Audit
Sektor Publik adalah kegiatan yang ditujukan terhadap entitas yang menyediakan
pelayanan dan penyediaan barang yang pembiayaannya berasal dari penerimaan
pajak dan penerimaan Negara lainnya dengan tujuan untuk membandingkan antara
kondisi yang ditemukan dan kriteria yang ditetapkan. Audit Sektor Publik di
Indonesia dikenal sebagai Audit Keuangan Negara, yang diatur dalam UU no 15
tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
STANDAR
AUDITING
Standar
Auditing adalah sepuluh standar
yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut
Akuntan Publik Indonesia(IAPI),
yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar
pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit
atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh
standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan
Standar Auditing (PSA). Dengan
demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang
tercantum di dalam standar auditing.
Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA).
Standar
Umum
Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang
memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
1. Dalam semua hal yang
berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh
auditor.
2.
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan
laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiranprofesionalnya dengan cermat dan
seksama
Standar
Pekerjaan
1. Pekerjaan harus
direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya.
2. Pemahaman memadai
atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3. Bukti audit kompeten yang
cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan
konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit.
Standar
Pelaporan
1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Laporan auditor harus
menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip
akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan
dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif
dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam
laporan auditor.
Laporan auditor harus
memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan
atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika
pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit
yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor.
TUJUAN AUDIT SEKTOR PUBLIK
Tujuan audit sektor publik dipertegas dalam UU
No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara. UU ini menyatakan bahwa pemeriksaan berfungsi untuk mendukung
keberhasilan upaya pengelolaan keuangan Negara secara tertib dan taat pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PERBEDAAN ANTARA AUDIT SEKTOR BISNIS DAN AUDIT SEKTOR
PUBLIK DI INDONESIA
Uraian
|
Audit Sektor Bisnis
|
Audit Sektor Publik
|
Pelaksanaan audit
|
Kantor Akuntan Publik
(KAP)
|
Lembaga audit pemerintah dan
juga KAP yang ditunjuk oleh lembaga audit pemerintah
|
Objek Audit
|
Perusahaan/ entitas swasta
|
Entitas, program, kegiatan, dan fungsi yang
berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
|
Standar audit yang digunakan
|
Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) yang dikeluarkan oleh IAI
|
Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) yang dikeluarkan oleh BPK
|
Kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan
|
Tidak terlalu dominan dalam audit
|
Merupakan faktor dominan karena kegiatan di sektor
publik sangat dipengaruhi oleh peraturan dan perundang-undangan
|
JENIS AUDIT SEKTOR PUBLIK
Berdasarkan UU no. 15 tahun 2004 dan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), terdapat tiga jenis audit keuangan Negara,
yaitu:
1.
Audit Keuangan
Adalah audit atas laporan keuangan yang
bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance),
apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau
basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
2.
Audit Kinerja
Adalah audit yang dilakukan secara objektif dan
sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk menilai kinerja entitas yang
diaudit dalam hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dengan tujuan untuk memperbaiki
kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan akuntabilitas publik.
3.
Audit dengan Tujuan Tertentu
Adalah audit khusus, diluar audit keuangan dan
audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan kesimpulan atas hal yang diaudit.
AUDIT KEUANGAN
Audit
Keuangan ditujukan untuk:
1.
Untuk memberikan keyakinan
yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan
penyelenggaraan pendidikan yang memadahi.
2.
Untuk memberikan keyakinan
yang memadai bagi keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset Negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
3.
Memberikan pernyataan tentang
kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
4.
Melaporkan hasil audit dengan
data yang memadai dan memberikan masukan kepada pimpinan dan bagian terkait
agar dapat dilakukan perbaikan.
¶ Dasar Hukum :
·
Undang-undang Dasar 1945
·
Undang-undang nomor 17 tahun 2003 :
Keuangan Negara
·
Undang-undang nomor1 tahun 2004
: Perbendaharaan Negara
·
Undang-undang nomor 15 tahun 2004 :
Pemeriksaan Pengelaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara
·
Undang-undang nomor 15 tahun 2006 : Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
¶ Obyek Pemeriksaan
keuangan
·
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat;
·
Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga;
·
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah;
·
Laporan Keuangan BI;
·
Laporan Keuangan BUMN;
·
Laporan Keuangan BUMD; dan
·
Laporan Keuangan badan-badan lain
yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
¶ Ruang
lingkup pemeriksaan keuangan
·
Anggaran dan realisasi pendapatan, belanja
dan pembiayaan
·
Posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana
·
Arus kas dan saldo kas akhir sesuai dengan
sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) dalam laporan realisasi anggaran dan
ekuitas dana dalam neraca; dan
·
Pengungkapan informasi yang diharuskan
seperti disebutkan dalam SPKN.
·
Selain itu, pemeriksaan juga menguji
efektivitas pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan pelaporan keuangan dalam LK
¶ Kriteria pemeriksaan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Peraturan
Pemerintah nomor 24 tahun 2005 jo. PP No. 71/2010. Dikembangkan oleh Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan, (UU nomor 17 tahun 2003 dan UU nomor 1 tahun
2004). Terdiri dari sebuah kerangka konseptual dan 11 pernyataan standar
akuntansi pemerintahan (PSAP)
¶ Auditor : BPK RI
dan KAP/pihak lain yg melakukan pemeriksaan keuangan untuk dan atas nama
BPK-RI
¶ Kode etik
: Peraturan BPK no. 2/2007 tentang kode etik Badan Pemeriksa
Keuangan. Hal-hal yg diatur :
a)
Nilai-Nilai Dasar BPK
·
mematuhi peraturan perundang-undangan dan
peraturan kedinasan yang berlaku.
·
mengutamakan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
·
menjunjung tinggi independensi, integritas
dan profesionalitas.
·
menjunjung tinggi martabat, kehormatan,
citra dan kredibilitas BPK.
b)
Kode Etik bagi Anggota BPK
·
Independensi (objektif, netral, menghindari
conflict of interest, tidak rangkap jabatan dll)
·
Integritas (tegas, jujur, tidak menerima
imbalan langsung/tak langsung dll)
c)
Kode Etik bagi Pemeriksa : idem diatas
d)
Majelis Kehormatan Kode Etik : menegakkan
kode etik berdasarkan pengaduan
·
Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut
Kode Etik, adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan
Pemeriksa selama menjalankan tugasnya.
STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) memuat
pernyataan profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan
laporan pemeriksaan yang profesional. Tujuan Standar Pemeriksaan adalah untuk
menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Dasar penyusunan SKPN yaitu Pasal 5 UU nomor 15 tahun 2004 dan Pasal 9 ayat (1)
huruf e UU nomor 15 tahun 2006
METODOLOGI PEMERIKSAAN KEUANGAN
A.
PERENCANAAN PEMERIKSAAN
1)
Pemahaman Tujuan
Pemeriksaan dan Harapan Penugasan
Cara Pemahaman : Dengan melakukan komunikasi dengan
pemberi tugas oleh pemeriksa dengan memperhatikan input-input sebagai berikut:
·
Laporan hasil pemeriksaan tahun sebelumnya
·
Laporan hasil pemantauan tindak lanjut
·
Survei pendahuluan atas entitas atau objek
yang baru pertama kali diperiksa.
·
Database entitas
·
Hasil komunikasi dengan pemeriksa
sebelumnya
2)
Pemenuhan Kebutuhan
Pemeriksa
Syarat Tim Pemeriksa:
·
Secara kolektif harus memiliki kecakapan
profesional yang memadai
·
Memenuhi persyaratan pendidikan
berkelanjutan
·
Memenuhi persyaratan kemampuan/keahlian
pemeriksa
·
Harus bebas dalam sikap mental dan
penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi
·
Memenuhi kualifikasi tambahan: memiliki
keahlian di bidang akuntansi dan pemeriksaan (auditing), memahami prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan sebaiknya memiliki sertifikasi keahlian.
Kualifikasi Pemeriksa:
·
Tim pemeriksa secara kolektif harus
memiliki pemahaman yang cukup atas standar akuntansi dan pengetahuan yang
memadai atas pemeriksaan keuangan
·
Di dalam tim pemeriksa, paling tidak satu
orang memiliki register akuntan.
·
Ketua tim harus memiliki pengalaman yang
memadai paling tidak satu kali melakukan pemeriksaan keuangan. Apabila entitas
yang diperiksa cukup besar lingkup dan sasarannya, maka ketua tim dapat dibantu
dengan beberapa ketua sub tim yang telah memiliki kualifikasi yang sama dengan
ketua tim.
·
Pengendali teknis harus memiliki
pengetahuan dan pengalaman pemeriksaan terkait dengan pemeriksaan keuangan dan
atau pernah menjadi ketua tim pemeriksa paling tidak satu kali dan atau
menduduki jabatan struktural dan atau menduduki jabatan fungsional paling tidak
ketua tim senior.
·
Penanggung jawab pemeriksaan keuangan
adalah pemeriksa yang memiliki register akuntan dan memiliki pengalaman yang
memadai melakukan pemeriksaan keuangan atau memiliki jabatan
struktural/fungsional. Apabila entitas yang diperiksa cukup besar lingkup dan
sasarannya, maka penanggung jawab dapat dibantu dengan wakil penanggung jawab
yang telah memiliki kualifikasi yang sama dengan penanggung jawab.
·
Dalam hal laporan keuangan disusun dengan
menggunakan sistem yang terkomputerisasi, maka paling tidak satu orang dalam
tim pemeriksa memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang teknologi informasi
dan/atau pemeriksaan teknologi informasi.
3)
Pemahaman Atas Entitas
Tujuan pemahaman atas entitas:
·
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
dalam mengenai proses kerja secara umum dan risiko terkait dari tiap proses
kerja spesifik entitas yang diperiksa, dan
·
untuk mengidentifikasikan dan memahami
hal-hal penting yang harus dipenuhi oleh entitas dalam mencapai tujuannya
Informasi yang diperlukan:
·
Gambaran Jelas Mengenai Bidang Kerja
Entitas
·
Kekuatan Lingkungan
·
Tren yang Signifikan
·
Hubungan dengan DPR dan BPK, serta Lembaga
Lain
·
Sumber Pendapatan dan Pembiayaan
·
Dasar Hukum dan Peraturan yang Mempengaruhi
·
Faktor Sosial dan Politik yang Mempengaruhi
Pemerintah
·
Pengaruh Stakeholder (Pemegang
Kepentingan): Lembaga
·
Perwakilan
·
Dampak dari Lingkungan Entitas terhadap
Risiko Bidang Kerja dan Laporan Keuangan
·
Pejabat kunci
Langkah-langkah:
·
Mendapatkan pemahaman yang mutakhir
mengenai pengaruh lingkungan terhadap entitas
·
Memperoleh pengetahuan mengenai
pengaruh stakeholders utama terhadap entitas.
·
Memahami tujuan dan sasaran entitas dan
pengembangan strategi usaha untuk mencapainya
·
Mengidentifikasi faktor sukses yang penting
(critical success factors) bagi pencapaian tujuan entitas
·
Mengidentifikasi dan mendapatkan gambaran
umum proses kerja entitas
·
Memahami bagaimana manajemen mengendalikan
proses kerja kritikalnya untuk mencapai faktor sukses kritikal entitas.
·
Mengidentifikasi proses kerja kritikal
entitas
·
Memahami bagaimana manajemen mengendalikan
proses kerja kritikalnya untuk mencapai faktor sukses kritikal entitas.
4)
Pemantauan Tindak
Lanjut Hasil Pemeriksaan Sebelumnya
Tujuan:
·
Mengidentifikasi tindak lanjut
saran/rekomendasi BPK
·
Menilai pelaksanaan tindak lanjut atas
rekomendasi BPK, apakah telah sesuai dengan rekomendasi tersebut atau tidak.
·
Mengidentifikasi dampaknya pada pelaporan
keuangan yang diperiksa.
Cara Pemantauan Tindak Lanjut Pemeriksaan Sebelumnya:
·
Memantau kegiatan pelaksanaan rekomendasi
entitas, misal melalui laporan-laporan pelaksanaan rekomendasi yang diberikan
entitas kepada pemeriksa,
·
Melakukan reviu yang lebih terperinci
dengan entitas, misalnya dengan melakukan diskusi atau pertemuan (Rapat Pra
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan) dengan entitas untuk membahas pelaksanaan
rekomendasi, dan
·
Sebuah pemeriksaan tindak lanjut yang dapat
berupa pelaksanaan pemeriksaan lapangan.
5)
Pemahaman Atas Sistem
Pengendalian Intern
Tujuan pemahaman: untuk mengkaji pengendalian intern
yang diterapkan oleh entitas dalam menjalankan kegiatannya secara efektif dan
efisien dan mengkaji kemungkinan terjadinya kecurangan (faktor-faktor yang
memungkinkan terjadinyamistatement dan kecurangan).
SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah).
·
Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (pasal 58 ayat (2): perlu adanya Peraturan Pemerintah
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah)
·
Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) adalah
Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
6)
Pemahaman dan Penilaian
Risiko
Tujuan : melakukan pengkajian atas risiko secara
gabungan agar dapat disusun prosedur pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
melakukan pemeriksaan yang efektif dan efisien.
Risiko pemeriksaan adalah risiko yang terjadi
dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi opininya sebagaimana
mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko
pemeriksaan meliputi risiko inheren (inherent risk), risiko pengendalian
(control risk) dan risiko deteksi (detection risk).
·
Risiko Inheren adalah kerentanan suatu
saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan
asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Setiap saldo atau
golongan transaksi memiliki risiko inheren yang berbeda-beda. Sehingga salah
saji dapat terjadi pada saldo atau golongan transaksi tertentu lebih besar,
dibandingkan dengan saldo atau golongan transaksi yang lain.
·
Risiko Pengendalian adalah risiko
bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak
dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern
entitas. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi
pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan
penyusunan laporan keuangan entitas. Risiko pengendalian akan selalu ada karena
keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.
·
Risiko Deteksi adalah risiko bahwa
pemeriksa tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu
asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur pemeriksaan dan
penerapannya oleh pemeriksa. Risiko ini timbul karena ketidakpastian yang
ada pada waktu pemeriksa tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan
transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun
saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%.
Prosedur yang akan dilakukan:
a)
Untuk setiap saldo akun atau kelompok akun
atau pos keuangan yang signifikan, pemeriksa akan melaksanakan suatu penilaian
risiko secara menyeluruh/ gabungan, dan bilamana perlu, mempertimbangkan
kembali penilaian awal tentang risiko gabungan ini, untuk setiap asersi. Langkah-langkah
yang akan dilaksanakan adalah:
·
Mempertimbangkan faktor risiko inheren.
·
Mempertimbangkan efektivitas dari
pengendalian dan keyakinan pemeriksa atas pengendalian tersebut (risiko
pengendalian).
·
Menentukan, atau memodifikasi, penilaian
risiko yang dikombinasikan pemeriksa.
b)
Menentukan sifat, pemilihan waktu dan luas
dari prosedur pemeriksaan untuk mendapat bukti pemeriksaan selanjutnya yang
masih dianggap perlu, mengingat langkah-langkah untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi solusi pemeriksaan potensial dalam memperoleh bukti pemeriksaan
tambahan yang perlu berdasar pada penilaian risiko gabungan dan bukti
pemeriksaan telah diperoleh dari prosedur substantif lain.
c)
Mempertimbangkan kemungkinan pemecahan
risiko entitas lainnya yang juga telah diidentifikasikan.
7)
Penetapan Materialitas
Awal dan Kesalahan Tertolerir
Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi
yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang
melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang
meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. (Pernyataan Standar Auditing
No. 25, “Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit”, Standar Audit
Seksi 312 paragraf 10.). Definisi materialitas tersebut mengakui pertimbangan
materialitas dilakukan dengan:
·
memperhitungkan keadaan yang melingkupi
dan,
·
perlu melibatkan baik pertimbangan
kuantitatif maupun kualitatif.
Dalam mengembangkan strategi pemeriksaan,
pemeriksa mengklasifikasikan materialitas dalam dua kelompok:
·
Perencanaan tingkat
materialitas (planning materiality = PM) yang berhubungan dengan
laporan keuangan secara keseluruhan.
·
Kesalahan tertolir (tolerable error
= TE) yang berhubungan dengan akun-akun atau pos-pos keuangan secara
individual.
Tahapan penetapan materialitas:
·
Penentuan dasar penetapan materialitas
(materiality base)
·
Penentuan tingkat materialitas (rate of
materiality)
·
Penetapan nilai materialitas awal (Planning
Materiality/PM)
·
Penetapan kesalahan yang dapat ditoleransi
(Tolerable Error/TE)
·
Pertimbangan atas penetapan materialitas
awal,TE dan opini
Dasar penetapan materialitas yang dapat digunakan oleh
pemeriksa adalah sebagai berikut:
·
total penerimaan atau total belanja, untuk
entitas nirlaba;
·
laba sebelum pajak atau pendapatan, untuk
entitas yang bertujuan mencari laba; dan
·
nilai aset bersih atau ekuitas, untuk
entitas yang berbasis aset.
Mengenai angka mana yang harus diambil, apakah angka
tahun lalu, tahu berjalan atau angka ekspektasi, tergantung pertimbangan
reliabilitas atau keakuratan data. Praktik yang umum adalah dengan mengambil
angka tahun lalu kemudian disesuaikan dengan inflasi atau perkiraan anggaran.
Cara lain adalah dengan mengambil angka aktual pada saat perencanaan kemudian
diekstrapolasi ke dalam sejumlah periode
Tingkat/(rate) materialitas awal dapat ditetapkan
sebagai berikut:
·
untuk entitas nirlaba: 0,5% sampai dengan
5% dari total penerimaan atau total belanja,
·
untuk entitas yang bertujuan mencari laba:
5% sampai dengan 10% dari laba sebelum pajak atau 0,5% sampai dengan 1% dari total
penjualan/pendapatan, dan
·
untuk entitas yang berbasis aset: 1% dari
ekuitas atau 0,5% sampai 1% dari total aktiva
Nilai Materialitas Awal (PM) merupakan nilai
materialitas awal untuk tingkat laporan keuangan secara keseluruhan. Nilai
materialitas awal yang diperoleh merupakan besarnya kesalahan yang mempengaruhi
pertimbangan pengguna Laporan Keuangan. Contoh: 1% x total belanja Tingkat
kesalahan yang dapat ditoleransi (TE) merupakan alokasi materialitas awal (PM)
pada setiap akun atau kelompok akun. TE = PM * (N/T)
Materialitas VS Risiko : Penetapan
materialitas awal (PM) pada tahap perencanaan pemeriksaan sangat dipengaruhi
oleh tingkat risiko pemeriksaan. Besarnya batas materialitas berbanding
terbalik dangan risiko pemeriksaan yang ditetapkan oleh pemeriksa. Pada entitas
yang menurut pertimbangan pemeriksa memiliki risiko pemeriksaan lebih tinggi,
pemeriksa dapat menetapkan batasan materialitas yang lebih rendah daripada
batasan materialitas untuk entitas yang menurut pemeriksa memiliki risiko pemeriksaan
lebih rendah.
Materialitas VS Bukti : PM dan TE pada
tahap perencanaan pemeriksaan sangat berpengaruh terhadap banyaknya bukti
pemeriksaan yang harus diperoleh atau ukuran sampel yang akan diuji. Tingkat
materialitas berhubungan terbalik dengan banyak bukti/ukuran sampel. Semakin
tinggi tingkat materialitas, semakin sedikit bahan bukti yang harus diperoleh
sehingga semakin sedikit sampel yang harus diambil jika pemeriksa memutuskan
untuk melakukan uji petik GJ
Materialitas VS Opini :
·
Opini Wajar tanpa pengecualian : total
salah saji < PM, dan salah saji per akun < TE
·
Opini Wajar dengan pengecualian : total
salah saji < PM, dan ada salah saji per akun > TE
·
Opini Tidak Wajar : total salah saji >
PM ==== atau total salah saji < PM, tapi ada salah saji per akun > TE
yang sangat mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan
8)
Penentuan Metode Uji
Petik
Audit sampling atau uji petik pemeriksaan adalah
penerapan prosedur pemeriksaan terhadap kurang dari seratus persen unsur dalam
suatu saldo akun atau kelompok transaksi dengan tujuan untuk menilai beberapa
karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut. Uji petik dapat
menjadi alat untuk memperoleh informasi mengenai suatu populasi tanpa melakukan
pengujian terhadap populasi tersebut secara keseluruhan. Namun demikian, uji
petik tidak dapat diterapkan pada seluruh prosedur pemeriksaan. Banyak prosedur
pemeriksaan yang tidak dapat menerapkan uji petik, diantaranya: permintaan
keterangan (inquiry), observasi, prosedur analitis, scanning dan
reviu catatan-catatan untuk mengidentifikasi transaksi yang tidak wajar.
Ada dua pendekatan umum dalam uji petik
pemeriksaan yaitu:
·
uji petik statistik : pendekatan uji
petik yang menggunakan matematika sebagai sarana untuk menentukan perencanaan,
pemilihan, dan evaluasi sampel. Sedangkan uji petik non statistik merupakan
pendekatan pemeriksa dalam memilih sampel dan menilai hasil pemeriksaan sampel
berdasarkan pertimbangan profesionalmya. Metode uji petik statistik yang
digunakan untuk menentukan jumlah bukti dan evaluasi hasil pengujian. Metode
Uji petik dan Jenis Pengujian.
·
uji petik non-statistik : Pendekatan
statistik maupun non-statistik memerlukan pertimbangan profesional pemeriksa
dalam perencanaan, pemilihan dan evaluasi hasil sampel serta dalam menghubungkan
bukti audit yang dihasilkan dari sampel dengan bukti lain dalam penarikan
kesimpulan atas saldo akun atau kelompok transaksi yang berkaitan
Pada dasarnya terdapat dua jenis teknik pemilihan
sampel, yaitu:
·
teknik pemilihan sampel secara
probabilistik : probabilistik merupakan teknik pengambilan sampel
yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini terdiri dari: (1)Simple random
sampling, (2) Probability Proportional to Size (PPS) Sample dan
(3)Stratified selection.
·
teknik pemilihan sampel secara
non-probabilistik : merupakan teknik yang tidak memberi peluang/ kesempatan
sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Teknik pemilihan sampel nonprobabilistik terdiri dari: (1)Profesional
judgement, (2) Block Sampling dan (3) Haphazard sampling.
9)
Pelaksanaan Prosedur
Analitis Awal
Tujuan Prosedur Analitis
·
Mendapatkan strategi untuk memahami dan
mengevaluasi proses-proses signifikan.
·
Membuat penilaian pendahuluan risiko secara
gabungan.
Hasil Analisis. Bisa membantu pemeriksa:
·
membantu pemeriksa dalam mengidentifikasi
area-area yang berisiko tinggi yang membutuhkan pemeriksaan yang mendalam,
ataupun pada area-area yang berisiko rendah
·
meningkatkan pemahaman pemeriksa atas
dampak dari kejadian penting dan kegiatan operasi/kerja entitas, kondisi
keuangan, dan kemampuan keuangan entitas
·
membantu pemeriksa untuk mengidentifikasi
transaksi-transaksi yang tidak biasa, dan untuk menilai kewajaran dari
perhitungan saldo akun-akun atau pos-pos keuanga sebelum melakukan prosedur
analitis yang lebih rinci atau prosedur subtantif.
Prosedur analitis meliputi:
·
analisa terperinci: beberapa pos laporan
pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah secara. biasanya digunakan antarpos
dalam satu jenis laporan (hubungan antar pos dalam periode yang sama dan
periode berbeda). Analisis ini sering disebut sebagai analisis kecenderungan
(trend), yang merupakan suatu teknik analisis yang mencoba untuk
mengidentifikasi pola-pola dari kecenderungan (perubahan yang terjadi dalam
beberapa periode yang telah lalu) sebagai dasar dari evaluasi dan prediksi
keadaan atau perubahan di masa mendatang.. Contoh : Anggaran pajak daerah –
realisasi pajak daerah. Realisasi pajak daerah 2010 – realisasi pajak daerah
2011
·
analisis horisontal : pembandingan beberapa
pos laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah secara sederhana.
Perbandingan antarpos (perkiraan) antarjenis laporan keuangan. (hubungan antar
pos dalam periode yg sama). Contoh : saldo kas di neraca dan saldo kas di CaLK.
Arus kas operasi dan pendapatan-beban
10)Penyusunan Program
Pemeriksaan dan Program Kegiatan perseorangan
Program pemeriksaan mengungkapkan antara lain
·
dasar pemeriksaan,
·
standar dan pedoman pemeriksaan,
·
entitas yang diperiksa,
·
tahun anggaran/tahun buku yang diperiksa,
·
identitas dan data umum entitas yang
diperiksa,
·
tujuan pemeriksaan,
·
metodologi pemeriksaan
·
sasaran yang diperiksa,
·
pengarahan pemeriksaan,
·
jangka waku pemeriksaan
·
susunan tim pemeriksaan,
·
instansi penerima hasil pemeriksaan,
·
kerangka isi laporan.
Isi Program audit
a)
Types of tests. Tipe tes :
·
Test of control
·
Substantive test of trtansaction
·
Analutical procedure
·
Test of detail balance
b)
Audit objectives
c)
Procedures
d)
Sample size
e)
Items to select
f)
Timing
Berdasarkan program pemeriksaan yang ditetapkan oleh
Tortama/Kepala Perwakilan, ketua tim pemeriksa membuat pembagian tugas dan
pemeriksa menyusun program kerja perorangan (PKP) dan disampaikan kepada ketua
tim untuk mendapatkan persetujuan.
BUKTI PEMERIKSAAN DAN KKP
Bukti pemeriksaan adalah semua informasi yang
digunakan pemeriksa untuk menentukan apakah informasi yang sedang diperiksa
telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
Syarat Bukti:
a)
Kompetensi. Syarat kompeten :
relevansi, pengetahuan langsung pemeriksa, keaslian bukti, independensi yang
menyajikan, kualifikasi individu, objektifitas, keefektifan pengendalian
intern, ketepatan waktu
b)
Kecukupan
·
Jumlah yang harus diperoleh
·
Cara memilih bukti
c)
Cara memperolehnya :
d)
Waktu memperoleh bukti
·
Dokumentasi pemeriksaan merupakan
catatan-catatan yang diselenggarakan oleh pemeriksa tentang prosedur
pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh,
dan simpulan yang dibuat sehubungan dengan pemeriksaannya
·
Dokumentasi pemeriksaan berfungsi sebagai
bentuk pertanggungjawaban pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa serta bahan
penilaian kualitas pemeriksa dan pemeriksaan.
Cara Memperoleh VS Jenis Bukti
Prosedur Pemeriksaan
|
Jenis Bukti
|
analitical procedure
|
Bukti Analitis (Analytical Evidence)
|
tracing
|
Bukti Dokumentasi (Documentary Evidence)
|
inspecting
|
Bukti Fisik (Physical Evidence)
|
vouching
|
Bukti Dokumentasi (Documentary Evidence)
|
confirmin,
|
Konfirmasi (Confirmations)
|
Observing
|
Bukti Fisik (Physical Evidence)
|
Inquiring
|
Pernyataan Tertulis (Written Representations),
|
Bukti Lisan (Oral Evidence)
|
|
Counting
|
Bukti Matematis (Mathematical Evidence)
|
reperforming
|
Bukti Matematis (Mathematical Evidence)
|
computer-assisted audit techniques
|
Bukti Elektronik (Electronic Evidence)
|
Sifat Dokumentasi Pemeriksaan
a)
Bentuk Dokumentasi Pemeriksaan:
·
Manual (menggunakan media kertas à KKP)
·
Komputerisasi (menggunakan media
elektronis)
b)
Wujud Dokumentasi pemeriksaan: Berupa
catatan hasil pelaksanaan prosedur pemeriksaan, bukti-bukti seperti surat
konfirmasi, surat representasi, daftar uji (check list), termasuk korespondensi
baik manual maupun elektronis (e-mail) yang relevan dan signifikan, dll.
c)
Dokumentasi pemeriksaan bukan merupakan
pengganti suatu dokumen akuntansi sebagai sumber pencatatan (records) atau
pertanggungjawaban entitas yang diperiksa.
Manfaat Dokumentasi Pemeriksaan
·
Membantu tim pemeriksa untuk merencanakan
dan melaksanakan pemeriksaan.
·
Memberikan dukungan utama terhadap laporan
hasil pemeriksaan;
·
Membantu pemeriksa dalam melaksanakan dan
mengawasi pemeriksaan;
·
Memungkinkan pemeriksa lain yang biasanya
lebih senior dan/atau pengalaman untuk mereviu kualitas pemeriksaan;
·
Memungkinkan tim pemeriksa menunjukkan
tanggung jawabnya;
·
Memelihara catatan dan bukti-bukti yang
penting untuk kelanjutan pemeriksaan berikutnya.
Persyaratan Dokumentasi Pemeriksaan
·
Akurat atau tepat = sesuai dengan fakta dan
bukti
·
Relevan = sesuai dengan waktu dan substansi
pemeriksaan dalam P2.
·
Lengkap = sesuai dengan lingkup dalam P2, mengandung
isi sesuai juklak
·
Ringkas = berisi simpulan hasil analisis
pemeriksa
·
Kompeten = sesuai kekuatan dukungan
terhadap hasil pemeriksaan.
·
Cukup = jumlah dokumentasi pemeriksaan
mendukung temuan-temuan, simpulan dan rekomendasi berdasarkan pertimbangan
profesional.
·
Jelas = tidak menimbulkan arti ganda, mudah
dimengerti, dan tidak diperlukan penjelasan lisan tambahan.
·
Sistematis = yaitu memiliki tata urutan
yang jelas dan konsisten.
·
Rapi = mudah dibaca, mudah diketahui jejak,
dan mudah direviu.
·
Aman = bebas dari akses pihak lain yang
tidak berkepentingan sehingga terjaga kerahasiannya dan bebas dari risiko
hilang serta rusak.
·
Mudah diakses = dapat dicari dan diperoleh.
·
Bersih = terjaga dari kotoran yang dapat
merusak
Isi Dokumentasi Pemeriksaan:
·
Judul = baik dalam media penyimpanan
seperti boks atau files, maupun dalam hasil pekerjaan pemeriksa.
·
Isi = baik isi media penyimpanan, maupun
isi catatan atau hasil pekerjaan pemeriksa sesuai dengan lingkup dalam program
pemeriksaan.
·
Nama, paraf, dan tanggal penyusun, pereviu,
dan pemberi persetujuan.
·
Indeks
·
Referensi silang (cross reference) yang
menggambarkan hubungan antar dokumen pemeriksaan dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan, termasuk pula hubungan dengan
dokumentasi pemeriksaan sebelumnya.
·
Pengelompokan Indeks KKP :
a)
Indeks A untuk dokumentasi perencanaan
pemeriksaan.
b)
Indeks B untuk dokumentasi pelaksanaan
pemeriksaan.
c)
Indeks C untuk dokumentasi pelaporan hasil
pemeriksaan
B. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
1.
Pelaksanaan Pengujian dan
Analitis Terinci
Tujuan :
·
pemeriksa dapat menemukan hubungan logis
penyajian antara masing-masing akun/perkiraan pada laporan keuangan.
·
pemeriksa dapat menilai kecukupan
pengungkapan atas setiap perubahan pada pos/akun/unsur pada laporan keuangan
yang diperiksa serta menentukan area-area signifikan dalam pengujian sistem
pengendalian intern dan pengujian substantif atas transaksi dan saldo.
Cara pengujian analitis terinci
·
Analisa data dilakukan dengan
cara menguji ketepatan penjumlahan antar akun/perkiraan serta kecukupan
pengungkapannya dalam laporan keuangan.
·
Teknik prediktif dilakukan
dengan cara menguji lebih rinci kenaikan nilai akun/perkiraan yang tidak biasa
(unusual item) apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
·
Analisa rasio dan tren dilakukan
dengan cara menguji lebih rinci rasio dan tren dari akun/perkiraan yang telah
dilakukan pada pengujian analitis awal.
2.
Pengujian Sistem
Pengendalian Intern
Pengujian SPI meliputi
·
Pengujian yang dilakukan pemeriksa terhadap
efektivitas desain dan
·
Pengujian atas implementasi sistem
pengendalian intern.
Hasil pengujian sistem pengendalian intern digunakan
untuk menentukan strategi pengujian transaksi laporan keuangan entitas yang
terperiksa, meliputi:
a)
Pengujian Substantif Mendalam dilakukan
apabila pemeriksa menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern secara
keseluruhan lemah atau risiko pengendaliannya tinggi. Dalam hal ini, pemeriksa
langsung melakukan pengujian substantif atas transaksi dan saldo dengan sampel
yang luas dan tanpa mempertimbangkan transaksi dan akun/perkiraan yang
signifikan.
b)
Pengujian substantif
terbatas dilakukan apabila pemeriksa menyimpulkan bahwa sistem
pengendalian intern secara keseluruhan baik/efektif atau risiko pengendaliannya
rendah.
3.
Pengujian Substantif
atas Transaksi dan Saldo Akun
Pengujian ini meliputi pengujian substantif atas
transaksi dan saldo-saldo akun/perkiraan serta pengungkapannya dalam laporan
keuangan yang diperiksa Pengujian substantif transaksi dan saldo dilakukan
untuk meyakini asersi manajemen atas laporan keuangan pihak yang terperiksa,
yaitu:
·
Keberadaan dan keterjadian,
·
Kelengkapan,
·
Hak dan kewajiban,
·
Penilaian dan pengalokasian, dan
·
Penyajian dan pengungkapan.
Pengujian substantif atas transaksi dan saldo meliputi
pengujian pada:
·
Pendapatan daerah dan penerimaan
pembiayaan;
·
Belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan;
·
Kas dan Bank
·
Piutang
·
Persediaan
·
Aset Tetap
·
Dana Cadangan
·
Aset Lainnya
·
Kewajiban
4.
Penyelesaian Penugasan
Penyelesaian penugasan pemeriksaan keuangan merupakan
kegiatan untuk mereviu tiga hal:
a)
Kewajiban kontijensi :
·
Kewajiban potensial dari peristiwa masa
lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya
suatu peristiwa pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali
entitas.
·
Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat
masa lalu, tetapi tidak diakui karena entitas tidak ada kemungkinan
mengeluarkan sumber daya untuk menyelesaikan kewajibannya dan jumlah kewajiban
tersebut tidak dapat diukur secara andal.
Contoh : Permasalahan hukum yang masih pending terkait
hak dan kewajiban entitas, Kemungkinan klaim, dan Jaminan entitas atas barang
/jasa.
b)
Kontrak/komitmen jangka panjang
Pemeriksa juga perlu mereviu kembali kontrak/komitmen
jangka panjang yang dibuat entitas terkait dengan kemungkinan kerugian yang
mungkin terjadi dari kontrak/komitmen tersebut.
c)
Kejadian setelah tanggal neraca.
Ada 2 (dua) jenis kejadian setelah tanggal neraca
(subsequent events) yaitu:
·
Peristiwa yang memberikan tambahan bukti
yang berhubungan dengan kondisi yang ad pada tanggal neraca dan berdampak
terhadap taksiran yang melekat dalam proses penyusunan laporan keuangan.
·
Peristiwa yang menyediakan tambahan bukti
yang berhubungan dengan kondisi yang tidak ada pada tanggal neraca yang
dilaporkan, namun peristiwa tersebut ada sesudah tanggal neraca. Atas peristiwa
jenis ini tidak perlu dilakukan penyesuaian atas laporan keuangan, namun
apabila peristiwa bersifat signifikan maka perlu diungkapkan dengan menambahkan
data keuangan proforma terhadap laporan keuangan historis yang menjelaskan
dampak adanya peristiwa tersebut seandainya peristiwa tersebut terjadi pada
tanggal neraca.
5.
Penyusunan Konsep
Temuan Pemeriksaan
Konsep Temuan Pemeriksaan (TP) atas laporan keuangan
yang diperiksa merupakan permasalahan yang ditemukan oleh pemeriksa yang perlu
dikomunikasikan kepada pihak yang terperiksa. Permasalahan tersebut meliputi:
·
Ketidakefektivan sistem pengendalian
intern,
·
Kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan,
·
Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang signifikan, dan
·
Ikhtisar koreksi.
6.
Perolehan Tanggapan
Resmi dan Tertulis
Pemeriksa memperoleh tanggapan resmi dan tertulis atas
Konsep Temuan Pemeriksaan dari pejabat entitas yang berwenang.
7.
Penyampaian Temuan
Pemeriksaan (TP) kepada Auditee
Pemeriksa dalam hal ini ketua tim menyampaikan Temuan
Pemeriksaan kepada pihak yang terperiksa. Penyampaian Temuan Pemeriksaan
tersebut merupakan akhir dari pekerjaan lapangan pemeriksaan
keuangan. Hal ini merupakan batas tanggung jawab pemeriksa terhadap kondisi
laporan keuangan yang diperiksa. Pemeriksa tidak dibebani tanggung jawab atas
suatu kondisi yang terjadi setelah tanggal pekerjaan lapangan tersebut. Oleh
karena itu, tanggal penyampaian temuan pemeriksaan tersebut merupakan tanggal
laporan hasil pemeriksaan
C.
PELAPORAN PEMERIKSAAN
Hasil pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh
pemeriksa dituangkan secara tertulis ke dalam suatu bentuk laporan yang disebut
dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
1.
Penyusunan konsep
laporan hasil pemeriksaan,
Konsep laporan hasil pemeriksaan disusun oleh ketua
tim pemeriksa dan disupervisi oleh pengendali teknis. Di dalam penyusunan
konsep laporan hasil pemeriksaan, hal-hal berikut menjadi perhatian ketua tim
dan pengendali teknis yaitu:
a)
Jenis laporan hasil pemeriksaan,
b)
Jenis opini,
Opini terhadap kewajaran atas LKPP dan LKKL yang dapat
diberikan adalah salah satu di antara empat opini sebagai
berikut:
·
Wajar tanpa pengecualian (unqualified
opinion)
Opini Wajar Tanpa Pengecualian menyatakan bahwa LKPP
dan LKKL disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan .
·
Wajar dengan pengecualian (qualified
opinion)
Opini Wajar Dengan Pengecualian menyatakan bahwa LKPP
dan LKKL disajikan secara wajar dalam semua hal yang material kecuali dampak
hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
·
Tidak Wajar (adverse opinion)
Opini Tidak Wajar menyatakan bahwa LKPP dan LKKL tidak
disajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.
·
Menolak Memberikan Pendapat atau Tidak
Dapat Menyatakan Pendapat (disclaimer opinion)
Opini Tidak Dapat Menyatakan Pendapat menyatakan bahwa
LKPP dan LKKL tidak dapat diyakini wajar atau tidak dalam semua hal yang
material. Ketidakyakinan tersebut disebabkan oleh pembatasan lingkup
pemeriksaan
c)
Dasar penetapan opini,
Berdasarkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15
Tahun 2004, opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran
informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada
kriteria: (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (ii) kecukupan
pengungkapan (adequate disclosure), (iii) kepatuhan perundang-undangan, dan
(iv) efektivitas sistem pengendalian intern. Selain itu,pemeriksa
mempertimbangkan SPKN, ketidaksesuaian dan ketidakcukupan pengungkapan LKPP dan
LKKL dikaitkan dengan tingkat materialitas yang telah ditetapkan, tanggapan
pemerintah pusat atas hasil pemeriksaan, dan surat representasi.
d)
Pelaporan tentang kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan,
e)
Pelaporan tentang sistem pengendalian
intern, dan
f)
Penandatangan laporan hasil pemeriksaan.
Jenis Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan :
a)
Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan
Keuangan
Laporan ini mengungkapkan:
·
Opini Badan Pemeriksa Keuangan yang mengungkapkan
kewajaran atas Laporan Keuangan :.
·
Laporan Keuangan terdiri atas Neraca,
Laba/Rugi, LRA, Laporan Arus Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan.
·
Gambaran Umum Pemeriksaan yang memuat
tentang: (1) dasar hukum pemeriksaan, (2) tujuan pemeriksaan, (3) sasaran
pemeriksaan, (4) standar pemeriksaan, (5) metode pemeriksaan, (6) waktu
pemeriksaan, (7) obyek pemeriksaan dan (8) batasan pemeriksaan.
b)
Laporan atas Kepatuhan;
Berdasarkan standar pemeriksaan, pemeriksa dalam
melakukan pengujian kepatuhan peraturan perundangan-undangan yang berlaku harus
melaksanakan hal-hal berikut ini:
·
Merancang pemeriksaan untuk dapat
memberikan keyakinan memadai guna mendeteksi ketidakberesan yang material bagi
laporan keuangan.
·
Merancang pemeriksaan untuk memberikan
keyakinan memadai guna mendeteksi kesalahan/ kekeliruan yang material dalam
laporan keuangan sebagai akibat langsung dari adanya unsur perbuatan
melanggar/melawan hukum yang material.
·
Waspada terhadap kemungkinan telah
terjadinya unsur perbuatan melawan hukum secara tidak langsung. Jika informasi
khusus yang telah diterima oleh auditor memberikan bukti tentang adanya
kemungkinan unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang secara tidak langsung
berdampak material terhadap laporan keuangan, maka auditor harus menerapkan
prosedur audit yang secara khusus ditujukan untuk memastikan apakah suatu unsur
perbuatan melanggar/melawan hukum telah terjadi.#
c)
Laporan atas Pengendalian Intern.
Sistem pengendalian intern yang perlu dilaporkan
meliputi efektivitas sistem pengendalian intern terkait LKPP dan LKKL.
Pengungkapan temuan pengendalian intern sebagai berikut:
·
Apabila temuan pengendalian intern tersebut
secara material berpengaruh pada kewajaran LKPP dan LKKL, pemeriksa
mengungkapkan uraian singkat temuan tersebut dalam laporan hasil pemeriksaan
yang memuat opini atas kewajaran LKPP dan LKKL sebagai alasan pemberian opini.
·
Pengungkapan semua temuan pengendalian
intern secara terinci dilaporkan dalam Laporan atas Pengendalian Intern dalam
Kerangka Pemeriksaan LKPP/LKLL.
Laporan atas Pengendalian Intern dalam Kerangka
Pemeriksaan LKPP dan LKKL ini bersifat opsional
2.
Penyampaian konsep
laporan hasil pemeriksaan kepada Pejabat entitas yang berwenang
Penyampaian konsep LHP tersebut harus mempertimbangkan
waktu bagi entitas untuk melakukan pemahaman dan pembahasan bersama dengan BPK
dan proses penyelesaian LHP secara keseluruhan sebelum batas akhir waktu
penyampaian Laporan keuangan yang telah diperiksa sesuai ketentuan yang berlaku
bagi entitas. Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan yang disampaikan telah berisi
opini hasil pemeriksaan dan saran-saran untuk temuan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan dan efektivitas pengendalian intern.
3.
Pembahasan konsep hasil
pemeriksaan dengan Pejabat entitas yang berwenang
Konsep LHP yang telah disetujui penanggung jawab
dibahas bersama dengan pimpinan entitas yang diperiksa. Pembahasan konsep LHP
dengan pejabat entitas yang diperiksa diselenggarakan oleh penanggung jawab dan
dilakukan untuk (a) membicarakan kesimpulan hasil pemeriksaan secara
keseluruhan, dan (b) kemungkinan tindak lanjut yang akan dilakukan.
Pembahasan konsep LHP dilakukan di kantor Badan
Pemeriksa Keuangan atau di kantor pusat entitas yang diperiksa. Seluruh hasil
pembahasan didokumentasikan dalam Risalah Pembahasan yang disimpan di dalam KKP
4.
Perolehan surat
representasi
Surat representasi tersebut menggambarkan representasi
resmi dan tertulis dari pemerintah pusat atas berbagai keterangan, data,
informasi dan laporan keuangan yang disampaikan selama proses pemeriksaan
berlangsung. Surat tersebut merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah pusat. Jika
terjadi perubahan substansi isi surat representasi yang dilakukan oleh
menteri/pimpinan lembaga maka pemeriksa harus mempertimbangkan apakah perubahan
tersebut akan berdampak material terhadap pertanggungjawaban pembuatan laporan
keuangan. Hal tersebut akan mempengaruhi opini Jika surat representasi tidak
didapat : Opini >> Tidak menyatakan pendapat
5.
Penyusunan konsep akhir
dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan
Penyusunan Konsep Akhir
·
Tim pemeriksa menyusun konsep akhir LHP,
disupervisi oleh pengendali teknis dan ditandatangani oleh penandatangan LHP.
·
Pembahasan konsep
·
Pemberian tanggal
·
Penandatangan Laporan Hasil Pemeriksaan
·
Penandatangan laporan hasil Pemeriksaan
Akuntan
·
Publik yang Ditunjuk BPK
·
Kendali Mutu dalam Penandatanganan Laporan
Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan
a)
LHP yang telah ditandatangani tersebut
disampaikan kepada
·
Pemilik atau wakil pemilik/stakeholders,
dan
·
Pimpinan/pengurus entitas terperiksa.
b)
Laporan tersebut disampaikan pula kepada:
·
Anggota/Pembina Keuangan Negara,
·
Auditor Utama Keuangan Negara,
·
Inspektur Utama, dan
·
Kepala Biro Pengolahan Data
Elektronik (soft copy) untuk dimuat dalam websiteBadan Pemeriksa
Keuangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar