Jumat, 10 Januari 2014

Proses Pembangunan Ekonomi Yang Kelebihan Tenaga Kerja (Labour)


A. PENDAHULUAN
Ekonomi pembangunan adalah cabang dari ilmu ekonomi yang prioritasnya membahas mengenai masalah-masalah pembangunaan di negara berkembang dan kebijakan-kebijakan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi.
Banyak pembelajaran tentang pembangunan di negara berkembang yang menyatakan bahwa tingkat pengangguran sangat tinggi baik pengangguran terbuka maupun terselubung. Negara berkembang biasanya identik dengan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja dalam sektor pertanian. Pertanian yang tergantung pada musim banyak menciptakan pengangguran musiman yang justru lebih serius keadaannya. Disamping itu sifat penting lain dari keadaan penduduk di negara berkembang adalah tingkat pertambahan penduduk yang sangat cepat yang menyebabkan masalah pengangguran di negara berkembang di negara tersebut.
Pertambahan penduduk yang semakin cepat menimbulkan masalah pengangguran dan proses pembangunan , hal ini mendorong beberapa ahli ekonomi untuk membuat teori mengenai model pembangunan dan perubahan stuktur ekonomi pada yang sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian yang masih tradisional dan sektor tersebut mempunyai kelebihan dalam jumlah tenaga kerja sehingga menghadapi masalah pengangguran terbuka dan terselubung yang serius. Model pembangunan pertama kali secara implisit memperhatikan proses perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota dikembangkan oleh Prof. W Arthur Lewis dan kemudian diperbaharui oleh Gustav Ranis dan John C. H Fei.

B. TEORI LEWIS
Lewis menganggap di negara berkembang terdapat kelebihan tenaga kerja tetapi kekurangan modal dan keluasan tanah yang belum digunakan sangat terbatas. Lewis tidak menyangkal bahwa beberapa negara berkembang seperti Afrika dan Amerika Latin terdapat masalah kekurangan tenaga kerja, akan tetapi di banyak negara berkembang lainnya seperti India, Mesir, Jamaika, dan negara kita sendiri terdapat penawaran tenaga kerja yang berlebih. Di negara seperti ini, jumlah penduduk tidak seimbang jika dibandingkan dengan modal dan sumber daya alam, dan sebagai akibat dari keadaan ini kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktivitasnya sangat kecil atau nol. Maka sebagian dari pekerja dalam kegiatan tersebut dipindahkan ke kegiatan lain, produksi dalam sektor yang pertama tidak akan menurun. Kelebihan tenaga kerja tersebut merupakan pengangguran terselubung.
Analisis Lewis mengenai proses pembangunan perekonomian yang menghadapi kelebihan tenaga kerja dapat dibedakan dalam tiga aspek:
1. Analisis mengenai proses corak proses pertumbuhan itu sendiri.
2. Analisis mengenai factor utama yang memungkinkan tingkat penanaman modal menjadi bertambah tinggi.
3. Analisis mengenai factor-faktor yang menyebabkan proses pembangunan tidak terjadi.
Teori pembangunan Lewis termasuk dalam teori perubahan struktural. Dalam model Lewis, perekonomian dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor tradisional “agraris” dan sektor modern “industri”, semua buruh bermula dari ektor agraris sehingga penggunaan buruh sangat tidak efisien atau dengan kata lain produktivitas tenaga kerjanya sangat rendah atau mendekati nol.
Sektor modern atau industri perkotaan ditandai oleh perpindahan tenaga kerja, yaitu tenaga kerja dari sektor subsisten berpindah secara perlahan. Titik perhatian utama model ini adalah proses perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan tingkat pengerjaan (employment) di sektor modern. Perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan pengerjaan di perkotaan tersebut menyebabkan pertumbuhan output di sektor modern. Kecepatan kedua hal di atas (perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan pengerjaan) tergantung pada tingkat akumulasi modal industri di sektor modern. Konsep teorinya membahas tentang pembangunan di negara-negara berkembang yang memiliki surplus tenaga-kerja. Dia melihat pentingnya keseimbangan antara bidang agraris dan industri. Buruh dari sektor agraris akhirnya akan berpindah ke sektor industri sepanjang upah di sektor industri itu lebih tinggi daripada tingkat subsistensi. Jika lebih sedikit buruh yg bekerja di sektor agraris, efisiensi dan produktivitas tidak akan menjadi masalah. Diasumsikan bahwa ketika industri mendapat untung, dia akan selalu menabung dan melakukan investasi. Kuncinya ialah bahwa investasi dan tabungan harus lebih besar daripada inflasi dan upah. Proses ini akan terus meningkatkan permintaan akan tenaga-kerja (bahwa tenaga-kerja harus terus surplus).
Walaupun model pembangunan dua sektor dari Lewis ini sederhana dan sesuai dengan pengalaman sejarah pertumbuhan ekonomi Eropa Barat model ini mempunyai asumsi-asumsi pokok yang sangat berbeda dengan kenyataan dari imigrasi dan keterbelakangan yang terjadi di Negara-negara berkembang.
Pertama, model ini secara implisit menganggap bahwa tingkat perpindahan tenaga kerja dan tingkat penciptaan kesempatan kerja di sektor perkotaan proporsional dengan tingkat akumulasi modal perkotaan. Makin cepat tingkat akumulasi modal, makin tinggi pula tingkat penciptaan lapangan kerja baru.
Kedua, asumsi bahwa surplus tenaga kerja terjadi di daerah pedesaan sedangkan di daerah perkotaan ada banyak kesempatan kerja. Hampir semua penelitian sekarang ini, menunjukkan keadaan yang sebaliknya terjadi di negara-negara berkembang yaitu banyak pengangguran terbuka terjadi di daerah perkotaan tetapi hanya ada sedikit surplus tenaga kerja di daerah pedesaan.
Ketiga, anggapan bahwa upah nyata di perkotaan akan selalu tetap sampai pada suatu titik dimana penawaran dari surplus tenaga kerja pedesaan habis. Salah satu gambaran yang menarik, dari pasar tenaga kerja perkotaan dan penentuan tingkat upah di hampir semua negara sedang berkembang adalah adanya kecenderungan bahwa tingkat upah untuk meningkat sepanjang waktu, baik dalam nilai absolutnya maupun jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata pedesaan, sekalipun ada tingkat kenaikan pengangguran terbuka.
Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa jika kita memperhitungkan bias hemat tenaga kerja dari hampir semua perubahan teknologi modern, tidak terjadinya surplus tenaga kerja pedesaan, berkembangnya surplus tenaga kerja di perkotaan, dan kecendurangan upah di perkotaan untuk meningkatkan cepat sekalipun terjadi pengangguran terbuka di perkotaan, maka model dua sektor dari Lewis ini hanya memberikan pedoman analisis dan kebijaksanaan yang terbatas dalam menyelesaikan masalah perpindahan penduduk dan kesempatan kerja di negara sedang berkembang.
Namun demikian, model ini masih memiliki beberapa nilai analitis yang menekankan pada dua elemen utama dari masalah pengerjaan, yaitu perbedaan structural dan ekonomi antara sektor pedesaan dan perkotaan serta arti penting proses perpindahan tenaga kerja.












Q1 Q2 Q3 Q4






Pada kurva di atas, sumbu tegak menunjukkan tingkat upah di sektor subsisten dan sektor kapitalis, dan tingkat produk marjinal tenaga kerja di sektor kapitalis. Apabila factor-faktor lain tidak mengalami perubahan, dan masih terdapat kelebihan dalam tenaga kerja, tingkat upah di kedua sektor ekonomi tidak mengalami perubahan. Besarnya tingkat upah di sektor subsisten adalah S dan tingkat upah ini dinamakan upah subsisten yaitu upah yang memungkinkan pekerja dan keluarganya mempertahankan hidup mereka. Di sektor kapitalis, tingkat upah mencapai W. kurva menunjukkan tingkat produk marjinal dari setiap pekerja tambahan di sektor kapitalis. Pada permulaannya tingkat produk marjinal satu pekerja tambahan adalah seperti ditunjukkan oleh kurva . selama jumlah atau nilai produk marjinal seorang tenaga kerja di sektor kapitalis masih lebih besar daripada tingkat upah di sektor itu, jumlah tenaga kerja yang akan dipekerjakan di sektor itu akan terus ditambah oleh pengusaha. Langkah itu dilakukan dengan tujuan supaya pengusaha mencapai keuntungan maksimal dan keadaan ini tercapai apabila nilai tingkat produk marjinal telah sama dengan nilai upah di sektor kapitalis. Oleh karena itu, penggunaan tenaga kerja baru akan dihentikan apabila besarnya produk marjinal sama dengan W, dan ini dicapai pada titik . Dengan demikian, jumlah pekerja di sektor kapitalis adalah O, dan pada waktu yang sama jumlah keuntungan (surplus) di sektor kapitalis sebesar P1WQ1.Surplus tersebut seluruhnya akan ditanamkan kembali. Kegiatan ini bukan saja akan mengakibatkan perkembangan dalam kegiatan ekonomi, tapi juga kenaikan tingkat produktivitas. Maka pada masa berikutnya produk marjinal para pekerja akan bertambah tinggi, misalnya menjadi seperti yang digambarkan kurva P2Q2.Perubahan tingkat produktivitas ini akan mendorong para pengusaha menggunakan lebih banyak pekerja yaitu sebanyak ON2.Pada tingkat kegitan ekonomi seperti ini besarnya surplus adalah P2WQ2. Penanaman kembali keuntungan ini akan menaikan tingkat produktivitas pekerja lebih lanjut, sehingga secara terus menerus meningkatkan penggunaan tenaga kerja. Makin lama sektor kapitalis akan bertambah besar dan jumlah tenaga kerja terus menerus akan bertambah, hingga akhirnya tidak terdapat lagi kelebihan pekerja dalam perekonomian tersebut.
Lewis mengatakan bahwa ciri utama dalam proses pembangunan ekonomi adalah berlakukanya kenaikan tabungan dan investasi disektor kapitalis. Pada awal proses pembangunan perekonomian akan menabung dan menambahkan modal sebesar 4-5% dari pendapatan nasionalnya. Proses pembangunan merombak kegiatan ekonomi masyarakat menjadi suatu perekonomian dimana tabungan sukarela mencapai kira-kira 12-15% dari pendapatan nasional atau lebih. Dari gambaran mengenai proses pembangunan yang dikemukakan, sumber dari berlakunya kenaikan tabungan dan penanaman modal adalah surplus yang bertambah besar.


Factor yang menimbulkan perubahan dalam proses pembangunan adalah:
1. Apabila pembentukan modal berlangsung lebih cepat dari pertambahan penduduk.
2. Bertambah besarnya sektor kapitalis, perbandingan perdagangan antara sektor tersebut dengan sektor subsisten menjadi bertambah buruk.
3. Kemajuan teknik mugkin timbul disektor subsisten dan menyebabkan kenaikan produktivitas serta kenaikan upah.

C. TEORI RANIS-FEI
John Fei dan Gustav Ranis dalam "A Theory of Economic Development" menelaah proses peralihan yang diharapkan akan dilewati suatu negara terbelakang untuk beranjak dari keadaan stagnasi ke arah pertumbuhan swadaya. Teori merupakan penyempurnaan dari teori Lewis mengenai persediaan buruh yang tidak terbatas. Walaupun jaraknya sama tetapi kedua teori tersebut menekankan analisis masing-masing kepada aspek yang berbeda. Lewis menekankan pada corak pertumbuhan disektor modern atau kapitalis, dan mengabaikan analisis mengenai perubahan-perubahan yang akan terjadi disektor pertanian. Analisis Ranis-Fei agak lebihg seimbang dan bahkan dapat dikatakan penekanan lebih banyak diberikan kepada perubahan-perubahan yang terjadi disektor pertanian. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa analis Ranis-Fei lebih mendalam daripada analisis Lewis.
Analisis Ranis-Fei juga menunjukkan pengaruh dari pertambahan penduduk terhadap proses pembangunan, pengaruh system pasar terhadap interaksi diantara sektor pertanian dan industri, dan jangka masa (life cycle)dari berlakunya proses pembangunan untuk mencapai taraf negara industri.
Teori Ranis-Fei menyatakan bahwa” Suatu negara yang kelebihan buruh dan perekonomiannya miskin sumberdaya, sebagian besar penduduk bergerak disektor pertanian di tengah pengangguran yang hebat dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.” Dalam kondisi tersebut, sektor ekonomi pertanian berhenti. Di sana terdapat sektor industri yang aktif dan dinamis. Pembangunan terdiri dari pengalokasian kembali surplus tenaga kerja pertanian yang sumbangannya terhadap output nol, ke industri dimana mereka menjadi produktif dengan upah yang sama.
Asumsi yang digunakan:
Ø Ekonomi dua-muka yang terbagi dalam sektor pertanian tradisional yang tidak berjalan dan sektor industri yang aktif.
Ø Output sektor pertanian adalah fungsi dari tanah dan buruh saja.
Ø Di sektor pertanian tidak ada akumulasi modal, kecuali reklamasi.
Ø penawaran tanah bersifat tetap.
Ø kegiatan pertanian ditandai dengan hasil (return to scale) yang tetap dengan buruh sebagai faktor variable.
Ø produktivitas marginal buruh nol.
Ø output sektor industri merupakan fungsi dari modal dan buruh saja.
Ø pertumbuhan penduduk sebagai fenomena eksogen.
Ø upah nyata di sektor pertanian dianggap tetap dan sama dengan tingkat pendapatan
nyata sektor pertanian.
Ø pekerja di masing-masing sektor hanya mengkonsumsikan produk-produk pertanian.
Berdasar asumsi tersebut, telaah pembangunan ekonomi surplus-buruh menjadi 3 tahap:
· Para penganggur tersamar, dialihkan dari pertanian ke industri dengan upah institusional yang sama.
· Pekerja pertanian menambah keluaran pertanian tetapi memproduksi lebih kecil daripada upah institusional yang mereka peroleh.
· buruh pertanian menghasilkan lebih besar daripada perolehan upah institusion.




Apabila jumlah tenaga kerja disektor pertanian masih berlebih—yang diartiikan oleh Ranis-Fei sebagai suatu keadaan dimana produk marjinal penganggur terselubung adalah nol –tingkat upah disektor industri besarnya tidak berubah. Jika kelebihan tenaga kerja sudah tidak terdapat lagi pengambilan tenaga kerja baru oleh sektor industri hanya dapat diperoleh dengan menaikkan tingkat upah pekerja disektor tersebut. Sebab dari berlakunya kenaikan upah ini, yaitu pada waktu kelebihan tenaga kerja sudah tidak terdapat lagi, hanya dapat dijelaskan setelah dilakukan analisis tentang perubahan yang berlaku disektor pertanian sebagai akibat dari pengaliran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri.
Seperti teori Lewis, dalam teori Ranis-Fei tingkat upah disektor pertanian lebih tinggi dari nol, walaupun sudah terdapat kelebihan tenaga kerja. Hal ini menyebabkan sebagaian tenaga kerja tidak akan menciptakan produksi tambahan. Produk marjinal pekerja-pekerja ini adalah nol. Besarnya tingkat upah yang melebihi besarnya produk marjinal ini bertentangan dengna teori ahli-ahli ekonomi klasik mengenai penentuan tingkat upah. Dalam teori Ranis-Fei, walaupun jumlah tenaga kerja berlebih sehingga sebagaian produk marjinal pekerja adalah nol tingkat upah disektor pertanian mempunyai nilai yang positif. Tingkat upah ini dinamakan tingkat upah institutional.
Ranis-Fei membedakan proses pembangunan ekonomi dalam tiga tahap. Tahap pertama merupakan tahap dimana tenaga kerja jumlahnya masih berlebih dan keadaan ini mengakibatkan produk marjinal disektor pertanian adalah sebesar nol. Tahap kedua merupakan tahap dimana kelebihan tenaga kerja tidak terdapat lagi akan tetapi masih terdapat pengangguran terselubung. Tahap ketiga merupakan tahap dimana produk marjinal disektor pertanian besarnya telah melebihi tingkat upah institutional dan mengakibatkan tenaga kerja yang berada disektor pertanian akan menerima upah yang lebih tinggi dari tahap-tahap sebelumnya. Pada tahap pertama dan tahap kedua para pekerja disektor pertanian menerima upah sebesar upah institutional, akan tetapi pada tahap ketiga tidak lagi demikian. Tingkat upah yang baru adalah sama dengan tambahan produksi yang diciptakan oleh seorang pekerja tambahan yang terakhir disektor pertanian, berarti sama dengan produk marjinal tenaga kerja disektor itu.
Apabila sebagian tenga kerja disektor pertanian digunakan oleh sektor industri, maka dengan sendirinya tenaga kerja disektor pertanian akan berkurang. Akan tetapi pada permulaannya, hal demikian tidak akan mengurangi produksi sektor pertanian. Oleh sebab itu, apabila pembanguan ekonomi terjadi, akan terdapat kelebihan produksi pertanian jika dibandingkan dengan konsumsi atas hasil pertanian yang dilakukan oleh penduduk disektor pertanian. Namun pada akhirnya produksi sektor pertanian akan mulai berkurang, penurunan ini disebabkan karena produk marjinal telah melebihi besarnya upah institutional. Oleh karena itu upah pekerja disektor pertanian telah mencapai tingkat yang lebih tinggi daripada upah institutional. Ini berarti lebih banyak lagi proporsi dari hasil pertanian yang akan digunakan dalam sektor pertanian itu sendiri dan mengurangi kelebihan disektor industri. Sebagai akibatnya apabila seorang pekerja dari sektor pertanian pindah kesektor industri maka produksi petanian akan menjadi lebih kecil.
Setelah menunjukan keadaan yang terjadi disektor pertanian Ranis-Fei kembali menjelaskan tentang perubahan yang berlaku disektor industri. Sebagai akibat dari menurunnya produksi sektor pertanian surplus hasil pertanian yang dapat digunakan oleh sektor industri, jumlah pertambahannya akan menurun dibandingkan sebelumnnya. Keadaan ini menunjukan bahwa sektor industri tidak lagi dengan mudah memperoleh bahan makanan dan berarti harga hasil sektor pertanian relative lebih mahal dibandingkan harga hasil sektor industri. Bila proses pembangunan ini telah tercapai sektor industri akan memperoleh tenaga kerja tambahan hanya bila mereka dibayar lebih tinggi dari sebelumnya.

D. KRITIK TERHADAP TEORI LEWIS DAN RANIS-FEI

Sejak tahun 1950-an muncul segolongan ahli ekonomi yang meragukan pendapat Lewis dan Ranis-Fei. Mereka pada hakikatnya berpendapat bahwa tidak benar di beberapa negara berkembang yang padat penduduknya terdapat tenaga kerja yang memiliki produktivitas sebesar nol dalam jumlah yang besar, sehingga memungkinkan pemindahan mereka ke sektor industri dan sektor modern lainnya tana mengalami kemunduran produksi di sektor pertanian.
Schulz misalnya, pada tahun 1956 telah mengatakan bahwa India--sebagai suatu negara yang sangat padat penduduknya--tidak menghadapi masalah kelebihan tenaga kerja. Kesimpulan ini diambilnya setelah membuat pengamatan dan penelitian terhadap pengaruh menurunnya penduduk di sektor pertanian di India sebagai akibat wabah penyakit pada tahun 1918—1919, yaitu sebanyak 9 persen, terhadap luas tanah yang ditanami. Menurut pengamatan Schultz pada tahun 1916—1920 luas areal tanah yang ditanami menurun sebesar 4 juta hektar atau 3,8 persen lebih rendah daripada luas areal tanah yang ditanami paa tahun 1916—1917. Menurut Schulz, hal ini membuktikan akan ketidakbenaran pandangan yang menyatakan bahwa sebagian tenaga kerja produktivitas marjinalnya adalah nol dan oleh sebab itu dapat dipindahkan dari sektor pertanian tanpa mengurangi produksi di sektor itu.
Pepelasis dan Yotopoulos alam penelitian mereka mengenai kesemaptan kerja dalam sektor pertanian di Yunani antara tahun 1953 sampai 1960 mengambil kesimpulan bahwa kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian tidak ada sama sekali. Hanya pada tahun 1953 dan tahun 1954 pengangguran dalam sektor pertanian dialami oleh negara itu. Pada tahun-tahun lainnya kekurangan tenaga kerja musiman selalu ada. Hasil penyelidikan Yong Sam Cho mengenai pengagguran dan sektor pertanian di Korea Selatan merupakan satu contoh lain dari kritik terhadap pendapat bahwa di negara berkembang adakalanya terdapat kelebihan tenaga kerja yang cukup besar. Berdasarkan pada pengamatan atas keadaan kesempatan kerja dalam sektor pertanian di Korea, Cho berkesimpulan bahwa masalah pengangguran terselubung yang serius tidak terdapat dalam sektor pertanian di negara itu, yang ada hanyalah pengangguran musiman.

Solow-Swan, memberikan kritik terhadap teori Lewis yaitu percepatan pertumbuhan bisa terjadi karena meningkatnya tabungan/investasi, Teori Lewis hanya berlaku untuk jangka pendek, Pertumbuhan jangkapanjang akan kembali ke tingkat yang sebelumnya.

Kritik umum terhadap teori Lewis:
· Teori Lewis bersifat pro-kapital; anti terhadap distribusi pendapatan bagi buruh; mengakibatkan meningkatnya ketimpangan karena mementingkan pertumbuhan.
· Tidak mengakui pengaruh faktor-faktor kelembagaan dalam penentuan upah, misalnya kebijakan upah minimum, serikat pekerja, dan praktik tawar-menawar kolektif.
· Asumsi mengenai sebuah Strata Kapitalis sebagai sumber investasi dan pertumbuhan tidak memiliki dasar kuat.

Teori Lewis dan Ranis-Fei dikritik pula karena kurang mencerminkan gambaran yang sebenarnya mengenai corak urbanisasi di negara berkembang pada masa ini. Kedua teori tersebut pada hakikatnya menunjukkan bahwa perpindahan penduduk dari sektor pertanian ke sektor modern baru terjadi apabila terbuka kesempatan kerja di sektor modern, terutama sektor industri. Apabila hal tersebut tidak terjadi tenaga kerja akan tetap berada di sektor pertanian. Proses perpindahan tenaga kerja yang berlangsung semenjak PD II keadaannya sangat berlainan. Arus perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke kota adalah sangat cepat, sehingga menimbulkan pengangguran yang bertambah besar di daerah urban. Dalam persoalan perpindahan penduduk dari sektor pertanian ke sektor-sektor lain, pada waktu ini teori Todaro dipandang lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Menurut Todaro, lajunya urbanisasi dalam suatu waktu tertentu ditentukan oleh dua faktor: perbedaan tingkat upah riil antara daerah urban dengan daerah pertanian, dan kemungkinan memperoleh pekerjaan lain di daerah urban. Menurut Todaro salah satu factor penting yang menyebabkan arus urbanisasi begitu tinggi di negara berkembang akhir-akhir ini, walaupun pengangguran di daerah urban telah cukup besar, adalah jurang besar antara upah riil di daerah pertanian dengan upah riil di daerah urban. Maka dari sudut ini teori Todaro dapat dipandang sebagai mengkritik satu aspek lain dari teori Lewis dan Ranis-Fei, yaitu terhadap anggapan dalam teori mereka bahwa tingkat upah riil di sektor pertanian dan sektor industri, dan jurang tingkat upah diantara kedua sektor itu akan tetap sama besarnya selama masih terdapat kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian.

E. KESIMPULAN
Disamping keterbatasan-keterbatasannya teori Lewis memiliki keunggulan didalam menjelasakan proses pembangunan dengan cara yang gamblang. Teori 2 sektor ini mempunyai analitis yang tinggi. Ia menjelaskan bagaimana pembentukan modal yang rendah berlangsung di negara terbelakang yang mempunya tenaga kerja yang berlebihan dan kurang modal. Sedangkan terori Ranis-Fei merupakan penyempurnaan dari teori Lewis. Jika teori Lewis lebih menekankan pada corak pertumbuhan disektor modern dan mengabaikan analisis mengenai perubahan-perubahan yang terjadi disektor pertanian, teori Ranis-Fei agak lebih seimbang dan bahkan dapat dikatakan penekanan lebih banyak diberikan kepada perubahan-perubahan yang terjadi disektor pertanian.


DAFTAR PUSTAKA

Prayitno, Hadi dan Budi Santoso. 1996. Ekonomi Pembangunan.Jakarta: Ghalia Indonesia
Sukirno, Sadono. 2007. Ekonomi Pembangunan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga 1. Cet. Kesembilan. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar