DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
BAB II KERANGKA
TEORI
1. Teori-teori ketenagakerjaan
2.Sistem upah yang berlaku di indonesi
3.peningkatan mutu tenaga kerja
4.Upaya mengatasi masalah ketenagakerjaan di
Indonesia
BAB III KASUS
KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR
PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Kami juga bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang
diberikan kepada kami sehingga kami dapat mengumpulkan bahan – bahan materi
makalah ini dari beberapa sumber.
Kami telah berusaha semampu kami untuk
mengumpulkan berbagai macam bahan tentang Ketenagakerjaan.
Kami sadar bahwa makalah yang saya buat ini
masih jauh dari sempurna, karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena
itu kami mohon bantuan dari para pembaca.
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada
kesalahan dalam penulisan, kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami
mengucapkan terima kasih.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita sekalian. Amin
Makassar,
9 Desember 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang Masalah
Dalam
pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan
yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan
peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan
untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan
serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan.
Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur
sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi
tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan
kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan
ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak
hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja
tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif,
antara lain mencakup pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas
dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja,
pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang
ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah
penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah
dan kurang merata.
Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari
berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada
negara - negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia.
Masalah ketenagakerjaan, pengangguran, dan kemiskinan Indonesia sudah menjadi
masalah pokok bangsa ini dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin
membelit dan menghalangi langkah Indonesia untuk menjadi mengara yang lebih
maju.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran
yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi
beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan
dalam jangka panjang.
Permasalahan pengangguran dan setengah
pengguran ini merupakan persoalan serius karena dapat menyebabkan tingkat
pendapatan Nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi
maksimal. Untuk itu perlu adanya upaya untuk menanggulangi masalah
ketenagakerjaan yang berkaitan dengan banyaknya jumlah pengangguran.
Data tentang situasi ketenaga kerjaan merupakan
salah satu data pokok yang dapat mengambarkan kondisi perekonomian, sosial,
bahkan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah dalam suatu kurun waktu
tertentu. Salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan, disamping keadaan
angkatan kerja (economically active population) dan struktur ketenagakerjaan
adalah isu pengangguran. Pengangguran dari sisi ekonomi merupakan produk dari
ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia.
Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas tidak mampu menyerap ‘para
pencari kerja’ yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk. Tingginya angka pengangguran tidak hanya
menimbulkan masalah-masalah di bidang ekonomi saja melainkan juga menimbulkan
berbagi masalah di bidang sosial seperti kemiskinan dan kerawanan sosial.
Untuk memenuhi kebutuhan data ketenagakerjaan,
Badan Pusat Statistk (BPS) melaksanakan pengumpulan data ketenagakerjaan
melalui berbagai kegiatan sensus dan suevei antara lain Sensus Penduduk (SP),
Survei Penduduk Antar Sensus (Supas), Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Sakernas merupakan survei yang
dirancang khusus untuk mengumpulkan data ketenagakerjaan dengan pendekatan
rumah tangga.
Dalam
mengumpulkan data menyajikan data ketenagakerjaan, BPS selalu menggunakan
konsep/definisi yang direkomendasikan oleh Internasional Labor Organization
(ILO). Hal ini dimaksudkan terutama agar data ketenagakerjaan yang dihasilkan
dari berbagai survei di Indonesia dapat dibandingkan secara Internasional,
tanpa mengesampingkan kondisi ketenaga kerjaan spesifik Indonesia.
BAB II
KERANGKA TEORI
1. Teori-teori Ketenagakerjaan
A. Teori
Klasik Adam Smith
Adam smith (1729-1790) merupakan tokoh utama
dari aliran ekonomi yang kemudian dikenal sebagai aliran klasik. Dalam hal ini
teori klasik Adam Smith juga melihat bahwa alokasi sumber daya manusia yang
efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi
modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan
kata lain, alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary
condition) bagi pertumbuhan ekonomi.
B. Teori
Malthus
Sesudah Adam Smith, Thomas Robert Malthus
(1766-1834) dianggap sebagai pemikir klasik yang sangat berjasa dalam
pengembangan pemikiran-pemikiran ekonomi. Thomas Robert Malthus mengungkapkan
bahwa manusia berkembang jauh lebih cepat dibandingkan dengan produksi hasil
pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia berkembang sesuai dengan
deret ukur, sedangkan produksi makanan hanya meningkat sesuai dengan deret
hitung.
Jika hal ini tidak dilakukan maka pengurangan
penduduk akan diselesaikan secara alamiah antara lain akan timbul perang,
epidemi, kekurangan pangan dan sebagainya.
C. Teori
Keynes
John Maynard Keynes (1883-1946) berpendapat
bahwa dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan
klasik. Dimanapun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labor union) yang akan berusaha
memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah.
Kalaupun tingkat upah diturunkan tetapi
kemungkinan ini dinilai keynes kecil sekali, tingkat pendapatan masyarakat
tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota masyarakat akan
menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan
menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli
masyarakat akan mendorong turunya harga-harga.
Kalau harga-harga turun, maka kurva nilai
produktivitas marjinal labor ( marginal
value of productivity of labor) yang dijadikan sebagai patokan oleh
pengusaha dalam mempekerjakan labor akan turun. Jika penurunan harga tidak
begitu besar maka kurva nilai produktivitas hanya turun sedikit. Meskipun
demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah
tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis,
ini menyebabkan kurva nilai produktivitas marjinal labor turun drastis pula,
dan jumlah tenaga kerja yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran
menjadi semakin luas.
D.Teori
Harrod-domar
Teori Harod-domar (1946) dikenal sebagai teori
pertumbuhan. Menurut teori ini investasi tidak hanya menciptakan permintaan,
tapi juga memperbesar kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang membesar
membutuhkan permintaan yang lebih besar pula agar produksi tidak menurun. Jika
kapasitas yang membesar tidak diikuti dengan permintaan yang besar, surplus
akan muncul dan disusul penurunan jumlah produksi.
E. Teori
Tentang Tenaga Kerja
Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang
angkatan kerja seperti yang sudah dibukakan dalam Latar belakang dari pemelihan
judul ini adalah ketidak seimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for
labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah.
Ketidakseimbangan tersebut penawaran yang lebih besar dari permintaan terhadap
tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding
penawaran tenaga kerja (excess demand for labor) dalam pasar tenaga kerja.
Menurut Konsep Labor Ferce Framework, penduduk
dibagi dalam beberapa kelompok.
Beberapa konsep/definisi yang digunakan dalam
ketenagakerjaan adalah sbb:
1. Penduduk
Semua orang yang berdomisili di wilayah
geografis Republik Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang
berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan untuk menetap.
2. Usia kerja
Indonesia menggunakan batas bawah usia kerja
(economically active population) 15 tahun (meskipun dalam survei dikumpulkan
informasi mulai dari usia 10 tahun) dan tanpa batas atas usia kerja.
3. Angkatan Kerja
Konsep angkatan kerja merujuk pada kegiatan
utama yang dilakukan oleh penduduk usia kerja selama periode tertentu. Angkatan
Kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja, atau punya pekerjaan namun
sementara tidak bekerja, dan pengangguran.
4. Bukan angkatan kerja
Penduduk usia kerja tidak termasuk angkatan
kerja mencakup penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga atau
melaksanakan kegiatan lainya.
5. Bekerja
Kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang
dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntingan
paling sedikit 1(satu) jam secara tidak terputus selama seminggu yang lalu.
Kegiatan bekerja ini mencakup, baik yang sedang bekerja maupun yang punya
pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara tidak bekerja, misal karena
cuti, sakit dan sejenisnya.
Kriteria satu jam (the one-hour criterion)
digunakan dengan pertimbangan untuk mencakup semua jenis pekerjaan yang mungkin
ada pada suatu negara, termasuk didalamnya adalah pekerja dengan waktu singkat
(short-time work), pekerja bebas, stand-by work dan pekerja yang tak beraturah
lainnya.
Kriteria satu jam juga dikaitkan dengan
definisi bekerja dan pengangguran yang digunakan, dimana pengangguran adalah
situasi dari ketiadaan pekerja secra total, sehingga jika batas minimum dari
jumlah jam kerja dinaikkan maka akan mengubah definisi pengangguran yaitu bukan
lagi ketiadaan pekerjaan secara total.
Di samping itu, juga untuk memastikan bahwa
pada suatu tingkat agregasi tertentu input tenaga kerja total berkaitan
langsung dengan produksi total. Hal ini diperlukan terutama ketika dilakukan join analysis antara statistik
ketenagakerjaan dan statistik produksi. Kriteria satu jam ini bisa berarti satu
jam per minggu maupun satu jam per hari.
Berdasarkan sktivitas/kegiatan ekonomi yang
merujuk pada the United National System of National Accounts (SNA), penduduk
usia kerja dikatagorikan sebagai bekerja/memepunyai pekerjaan jika yang
bersangkutan bekerja (meskipun hanya bekerja satu jam dalam periode referensi)
atau mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja. Sejalan dengan the
labour force framework, definisi internasional untuk bekerja didasarkan pada
periode referensi yang pendek (satu minggu atau satu hari).
Bekerja dibedakan menjadi :
1
Bekerja dengan jam kerja normal (≥35jam)
2
Setengah pengangguran
Penduduk yang bekerja kurang dari jam kerja
norma l( dalam hal ini 35 jam seminggu, tidak termasuk yang sementara tidak
bekerja) dikatagorikan sebagai setengah pengangguran.
Setengah pengangguran dibedakan menjadi dua
yaitu :
·
Setengah pengangguran terpaksa
Mereka yang bekerja di bawah jam kerja normak
(kurang dari 35 jam seminggu), dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia
menerima pekerjaan.
·
Setengah pengangguran sukarela
Mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal
(kurang dari 35 jam seminggu), tetapi tidak mencari pekerjaan tau tidak
bersedia menerima pekerjaan lain.
6. Pengangguran
Definisi untuk pengangguran adalah mereka yang
tidak mempunyai pekerjaan, bersedia untuk bekerja, dan sedang mencari pekerjaan.
pengangguran mengalami penyesuaian/perluasan menjadi sebagai berikut ;
Pengangguran adalah mereka yang tidak mencari
pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (sebelumnya
dikatagorikan sebagai bukan angkatan kerja), yang sudak punya pekerjaan tetapi
belum mulai bekerja (sebelumnya dikatagorikan sebagai bekerja), dan pada waktu
yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless).
Pengangguran dengan konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai
pengangguran terbuka (open unemployment).
Secara spesifik, pengangguranterbuka dalam
Sakernas, terdiri dari :
·
Mereka yang tidak bekerja dan mencari
pekerjaan,
·
Mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan
usaha,
·
Mereka yang tidak bekerja dan tidak mencari
pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan
·
Mereka yang tidak bekerja dan tidak mencari
pekerjaan karena sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja.
2.
Sistem Upah yang berlaku di Indonesia
Pemerintah dalam rangka mewujudkan penghasilan
yang layak bagi pekerja, perlu menetapkan upah minimum. Penetapan upah minimum
itu antara lain dilakukan dengan mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan
pekerja, tanpa mengabaikan peningkatan produktivitas dan kemajuan perusahaan
serta perkembangan perekonomian pada umumnya.
Semula upah minimum ditetapkan secara regional,
atau sering kita kenal sebagai upah minimum regional (UMR). Sistem upah ini
ditetapkan berdasarkan biaya hidup pekerja disetiap daerah. Sebelum tahun 2000, Indonesia menganut sistem
pengupahan berdasarkan kawasan (regional). Artinya, untuk kawasan yang berbeda,
upah minimum yang harus diterima oleh pekerja juga berbeda. Ini berdasarkan
pada perbedaan biaya hidup pekerja di setiap daerah. Akan tetapi, penentuan
upah berdasarkan kawasan ini masih dirasakan belum cukup untuk mewakili angka
biaya hidup di setiap daerah. Untuk itu pemerintah melakukan perubahan
peraturan tentang upah minimum.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah
otonom, maka pemberlakuan Upah Minimum Regional (UMR) berubah menjadi Upah
Minimum Provinsi (UMP) atau upah minimum kabupaten/kota. Dengan adanya
peraturan baru ini, provinsi-provinsi di Indonesia mulai menyeuaikan upah
minimum regional di daerah mereka.
Pajak penghasilan yang berhubungan dengan upah
minimum provinsi atau upah minimum kabupaten/kota diatur oleh pemerintah
melalui PP No. 5 Tahun 2003 mengenai Pajak Penghasilan Atas Penghasilan yang
Diterima oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Provinsi atau Upah
Minimum Kabupaten/Kota. Peraturan ini dibuat berdasarkan kenyataan bahwa masih
banyak pekerja yang memperoleh penghasilan dalam sebulan di atas Penghasilan
Tidak Kena Pajak, namun masih di bawah atau sebesar UMP. Akibatnya, pekerja
tersebut dikenakan PPh pasal 21 atas penghasilannya, sehingga mungkin
mengurangi kesejahteraan pekerja yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk
penghasilan pekerja sampai dengan sebesar UMP atau upah minimum, pajak
penghasilan yang terutang atas penghasilan tersebut ditanggung oleh pemerintah.
Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang
terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap.penetapan upah buruh di Indonesia
dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Setelah otonomi daerah
berlaku penuh dikenal pula istilah upah minimum kabupaten/kota (UMK). Angka UMK
merupakan hasil perhitungan dewan pengupahan kabupaten/kota (DPK).
Tabel 4 Daftar upah minimum provinsi di
Indonesia tahun 2012
Provinsi
|
2012 (dalam
rupiah)
|
NAD
|
1.400.000
|
Sumatera
Utara
|
1.200.000
|
Sumatera
Barat
|
1.150.000
|
Riau
|
1.238.000
|
Kep.Riau
|
1.015.000
|
Jambi
|
1.142.500
|
Sumatera
Selatan
|
1.195.000
|
Bangka
Belitung
|
1.110.000
|
Bengkulu
|
930.000
|
Lampung
|
975.000
|
Jawa
Barat
|
(732.000 tahun 2011)
|
DKI
Jakarta
|
1.529.150
|
Banten
|
1.042.000
|
Jawa
Tengah
|
(675.000 tahun 2011)
|
Yogyakarta
|
892.660
|
Jawa
Timur
|
(705.000 tahun 2011)
|
Bali
|
967.500
|
NTB
|
1.000.000
|
NTT
|
925.000
|
Kalimantan
Barat
|
900.000
|
Kalimantan
selatan
|
1.225.000
|
Kalimantan
tengah
|
1.327.459
|
Kalimantan
timur
|
1.177.000
|
Maluku
|
975.000
|
Maluku
utara
|
960.498
|
Gorontalo
|
837.500
|
Sulawesi
utara
|
1.250.000
|
Sulawesi
tenggara
|
1.032.300
|
Sulawesi
Tengah
|
885.000
|
Sulawesi
Selatan
|
1.200.000
|
Sulawesi
barat
|
1.127.000
|
Papua
|
1.515.000
|
Papua
barat
|
1.450.000
|
Sumber : Direktorat Jendral Pembinaan Hubungan
Industrial
dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
3. Peningkatan
Mutu Tenaga Kerja
a. Latihan
Kerja
Latihan kerja merupakan proses pengembangan
keahlian dan keterampilan kerja yang langsung dikaitkan dengan pekerjaan dan
persyaratan kerja. Dengan kata lain, latihan kerja berkaitan dengan
pengembangan profesionalisme tenaga kerja. Dalam kaitannya dengan peningkatan
mutu kerja, latihan kerja dapat berfungsi sebagai suplemen ataupun komplemen
terhadap pendidikan formal.
b. Pemagangan
Pemagangan adalah latihan kerja langsung
ditempat kerja. Jalur pemagangan ini bertujuan untuk memantapkan
profesionalisme yang dibentuk melalui latihan kerja. Dengan bimbingan dan
pengalaman yang terus-menerus dalam dunia kerja maka profesionalisme tenaga
kerja akan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan keterampilan yang
dipelajari selama magang pada suatu perusahaan.
c. Perbaikan
gizi dan kesehatan
Perbaikan gizi dan kesehatan perlu dilaksanakan
untuk mendukung ketahanan kerja dan kemampuan belajar (kecerdasan) dalam
menerima pengetahuan baru dan meningkatkan semangat kerja. Selain peningkatan
kemampuan teknis melalui jalur-jalur pengembangan sumber daya manusia tersebut
pula diupayakan agar tercipta manusia yang berkualitas dengan cirri taat
menjalankan agama, toleran dan saling menghargai sesama manusia, berwawasan
kepentingan nasional, produktif, disiplin, inivatif dan bertanggung jawab.
4. Upaya Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan di
Indonesia
Secara umum kita dapat mengatasi berbagai
masalah ketenagakerjaan melalui berbagai upaya praktis seperti berikut:
1. Mendorong
Investasi
Mengharapkan investasi dari luar negeri
kenyataannya belum menunjukkan hasil yang berarti selama tahun 2012 lalu. Para
investor asing mungkin masih menunggu adanya perbaikan iklim investasi dan beberapa
peraturan yang menyangkut aspek perburuhan. Kalau upaya terobosan lain tidak
dilakukan, khawatir masalah pengangguran ini akan bertambah terus pada
tahun-tahun mendatang.
Beberapa produk perikanan dan kelautan juga
sangat potensial untuk dikembangkan seperti udang, ikan kerapu dan rumput laut
dan beberapa jenis budidaya perikanan dan kelautan lainnya. Sektor industri
manufaktur dan kerajinan, khususnya untuk industri penunjang - supporting
industries seperti komponen otomotif, elektronika, furnitur, garmen dan produk
alas kaki juga memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan dan penyerapan
tenaga kerja. Penulis juga mencermati banyak sekali produkproduk IT dan
industri manufaktur yang sangat dibutuhkan, baik untuk pasar domestik, maupun
untuk pasar ekspor. Di samping kedua sektor tersebut, sector jasa keuangan,
persewaan, jasa konsultasi bisnis dan jasa lainnya juga memiliki prospek baik
untuk dikembangkan.
2. Memperbaiki
daya saing
Daya saing ekspor Indonesia bergantung pada
kebijakan perdagangan yang terus menjaga keterbukaan, disamping menciptakan
fasilitasi bagi pembentukan struktur ekspor yang sesuai dengan ketatnya
kompetisi dunia. Dalam jangka pendek, Indonesia dapat mendorong ekspor dengan
mengurangi berbagai biaya yang terkait dengan ekspor itu sendiri serta
meningkatkan akses kepada pasar internasional. Kebijakan yang dapat dipakai
untuk mengontrol biaya-biaya tersebut diantaranya i) Menjaga kestabilan dan
daya saing nilai tukar ii) Memastikan peningkatan tingkat upah yang moderat
sejalan dengan peningkatan produktifitas iii) Akselerasi proses restitusi PPn
dan restitusi bea masuk impor bagi para eksportir dan iv) Meningkatkan
kemampuan fasilitas pelabuhan dan bandara dan infrastruktur jalan untuk
mengurangi biaya transportasi.
Pemerintah dapat berupaya lebih keras lagi
dalam menegosiasikan akses yang lebih besar ke pasar internasional pada
pembicaraan perdagangan multilateral Putaran Doha terbaru. Karena Indonesia
telah mempunyai kebijakan rezim perdagangan yang sangat terbuka, pemerintah dapat
meminta pemotongan bea masuk dan pembebasan atas berbagai pengenaan bea masuk
bukan ad-valorem oleh negara-negara maju, dengan dampak yang kecil bagi
kebijakan proteksi Indonesia sendiri.
3. Meningkatkan
Fleksibilitas tenaga kerja
Indonesia memiliki aturan ketenagakerjaan yang
paling kaku serta menimbulkan biaya paling tinggi di Asia Timur. Sebagai
contoh, biaya untuk mengeluarkan pekerja sangatlah tinggi; pesangon yang harus
dibayarkan mencapai 9 bulan gaji. Tentunya kebijakan pasar tenaga kerja harus
berimbang antara penciptaan pasar tenaga kerja yang fleksibel dengan kebutuhan
untuk memberikan perlindungan dan keamanan bagi tenaga kerja.
Langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan fleksibilitas tenaga kerja antara lain:
a. Menyelesaikan
pelaksanaan perundang-undangan tenaga kerja dan berkonsentrasi pada dua isu
utama yang mendapat perhatian para pengusaha yaitu: i) keleluasaan dalam
mempekerjakan pekerja kontrak dan ii) keleluasaan dalam melakukan outsourcing,
dengan menekankan para sub-kontraktor untuk memenuhi hak-hak pekerja mereka.
b. Menciptakan
peradilan tenaga kerja, sebagaimana yang diatur dalam undang-undang
perselisihan hubungan industrial. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses
penyelesaian perselisihan tenaga kerja.
c. Membentuk
tim ahli dalam menentukan tingkat upah minimum. Pemerintah pusat dapat
menjalankan kewenangan untuk membatasi peningkatan upah minimum di daerah.
d. Jika
diperlukan, merevisi Undang-undang mengenai Sistem Kesejahteraan Sosial
Nasional yang baru disahkan dan membentuk komisi tingkat tinggi yang bertugas
mendesain sistem kesejahteraan nasional. Sistem ini harus dapat dilaksanakan
dan mendukung penciptaan lapangan pekerjaan.
4. Peningkatan Keahlian Pekerja
Pemerintah seharusnya dapat meningkatkan
kemampuan angkatan kerja. Lemahnya kemampuan pekerja Indonesia dirasakan
sebagai kendala utama bagi investor. Rendahnya keahlian ini akan mempersempit
ruang bagi kebijakan Indonesia untuk meningkatkan struktur produksinya.
Walaupun pada saat sebelum krisis pendidikan di Indonesia mencapai kemajuan
yang luar biasa, dalam segi kuantitas, kualitas pendidikan masih tertinggal
dibandingkan dengan negara-negara pesaing lainnya. Pemerintah harus lebih
menekankan pencapaian tujuan di bidang pendidikan formal dengan mereformasi
sistem pendidikan, sesuai dengan prinsip dan manfaat dari proses
desentralisasi.
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus
Ketenagakerjaan di Indonesia
Kasus tenaga kerja di Indonesia, memang sangat
banyak yang terjadi di dunia. Salah satunya Negara Indonesia, khususnya Papua.
Indonesia adalah sebuah negara yang sedang berkembang, dan memiliki cukup
banyak penduduk. Maka, sering banyak terjadi kasus dalam mempermasalahkan
tentang tenaga kerja. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya berbagai kasus
tenaga kerja di Indonesia. Beberapa contoh yang terjadi adalah : Kurangnya
Lowongan Kerja, dan Kurangnya Penempatan Skill yang tepat dalam setiap
Pekerjaan. Pertama, Kurangnya
lowongan kerja, dimana kebanyakan kasus tenaga kerja yang terjadi diakibatkan
oleh sedikitnya perusahaan yang didirikan oleh pemerintah. Kebanyakan
perusahaan yang didirikan oleh pemerintah umumnya lebih memilih tenaga kerja
yang berpendidikan atau terdidik. Sedangkan di Indonesia masih sangat banyak
masyarakat yang sudah termasuk dalam angkatan kerja belum mendapatkan
pendidikan yang layak. Kedua,
Kurangnya penempatan skill yang tepat dalam setiap Pekerjaan, dimana kebanyakan
perusahaan yang didirikan oleh pemerintah membutuhkan tenaga ahli dalam berbagi
bidang. Terutama perusahaan yang merupakan penghasilan utama di Negara itu.
Terkadang juga, skill yang ada tidak sesuai dengan lowongan kerja yang dibuka.
Maka terjadilah banyak pengagguran di Indonesia.
Di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah, masalah
perusahaan rokok dan tenaga kerja yang mengakibatkan bangkrutnya pabrik-pabrik
kecil dan banyaknya pengagguran di Indonesia. Pengusaha rokok di daerah kita
kini berguguran, mereka yang dicap ilegal didatangi polisi, dirampas alat
produksinya, dan rokok disita. Namun begitu pabrik rokok ilegal itu hilang,
muncul pabrik rokok kecil baru dengan izin resmi dari pemerintah. Dan ternyata
itu milik perusahaan rokok besar dengan merek yang mendunia. Fakta bahwa
penerimaan negara dari cukai rokok pada 2009 bernilai Rp55 triliun, industri
rokok menyerap sedikitnya enam juta tenaga kerja, mereka juga memperjuangkan
hak hidup pabrik rokok kecil, dan sebagainya.
Bicara industri rokok di Indonesia, Nitisemito
merupakan pelopor industri rokok keretek di negeri ini, yang karenanya
menjadikan sejumlah orang Indonesia mampu menduduki kursi kehormatan sebagai
orang terkaya di kelas dunia. Antara lain Robert dan Michael Hartono. Kedua
bersaudara tersebut bahkan menjadi yang terkaya di Indonesia, dengan jumlah kekayaan
keduanya sekitar USD10 miliar. Namun, singgasana emas yang mereka duduki tentu
saja membutuhkan ’’tumbal’’ dalam jumlah tidak kecil. Jumlah korban akibat
kegiatan merokok ini semakin serius, bukan hanya di kalangan pengusaha rokok
skala kecil tadi maupun sejumlah petani tembakau di Temanggung yang sering
terijon. Tapi juga anggota masyarakat lebih-lebih perokok usia muda. Tampak
sekali di negeri kita ini aksi penyadaran tentang dampak buruk rokok masih
sangat lemah dan perlu untuk terus digelorakan, karena kita tentu tidak
menginginkan keluarga ataupun orang-orang yang kita cintai menjadi korban
akibat kecanduan rokok tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi ketenagakerjaan di indonesia amatlah
kurang dari harapan. Banyaknya jumlah pengangguran yang terjadi di Indonesia
diakibatkan oleh kurangnya peningkatan terhadap mutu tenaga kerja sehingga
mereka tidak mempunyai skill atau keterampilan yang dibutuhkan oleh lapangan
kerja. Adapun cara yang dapat dilakukan yaitu dengan cara latihan kerja,
pemagangan dan perbaikan gizi.
Pemerintah dalam rangka mewujudkan penghasilan
yang layak bagi pekerja, perlu menetapkan upah minimum. Penetapan upah minimum
itu antara lain dilakukan dengan mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan
pekerja, tanpa mengabaikan peningkatan produktivitas dan kemajuan perusahaan
serta perkembangan perekonomian pada umumnya.
Aapun cara untuk mengatasi masalah
ketenagakerjaan di Indonesia dapat melalui investasi, perbaikan daya saing,
peningkatan fleksibilitas tenaga kerja, peningkatan keahlian pekerja dan yang
paling penting adalah terlaksananya hukum ketenagakerjaan yang berlaku.
B. Saran
Pemerintah harus memperhatikan kondisi tenaga
kerja baik dari peningkatan mutu tenaga kerja maupun dari sistem upah dan hukum
ketenagakerjaan yang berlaku. Untuk tenaga kerja harus mengasah keterampilan
agar mudah mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar