (1)Profesional judgement, (2) Block Sampling dan (3) Haphazard sampling.

9)   Pelaksanaan Prosedur Analitis Awal
Tujuan Prosedur Analitis
·         Mendapatkan strategi untuk memahami dan mengevaluasi proses-proses signifikan.
·         Membuat penilaian pendahuluan risiko secara gabungan.
Hasil Analisis. Bisa membantu pemeriksa:
·         membantu pemeriksa dalam mengidentifikasi area-area yang berisiko tinggi yang membutuhkan pemeriksaan yang mendalam, ataupun pada area-area yang berisiko rendah
·         meningkatkan pemahaman pemeriksa atas dampak dari kejadian penting dan kegiatan operasi/kerja entitas, kondisi keuangan, dan kemampuan keuangan entitas
·         membantu pemeriksa untuk mengidentifikasi transaksi-transaksi yang tidak biasa, dan untuk menilai kewajaran dari perhitungan saldo akun-akun atau pos-pos keuanga sebelum melakukan prosedur analitis yang lebih rinci atau prosedur subtantif.
Prosedur analitis meliputi:
·         analisa terperinci: beberapa pos laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah secara. biasanya digunakan antarpos dalam satu jenis laporan (hubungan antar pos dalam periode yang sama dan periode berbeda). Analisis ini sering disebut sebagai analisis kecenderungan (trend), yang merupakan suatu teknik analisis yang mencoba untuk mengidentifikasi pola-pola dari kecenderungan (perubahan yang terjadi dalam beberapa periode yang telah lalu) sebagai dasar dari evaluasi dan prediksi keadaan atau perubahan di masa mendatang.. Contoh : Anggaran pajak daerah – realisasi pajak daerah. Realisasi pajak daerah 2010 – realisasi pajak daerah 2011
·         analisis horisontal : pembandingan beberapa pos laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah secara sederhana. Perbandingan antarpos (perkiraan) antarjenis laporan keuangan. (hubungan antar pos dalam periode yg sama). Contoh : saldo kas di neraca dan saldo kas di CaLK. Arus kas operasi dan pendapatan-beban

10)Penyusunan Program Pemeriksaan dan Program Kegiatan perseorangan
Program pemeriksaan mengungkapkan antara lain
·         dasar pemeriksaan,
·         standar dan pedoman pemeriksaan,
·         entitas yang diperiksa,
·         tahun anggaran/tahun buku yang diperiksa,
·         identitas dan data umum entitas yang diperiksa,
·         tujuan pemeriksaan,
·         metodologi pemeriksaan
·         sasaran yang diperiksa,
·         pengarahan pemeriksaan,
·         jangka waku pemeriksaan
·         susunan tim pemeriksaan,
·         instansi penerima hasil pemeriksaan,
·         kerangka isi laporan.
Isi Program audit
a)             Types of tests. Tipe tes :
·         Test of control
·         Substantive test of trtansaction
·         Analutical procedure
·         Test of detail balance
b)            Audit objectives
c)             Procedures
d)            Sample size
e)             Items to select
f)             Timing
Berdasarkan program pemeriksaan yang ditetapkan oleh Tortama/Kepala Perwakilan, ketua tim pemeriksa membuat pembagian tugas dan pemeriksa menyusun program kerja perorangan (PKP) dan disampaikan kepada ketua tim untuk mendapatkan persetujuan. 
BUKTI PEMERIKSAAN DAN KKP 
Bukti pemeriksaan adalah semua informasi yang digunakan pemeriksa untuk menentukan apakah informasi yang sedang diperiksa telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
Syarat Bukti:
a)       Kompetensi. Syarat kompeten : relevansi, pengetahuan langsung pemeriksa, keaslian bukti, independensi yang menyajikan, kualifikasi individu, objektifitas, keefektifan pengendalian intern, ketepatan waktu
b)      Kecukupan
·         Jumlah yang harus diperoleh
·         Cara memilih bukti
c)       Cara memperolehnya :
d)      Waktu memperoleh bukti
·         Dokumentasi pemeriksaan merupakan catatan-catatan yang diselenggarakan oleh pemeriksa tentang prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan simpulan yang dibuat sehubungan dengan pemeriksaannya
·         Dokumentasi pemeriksaan berfungsi sebagai bentuk pertanggungjawaban pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa serta bahan penilaian kualitas pemeriksa dan pemeriksaan.
Cara Memperoleh  VS Jenis Bukti
Prosedur Pemeriksaan
Jenis Bukti
analitical procedure
Bukti Analitis (Analytical Evidence)
tracing
Bukti Dokumentasi (Documentary Evidence)
inspecting
Bukti Fisik (Physical Evidence)
vouching
Bukti Dokumentasi (Documentary Evidence)
confirmin,
Konfirmasi (Confirmations)
Observing
Bukti Fisik (Physical Evidence)
Inquiring
Pernyataan Tertulis (Written Representations),
Bukti Lisan (Oral Evidence)
Counting
Bukti Matematis (Mathematical Evidence)
reperforming
Bukti Matematis (Mathematical Evidence)
computer-assisted audit techniques
Bukti Elektronik (Electronic Evidence)

Sifat Dokumentasi Pemeriksaan
a)       Bentuk Dokumentasi Pemeriksaan:
·         Manual (menggunakan media kertas à KKP)
·         Komputerisasi (menggunakan media elektronis)
b)      Wujud Dokumentasi pemeriksaan: Berupa catatan hasil pelaksanaan prosedur pemeriksaan, bukti-bukti seperti surat konfirmasi, surat representasi, daftar uji (check list), termasuk korespondensi baik manual maupun elektronis (e-mail) yang relevan dan signifikan, dll.
c)       Dokumentasi pemeriksaan bukan merupakan pengganti suatu dokumen akuntansi sebagai sumber pencatatan (records) atau pertanggungjawaban entitas yang diperiksa.
Manfaat Dokumentasi Pemeriksaan
·         Membantu tim pemeriksa untuk merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan.
·         Memberikan dukungan utama terhadap laporan hasil pemeriksaan;
·         Membantu pemeriksa dalam melaksanakan dan mengawasi pemeriksaan;
·         Memungkinkan pemeriksa lain yang biasanya lebih senior dan/atau pengalaman untuk mereviu kualitas pemeriksaan;
·         Memungkinkan tim pemeriksa menunjukkan tanggung jawabnya;
·         Memelihara catatan dan bukti-bukti yang penting untuk kelanjutan pemeriksaan berikutnya.
Persyaratan Dokumentasi Pemeriksaan
·         Akurat atau tepat = sesuai dengan fakta dan bukti
·         Relevan = sesuai dengan waktu dan substansi pemeriksaan dalam P2.
·         Lengkap = sesuai dengan lingkup dalam P2, mengandung isi sesuai juklak
·         Ringkas = berisi simpulan hasil analisis pemeriksa
·         Kompeten = sesuai kekuatan dukungan terhadap hasil pemeriksaan.
·         Cukup = jumlah dokumentasi pemeriksaan mendukung temuan-temuan, simpulan dan rekomendasi berdasarkan pertimbangan profesional.
·         Jelas = tidak menimbulkan arti ganda, mudah dimengerti, dan tidak diperlukan penjelasan lisan tambahan.
·         Sistematis = yaitu memiliki tata urutan yang jelas dan konsisten.
·         Rapi = mudah dibaca, mudah diketahui jejak, dan mudah direviu.
·         Aman = bebas dari akses pihak lain yang tidak berkepentingan sehingga terjaga kerahasiannya dan bebas dari risiko hilang serta rusak.
·         Mudah diakses = dapat dicari dan diperoleh.
·         Bersih = terjaga dari kotoran yang dapat merusak
Isi Dokumentasi Pemeriksaan:
·         Judul  = baik dalam media penyimpanan seperti boks atau files, maupun dalam hasil pekerjaan pemeriksa.
·         Isi = baik isi media penyimpanan, maupun isi catatan atau hasil pekerjaan pemeriksa sesuai dengan lingkup dalam program pemeriksaan.
·         Nama, paraf, dan tanggal penyusun, pereviu, dan pemberi persetujuan.
·         Indeks
·         Referensi silang (cross reference) yang menggambarkan hubungan antar dokumen pemeriksaan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan, termasuk pula hubungan dengan dokumentasi pemeriksaan sebelumnya.
·         Pengelompokan Indeks KKP :
a)       Indeks A untuk dokumentasi perencanaan pemeriksaan.
b)      Indeks B untuk dokumentasi pelaksanaan pemeriksaan.
c)       Indeks C untuk dokumentasi pelaporan hasil pemeriksaan

B.   PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
1.    Pelaksanaan Pengujian dan Analitis Terinci
Tujuan :
·         pemeriksa dapat menemukan hubungan logis penyajian antara masing-masing akun/perkiraan pada laporan keuangan.
·         pemeriksa dapat menilai kecukupan pengungkapan atas setiap perubahan pada pos/akun/unsur pada laporan keuangan yang diperiksa serta menentukan area-area signifikan dalam pengujian sistem pengendalian intern dan pengujian substantif atas transaksi dan saldo.
Cara pengujian analitis terinci
·         Analisa data dilakukan dengan cara menguji ketepatan penjumlahan antar akun/perkiraan serta kecukupan pengungkapannya dalam laporan keuangan.
·         Teknik prediktif   dilakukan dengan cara menguji lebih rinci kenaikan nilai akun/perkiraan yang tidak biasa (unusual item) apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
·         Analisa rasio dan tren dilakukan dengan cara menguji lebih rinci rasio dan tren dari akun/perkiraan yang telah dilakukan pada pengujian analitis awal.

2.    Pengujian Sistem Pengendalian Intern
Pengujian SPI meliputi
·         Pengujian yang dilakukan pemeriksa terhadap efektivitas desain dan
·         Pengujian atas implementasi sistem pengendalian intern.
Hasil pengujian sistem pengendalian intern digunakan untuk menentukan strategi pengujian transaksi laporan keuangan entitas yang terperiksa, meliputi:
a)       Pengujian Substantif Mendalam dilakukan apabila pemeriksa menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern secara keseluruhan lemah atau risiko pengendaliannya tinggi. Dalam hal ini, pemeriksa langsung melakukan pengujian substantif atas transaksi dan saldo dengan sampel yang luas dan tanpa mempertimbangkan transaksi dan akun/perkiraan yang signifikan.
b)      Pengujian substantif terbatas dilakukan apabila pemeriksa menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern secara keseluruhan baik/efektif atau risiko pengendaliannya rendah.

3.    Pengujian Substantif atas Transaksi dan Saldo Akun
Pengujian ini meliputi pengujian substantif atas transaksi dan saldo-saldo akun/perkiraan serta pengungkapannya dalam laporan keuangan yang diperiksa Pengujian substantif transaksi dan saldo dilakukan untuk meyakini asersi manajemen atas laporan keuangan pihak yang terperiksa, yaitu:
·         Keberadaan dan keterjadian,
·         Kelengkapan,
·         Hak dan kewajiban,
·         Penilaian dan pengalokasian, dan
·         Penyajian dan pengungkapan.
Pengujian substantif atas transaksi dan saldo meliputi pengujian pada:
·         Pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan;
·         Belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan;
·         Kas dan Bank
·         Piutang
·         Persediaan
·         Aset Tetap
·         Dana Cadangan
·         Aset Lainnya
·         Kewajiban
4.    Penyelesaian Penugasan
Penyelesaian penugasan pemeriksaan keuangan merupakan kegiatan untuk mereviu tiga hal:
a)       Kewajiban kontijensi :
·         Kewajiban potensial dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.
·         Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak diakui karena entitas tidak ada kemungkinan mengeluarkan sumber daya untuk menyelesaikan kewajibannya dan jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.
Contoh : Permasalahan hukum yang masih pending terkait hak dan kewajiban entitas, Kemungkinan klaim, dan Jaminan entitas atas barang /jasa.
b)      Kontrak/komitmen jangka panjang
Pemeriksa juga perlu mereviu kembali kontrak/komitmen jangka panjang yang dibuat entitas terkait dengan kemungkinan kerugian yang mungkin terjadi dari kontrak/komitmen tersebut.
c)       Kejadian setelah tanggal neraca.
Ada 2 (dua) jenis kejadian setelah tanggal neraca (subsequent events) yaitu:
·         Peristiwa yang memberikan tambahan bukti yang berhubungan dengan kondisi yang ad pada tanggal neraca dan berdampak terhadap taksiran yang melekat dalam proses penyusunan laporan keuangan.
·         Peristiwa yang menyediakan tambahan bukti yang berhubungan dengan kondisi yang tidak ada pada tanggal neraca yang dilaporkan, namun peristiwa tersebut ada sesudah tanggal neraca. Atas peristiwa jenis ini tidak perlu dilakukan penyesuaian atas laporan keuangan, namun apabila peristiwa bersifat signifikan maka perlu diungkapkan dengan menambahkan data keuangan proforma terhadap laporan keuangan historis yang menjelaskan dampak adanya peristiwa tersebut seandainya peristiwa tersebut terjadi pada tanggal neraca.

5.    Penyusunan Konsep Temuan Pemeriksaan
Konsep Temuan Pemeriksaan (TP) atas laporan keuangan yang diperiksa merupakan permasalahan yang ditemukan oleh pemeriksa yang perlu dikomunikasikan kepada pihak yang terperiksa. Permasalahan tersebut meliputi:
·         Ketidakefektivan sistem pengendalian intern,
·         Kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan,
·         Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang signifikan, dan
·         Ikhtisar koreksi.

6.    Perolehan Tanggapan Resmi dan Tertulis
Pemeriksa memperoleh tanggapan resmi dan tertulis atas Konsep Temuan Pemeriksaan dari pejabat entitas yang berwenang.
7.    Penyampaian Temuan Pemeriksaan (TP) kepada Auditee
Pemeriksa dalam hal ini ketua tim menyampaikan Temuan Pemeriksaan kepada pihak yang terperiksa. Penyampaian Temuan Pemeriksaan tersebut merupakan akhir dari pekerjaan lapangan pemeriksaan keuangan. Hal ini merupakan batas tanggung jawab pemeriksa terhadap kondisi laporan keuangan yang diperiksa. Pemeriksa tidak dibebani tanggung jawab atas suatu kondisi yang terjadi setelah tanggal pekerjaan lapangan tersebut. Oleh karena itu, tanggal penyampaian temuan pemeriksaan tersebut merupakan tanggal laporan hasil pemeriksaan

C.      PELAPORAN PEMERIKSAAN
Hasil pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa dituangkan secara tertulis ke dalam suatu bentuk laporan yang disebut dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
1.    Penyusunan konsep laporan hasil pemeriksaan,
Konsep laporan hasil pemeriksaan disusun oleh ketua tim pemeriksa dan disupervisi oleh pengendali teknis. Di dalam penyusunan konsep laporan hasil pemeriksaan, hal-hal berikut menjadi perhatian ketua tim dan pengendali teknis yaitu:
a)       Jenis laporan hasil pemeriksaan,
b)      Jenis opini,
Opini terhadap kewajaran atas LKPP dan LKKL yang dapat diberikan adalah salah satu di    antara empat opini sebagai berikut:
·         Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Opini Wajar Tanpa Pengecualian menyatakan bahwa LKPP dan LKKL disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan .
·         Wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Opini Wajar Dengan Pengecualian menyatakan bahwa LKPP dan LKKL disajikan secara wajar dalam semua hal yang material kecuali dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
·         Tidak Wajar (adverse opinion)
Opini Tidak Wajar menyatakan bahwa LKPP dan LKKL tidak disajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
·         Menolak Memberikan Pendapat atau Tidak Dapat Menyatakan Pendapat (disclaimer opinion)
Opini Tidak Dapat Menyatakan Pendapat menyatakan bahwa LKPP dan LKKL tidak dapat diyakini wajar atau tidak dalam semua hal yang material. Ketidakyakinan tersebut disebabkan oleh pembatasan lingkup pemeriksaan
c)       Dasar penetapan opini,
Berdasarkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004, opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria: (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosure), (iii) kepatuhan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas sistem pengendalian intern. Selain itu,pemeriksa mempertimbangkan SPKN, ketidaksesuaian dan ketidakcukupan pengungkapan LKPP dan LKKL dikaitkan dengan tingkat materialitas yang telah ditetapkan, tanggapan pemerintah pusat atas hasil pemeriksaan, dan surat representasi.
d)      Pelaporan tentang kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
e)       Pelaporan tentang sistem pengendalian intern, dan
f)       Penandatangan laporan hasil pemeriksaan.
Jenis Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan :
a)       Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan
Laporan ini mengungkapkan:
·         Opini Badan Pemeriksa Keuangan yang mengungkapkan kewajaran atas Laporan Keuangan :.
·         Laporan Keuangan terdiri atas Neraca, Laba/Rugi, LRA, Laporan Arus Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan.
·         Gambaran Umum Pemeriksaan yang memuat tentang: (1) dasar hukum pemeriksaan, (2) tujuan pemeriksaan, (3) sasaran pemeriksaan, (4) standar pemeriksaan, (5) metode pemeriksaan, (6) waktu pemeriksaan, (7) obyek pemeriksaan dan (8) batasan pemeriksaan.

b)      Laporan atas Kepatuhan;
Berdasarkan standar pemeriksaan, pemeriksa dalam melakukan pengujian kepatuhan peraturan perundangan-undangan yang berlaku harus melaksanakan hal-hal berikut ini:
·         Merancang pemeriksaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai guna mendeteksi ketidakberesan yang material bagi laporan keuangan.
·         Merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan memadai guna mendeteksi kesalahan/ kekeliruan yang material dalam laporan keuangan sebagai akibat langsung dari adanya unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang material.
·         Waspada terhadap kemungkinan telah terjadinya unsur perbuatan melawan hukum secara tidak langsung. Jika informasi khusus yang telah diterima oleh auditor memberikan bukti tentang adanya kemungkinan unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang secara tidak langsung berdampak material terhadap laporan keuangan, maka auditor harus menerapkan prosedur audit yang secara khusus ditujukan untuk memastikan apakah suatu unsur perbuatan melanggar/melawan hukum telah terjadi.#

c)       Laporan atas Pengendalian Intern.
Sistem pengendalian intern yang perlu dilaporkan meliputi efektivitas sistem pengendalian intern terkait LKPP dan LKKL.  Pengungkapan temuan pengendalian intern sebagai berikut:
·         Apabila temuan pengendalian intern tersebut secara material berpengaruh pada kewajaran LKPP dan LKKL, pemeriksa mengungkapkan uraian singkat temuan tersebut dalam laporan hasil pemeriksaan yang memuat opini atas kewajaran LKPP dan LKKL sebagai alasan pemberian opini.
·         Pengungkapan semua temuan pengendalian intern secara terinci dilaporkan dalam Laporan atas Pengendalian Intern dalam Kerangka Pemeriksaan LKPP/LKLL.
Laporan atas Pengendalian Intern dalam Kerangka Pemeriksaan LKPP dan LKKL ini bersifat opsional

2.    Penyampaian konsep laporan hasil pemeriksaan kepada Pejabat entitas yang berwenang
Penyampaian konsep LHP tersebut harus mempertimbangkan waktu bagi entitas untuk melakukan pemahaman dan pembahasan bersama dengan BPK dan proses penyelesaian LHP secara keseluruhan sebelum batas akhir waktu penyampaian Laporan keuangan yang telah diperiksa sesuai ketentuan yang berlaku bagi entitas. Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan yang disampaikan telah berisi opini hasil pemeriksaan dan saran-saran untuk temuan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektivitas pengendalian intern.
3.    Pembahasan konsep hasil pemeriksaan dengan Pejabat entitas yang berwenang
Konsep LHP yang telah disetujui penanggung jawab dibahas bersama dengan pimpinan entitas yang diperiksa. Pembahasan konsep LHP dengan pejabat entitas yang diperiksa diselenggarakan oleh penanggung jawab dan dilakukan untuk (a) membicarakan kesimpulan hasil pemeriksaan secara keseluruhan, dan (b) kemungkinan tindak lanjut yang akan dilakukan.
Pembahasan konsep LHP dilakukan di kantor Badan Pemeriksa Keuangan atau di kantor pusat entitas yang diperiksa. Seluruh hasil pembahasan didokumentasikan dalam Risalah Pembahasan yang disimpan di dalam KKP
4.    Perolehan surat representasi
Surat representasi tersebut menggambarkan representasi resmi dan tertulis dari pemerintah pusat atas berbagai keterangan, data, informasi dan laporan keuangan yang disampaikan selama proses pemeriksaan berlangsung. Surat tersebut merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah pusat. Jika terjadi perubahan substansi isi surat representasi yang dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga maka pemeriksa harus mempertimbangkan apakah perubahan tersebut akan berdampak material terhadap pertanggungjawaban pembuatan laporan keuangan. Hal tersebut akan mempengaruhi opini Jika surat representasi tidak didapat : Opini >> Tidak menyatakan pendapat
5.    Penyusunan konsep akhir dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan
Penyusunan Konsep Akhir
·         Tim pemeriksa menyusun konsep akhir LHP, disupervisi oleh pengendali teknis dan ditandatangani oleh penandatangan LHP.
·         Pembahasan konsep
·         Pemberian tanggal
·         Penandatangan Laporan Hasil Pemeriksaan
·         Penandatangan laporan hasil Pemeriksaan Akuntan
·         Publik yang Ditunjuk BPK
·         Kendali Mutu dalam Penandatanganan Laporan
Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan
a)       LHP yang telah ditandatangani tersebut disampaikan kepada
·         Pemilik atau wakil pemilik/stakeholders, dan
·         Pimpinan/pengurus entitas terperiksa.
b)      Laporan tersebut disampaikan pula kepada:
·         Anggota/Pembina Keuangan Negara,
·         Auditor Utama Keuangan Negara,
·         Inspektur Utama, dan
·         Kepala Biro Pengolahan Data Elektronik (soft copy) untuk dimuat dalam websiteBadan Pemeriksa Keuangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar