Senin, 28 Juli 2014

EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN JUMLAH UANG YANG BEREDAR

Oleh Sulfiana



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Setiap tahun uang yang beredar di masyarakat terus mengalami peningkatan, rata-rata 11%-12% per tahun. Peningkatan peredaran uang tersebut, di antaranya terjadi seiring pertumbuhan ekonomi masyarakat dan meningkatnya Pendapatan Domestik Rasio Bruto Indonesia. Direktur Departemen Pengedaran Uang Bank Indonesia, Wijayanti Yuwono mengatakan, peredaran uang keluar (outflow) mayoritas berada di wilayah Jabodetabek, dengan kontribusisekitar 30% lebih dari total outflow secara nasional.
Di bulan Oktober, dari total outflow nasional sebanyak Rp 33 triliun. Di wilayah Jabodetabek, outflow mencapaiRp 10 triliun, disusul kota-kota besar lain diIndonesia, seperti Medan, Padang, Palembang, dan Semarang, dengan jumlah outflow rata-rata berkisar antara Rp 1 triliun hingga Rp 3 triliun. “ Khusus untuk Kota Semarang, outflow di bulan Oktober mencapaiRp 2,7 triliun. Pada akhir tahun ,tren peredaran uang diprediksi lebih tinggi ketimbang bulan biasa, di luar masa menjelang Lebaran,” sebutnya, baru-baru ini.
Lonjakan outflow ini, kata Wijayanti, dipicu meningkatnya konsumsi masyarakat, korporasi, dan pemerintah di masa tutup buku. Ia menambahkan, pengalaman di tahun-tahun sebelumnya selalu menunjukkan tren peningkatan outflow di akhir tahun. Peningkatan itu karena perayaan Natal dan Tahun Baru, diskon akhir tahun, pembayaran bonus karyawan perusahaan, dan realisasi proyek pemerintah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar?
2.      Bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam mempengaruhi jumlah uang beredar?

3.       
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Jumlah Uang Beredar (JUB)
 Ada sebagian ahli yang mengkalifikasikan jumlah uang beredar menjadi dua, yaitu:
1.      Jumlah uang beredar dalam arti sempit atau disebut ‘Narrow Money’ (M1), yang terdiri dari uang kartal dan uang giral (demand deposit); dan
2.      Uang beredar dalam arti luas atau ‘Broad Money’ (M2), yang terdiri dari M1 ditambah dengan deposito berjangka (time deposit).
Sebelum menguraikan uang beredar dalam arti sempit dan luas tersebut, penting dijelaskan disini tentang uang primer atau uang inti (reserve money), yang dinotasikan dengan M0. Uang inti merupakan cikal-bakal lahirnya uang kartal dan uang giral.
·         Uang Primer atau Uang Inti (M0)
Uang primer atau uang inti atau reserve money (Insukindro, 1994, hal: 76) merupakan kewajiban otoritas moneter (Bank Indonesia), yang terdiri atas uang kartal yang berada di luar Bank Indonesia dan Kas Negara, dan rekening giro Bank Pencipta Uang Giral (BPUG) dan sektor swasta (perusahaan maupun perorangan) di Bank Indonesia.
Dengan demikian, uang kartal yang dipegang pemerintah, dalam bentuk kas pemerintah atau kas negara, dan simpanan giral pemerintah pada Bank Indonesia, tidak termasuk sebagai komponen dari uang primer.  Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal.
Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.
·         Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan.
Dalam sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam arti luas ini (M2) sering disebut dengan likuiditas perekonomian.
B.   Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar.
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa dasar terciptanya uang beredar adalah karena adanya uang inti atau uang primer. Dengan demikian, besarnya uang beredar ini sangat dipengaruhi oleh besarnya uang inti yang tersedia. Sedangkan besarnya uang inti ini dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: (Boediono, 1993, hal: 97)
1.       Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit);
Apabila neraca pembayaran mengalami surplus, berarti ada devisa yang masuk ke dalam negara, hal ini berarti ada penambahan jumlah uang beredar. Demikian pula sebaliknya, jika neraca pembayaran mengalami defisit, berarti ada pengurangan terhadap devisa negara. Hal ini berari ada pengurangan terhadap jumlah uang beredar.
2.      Keadaan APBN (surplus atau defisit);
Apabila pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka pemerintah dapat mencetak uang baru. Hal ini berarti ada penambahan dalam jumlah uang beredar. Demikian sebaliknya, jika APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas negara. Sehingga jumlah uang beredar semakin kecil.
3.      Perubahan kredit langsung Bank Indonesia;
Sebagai penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja dapat memberikan kredit kepada bank-bank umum, tetapi BI juga dapat memberikan kredit langsung kepada lembaga-lembaga pemerintah yang lain seperti Pertamina, dan badan usaha milik negara (BUMN) lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung ini akan berpengaruh terhadap besar kecilnya jumlah uang beredar.
4.      Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.
Sebagai banker’s bank, BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank umum. Sebagai contoh, ketika terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997 lalu, BI memberikan kredit likuiditas dalam rangka mengatasi krisis likuiditas bank-bank umum, yang jumlahnya mencapai ratusan trilyun rupiah. Hal ini berdampak pada melonjaknya jumlah uang beredar.
Di samping itu, adanya pinjaman luar negeri, kebijakan tarif pajak, juga dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah uang beredar.
C.   Berbagai Kebijakan Pemerintah dalam Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar.
Secara garis besar terdapat dua jenis kebijakan yang dilakukan pemerintah (Bank Indonesia dan Departemen Keuangan) dalam mengendalikan jumlah uang beredar, yaitu
a.      Kebijakan Moneter
Merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yang dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)      Kebijakan moneter kuantitatif , yang meliputi:
o   Poltik Pasar Terbuka. BI mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara jual beli surat-surat berharga. BI mempunyai instrumen yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Apabila jumlah uang beredar dalam masyarakat terlalu besar, maka BI dapat menjual SBI kepada masyarakat (bank-bank umum). Apabila bank umum membeli SBI artinya ada uang yang tersedot ke pemerintah (BI), yang berarti jumlah uang beredar berkurang.
o   Politk Diskonto dan bunga pinjaman. BI dapat membeli surat-surat berharga bank-bank umum yang tingkat likuiditasnya tinggi, dengan tingkat diskonto yang telah ditetapkan oleh BI. BI juga bisa memberikan pinjaman kepada bank-bank umum, yang artinya terjadi penambahan jumlah uang beredar. BI dapat juga menaikkan bunga pinjaman kepada bank-bank umum, maka bank umum akan mengurangi jumlah pinjamannya dari bank Indonesia.
o   Politik merubah cadangan minimal bank-bank umum pada BI Setiap bank umum wajib mempunyai cadangan di BI dan jumlahnya ditetapkan oleh BI. Istilahnya adalah reserve requirement. Apabila Bank Indonesia menaikkan tingkat cadangan minimal bank-bank umum, katakanlah dari 10% menjadi 15%, maka hal ini akan mengurangi jumlah uang beredar, karena semakin besarnya modal bank-bank umum yang harus disimpan di BI.
2)      Kebijakan moneter kualitatif, yang meliputi:
o   Pengawasan pinjaman secara selektif.Bank sentral mengawasi pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh bank-bank umum, agar bank-bank umum selektif dalam memberikan kredit kepada debitur.
o   Pembujukan moral. Bank sentral mengadakan pertemuan langsung dengan pimpinan bank-bank umum untuk meminta langkah-langkah tertentu dalam rangka membantu kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah. Melalui pembujukan moral ini, bak\nk sentral dapat meminta bank-bank umum untuk menambah atau mengurangi pinjaman di semua sektor atau hanya di sektor-sektor tertentu saja. Ataupun membuat perubahan-perubahan tingkat bunga yang mereka tetapkan.
b.      Fiskal.
o   Kebijakan Fiskal (Pajak)
Kebijakan ini juga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar, yaitu melalui pajak. Apabila pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan, memperluas objek pajak, berarti akan lebih banyak uang yang tersedot ke pemerintah. Dalam hal ini berarti jumlah uang beredar menjadi berkurang. Demikian pula misalnya ketika pemerintah menaikkan pajak kendaraan bermotor pada tahun 1999 sebesar kurang lebih 100%, hal ini berarti terjadi penyerapan (absorbsi) uang yang beredar.
Bila ada hal yang mempengaruhi permintaan uang, berarti ada hal yang mempengaruhi penawaran uang juga, yaitu:
1.      Tinggi rendahnya tingkat bunga
2.      Tingkat pendapatan masyarakat
3.      Jumlah penduduk
4.      Keadaan letak geografis
5.      Struktur ekonomi masyarakat
6.      Penguasaan iptek
7.      Globalisasi ekonomi
Kebijakan pemerintah terhadap jumlah uang yang beredar di masyarakat dilakukan dengan cara:
1.      Pengendalian tingkat bunga melalui politik diskonto.
2.      Menarik atau menambah jumlah uang yang beredar melalui politik pasar terbuka dengan cara membeli atau menjual surat-surat berharga.
SBI = Sertifikat Bank Indonesia
3.      Pemotongan nilai mata uang melalui kebijakan sanering yang dilakukan bank sentral
4.      Melakukan revaluasi/devaluasi.

Dari sisi politik kebijakan moneter dapat dibedakan atas:
1.      Politik Uang Ketat (Tight Money Policy)
  • Peningkatan suku bunga (discount policy)
  • Penjualan SBI (open market policy)
  • Peningkatan cadangan kas (cash ratio)
  • Pengetatan pemberian kredit
2.      Politik Uang Longgar ( Easy Money Policy)
  • Penurunan tingkat suku bunga
  • Pembelian SBI
  • Penurunan cadangan kas
  • Pemberian kredit longgar

















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Uang memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian. Uang merupakan alat pembayaran yang sah. Dengan fungsi sebagai alat tukar, alat satuan hitung, alat penimbun dan pemindah kekayaan serta pembayaran yang ditangguhkan. Uang juga memiliki jenis yaitu uang kartal dan uang giral. Dan telah tersedia lembaga keuangan yang menyediakan jasa untuk menyimpan uang.
Penciptaan uang merupakan proses memproduksi / menghasilkan uang baru. Uang tercipta saat bank memberikan kredit. Pencetakkan uang dilakukan oleh PERUM PERURI.
Tidak ada subjek lain di bidang ekonomi telah dipelajari lagi atau lebih intensif daripada masalah uang. Hasilnya adalah jumlah unga beredar sangat berpengaruh besar pada perekonomian dan peningkatan jumlah uang beredar dalam jangka panjang atau jangka pendek sangat mepengaruhi perekonomian secara langsung dan kebijakan moneter pemerintah yang dapat menstabilkan jumlah uang beredar untuk menjaga perekonomian agar tetap berjalan baik. Kebijakan moneter yaitu upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang lebih baik dengan mengatur jumlah uang yang beredar.

B.     Saran
Dengan adanya makalah ini semoga apa yang telah kita harapkan untuk mejadikan keinginan yang ingin kita peroleh lebih baik dari apa yang telah diharapkan. Maklah ini sangat membutuhkan saran dalam memperbaiki makalah ini kedepannya agar memperoleh nilai guna yang ingin diperoleh menjadi lebih bertambah. Sehingga memperoleh manfaat yang besar bagi kita semua.


DAFTAR PUSTAKA

Riyandari, 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi(Microekonomi dan macroekonomi). Ed. Rvisi. http://syadiashare.com/pengertian-uang-dan-jenis-jenis-uang.html. pukul. 09.57, 27/04/2013

http://ekonomikelasx.blogspot.com/2010/04/nilai-uang.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar