Oleh Sulfiana
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Setiap tahun uang yang beredar di
masyarakat terus mengalami peningkatan, rata-rata 11%-12% per tahun.
Peningkatan peredaran uang tersebut, di antaranya terjadi seiring pertumbuhan
ekonomi masyarakat dan meningkatnya Pendapatan Domestik Rasio Bruto Indonesia.
Direktur Departemen Pengedaran Uang Bank Indonesia, Wijayanti Yuwono
mengatakan, peredaran uang keluar (outflow) mayoritas berada di wilayah
Jabodetabek, dengan kontribusisekitar 30% lebih dari total outflow secara
nasional.
Di bulan Oktober, dari total outflow
nasional sebanyak Rp 33 triliun. Di wilayah Jabodetabek, outflow mencapaiRp 10
triliun, disusul kota-kota besar lain diIndonesia, seperti Medan, Padang,
Palembang, dan Semarang, dengan jumlah outflow rata-rata berkisar antara Rp 1
triliun hingga Rp 3 triliun. “ Khusus untuk Kota Semarang, outflow di bulan
Oktober mencapaiRp 2,7 triliun. Pada akhir tahun ,tren peredaran uang
diprediksi lebih tinggi ketimbang bulan biasa, di luar masa menjelang Lebaran,”
sebutnya, baru-baru ini.
Lonjakan outflow ini, kata
Wijayanti, dipicu meningkatnya konsumsi masyarakat, korporasi, dan pemerintah
di masa tutup buku. Ia menambahkan, pengalaman di tahun-tahun sebelumnya selalu
menunjukkan tren peningkatan outflow di akhir tahun. Peningkatan itu karena
perayaan Natal dan Tahun Baru, diskon akhir tahun, pembayaran bonus karyawan
perusahaan, dan realisasi proyek pemerintah.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar?
2.
Bagaimanakah kebijakan pemerintah
dalam mempengaruhi jumlah uang beredar?
3.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Jumlah Uang Beredar (JUB)
Ada sebagian ahli yang
mengkalifikasikan jumlah uang beredar menjadi dua, yaitu:
1. Jumlah
uang beredar dalam arti sempit atau disebut ‘Narrow Money’ (M1), yang terdiri
dari uang kartal dan uang giral (demand deposit); dan
2. Uang
beredar dalam arti luas atau ‘Broad Money’ (M2), yang terdiri dari M1 ditambah
dengan deposito berjangka (time deposit).
Sebelum menguraikan uang beredar dalam arti sempit dan luas
tersebut, penting dijelaskan disini tentang uang primer atau uang inti (reserve
money), yang dinotasikan dengan M0. Uang inti merupakan cikal-bakal lahirnya
uang kartal dan uang giral.
·
Uang Primer atau Uang Inti (M0)
Uang primer atau uang inti atau reserve money (Insukindro, 1994,
hal: 76) merupakan kewajiban otoritas moneter (Bank Indonesia), yang terdiri
atas uang kartal yang berada di luar Bank Indonesia dan Kas Negara, dan
rekening giro Bank Pencipta Uang Giral (BPUG) dan sektor swasta (perusahaan
maupun perorangan) di Bank Indonesia.
Dengan demikian, uang kartal yang dipegang pemerintah, dalam bentuk
kas pemerintah atau kas negara, dan simpanan giral pemerintah pada Bank
Indonesia, tidak termasuk sebagai komponen dari uang primer. Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money
= M1). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit
adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat.
Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di
bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang
kartal.
Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro)
masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar,
karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai
transaksi. Namun saldo rekening giro milik suatu bank yang terdapat pada bank
lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.
·
Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad
money = M2)
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1 (uang
beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah
simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time
deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang
beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat
dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan
transaksi yang dilakukan.
Dalam
sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam arti luas ini (M2) sering
disebut dengan likuiditas perekonomian.
B.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi jumlah uang beredar.
Seperti telah
disinggung sebelumnya bahwa dasar terciptanya uang beredar adalah karena adanya
uang inti atau uang primer. Dengan demikian, besarnya uang beredar ini sangat
dipengaruhi oleh besarnya uang inti yang tersedia. Sedangkan besarnya uang inti
ini dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: (Boediono, 1993, hal: 97)
1.
Keadaan neraca pembayaran (surplus atau
defisit);
Apabila neraca
pembayaran mengalami surplus, berarti ada devisa yang masuk ke dalam negara,
hal ini berarti ada penambahan jumlah uang beredar. Demikian pula sebaliknya,
jika neraca pembayaran mengalami defisit, berarti ada pengurangan terhadap
devisa negara. Hal ini berari ada pengurangan terhadap jumlah uang beredar.
2.
Keadaan APBN
(surplus atau defisit);
Apabila
pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka pemerintah dapat mencetak uang
baru. Hal ini berarti ada penambahan dalam jumlah uang beredar. Demikian
sebaliknya, jika APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang beredar
masuk ke dalam kas negara. Sehingga jumlah uang beredar semakin kecil.
3.
Perubahan
kredit langsung Bank Indonesia;
Sebagai
penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja dapat memberikan kredit kepada bank-bank
umum, tetapi BI juga dapat memberikan kredit langsung kepada lembaga-lembaga
pemerintah yang lain seperti Pertamina, dan badan usaha milik negara (BUMN)
lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung ini akan berpengaruh terhadap besar
kecilnya jumlah uang beredar.
4.
Perubahan
kredit likuiditas Bank Indonesia.
Sebagai
banker’s bank, BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank umum.
Sebagai contoh, ketika terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997 lalu, BI
memberikan kredit likuiditas dalam rangka mengatasi krisis likuiditas bank-bank
umum, yang jumlahnya mencapai ratusan trilyun rupiah. Hal ini berdampak pada
melonjaknya jumlah uang beredar.
Di samping itu,
adanya pinjaman luar negeri, kebijakan tarif pajak, juga dapat mempengaruhi
besar kecilnya jumlah uang beredar.
C.
Berbagai
Kebijakan Pemerintah dalam Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar.
Secara garis
besar terdapat dua jenis kebijakan yang dilakukan pemerintah (Bank Indonesia
dan Departemen Keuangan) dalam mengendalikan jumlah uang beredar, yaitu
a.
Kebijakan
Moneter
Merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia, yang dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)
Kebijakan
moneter kuantitatif , yang meliputi:
o Poltik Pasar Terbuka. BI mengendalikan jumlah
uang beredar dengan cara jual beli surat-surat berharga. BI mempunyai instrumen
yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Apabila jumlah uang beredar dalam
masyarakat terlalu besar, maka BI dapat menjual SBI kepada masyarakat (bank-bank
umum). Apabila bank umum membeli SBI artinya ada uang yang tersedot ke
pemerintah (BI), yang berarti jumlah uang beredar berkurang.
o Politk Diskonto dan bunga pinjaman. BI dapat
membeli surat-surat berharga bank-bank umum yang tingkat likuiditasnya tinggi,
dengan tingkat diskonto yang telah ditetapkan oleh BI. BI juga bisa memberikan
pinjaman kepada bank-bank umum, yang artinya terjadi penambahan jumlah uang
beredar. BI dapat juga menaikkan bunga pinjaman kepada bank-bank umum, maka
bank umum akan mengurangi jumlah pinjamannya dari bank Indonesia.
o Politik merubah cadangan minimal bank-bank umum
pada BI Setiap bank umum wajib mempunyai cadangan di BI dan jumlahnya
ditetapkan oleh BI. Istilahnya adalah reserve requirement. Apabila Bank
Indonesia menaikkan tingkat cadangan minimal bank-bank umum, katakanlah dari
10% menjadi 15%, maka hal ini akan mengurangi jumlah uang beredar, karena
semakin besarnya modal bank-bank umum yang harus disimpan di BI.
2)
Kebijakan
moneter kualitatif, yang meliputi:
o Pengawasan pinjaman secara selektif.Bank
sentral mengawasi pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh bank-bank umum,
agar bank-bank umum selektif dalam memberikan kredit kepada debitur.
o Pembujukan moral. Bank sentral mengadakan
pertemuan langsung dengan pimpinan bank-bank umum untuk meminta langkah-langkah
tertentu dalam rangka membantu kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil oleh
pemerintah. Melalui pembujukan moral ini, bak\nk sentral dapat meminta bank-bank
umum untuk menambah atau mengurangi pinjaman di semua sektor atau hanya di
sektor-sektor tertentu saja. Ataupun membuat perubahan-perubahan tingkat bunga
yang mereka tetapkan.
b.
Fiskal.
o
Kebijakan
Fiskal (Pajak)
Kebijakan ini juga dapat mempengaruhi jumlah
uang beredar, yaitu melalui pajak. Apabila pemerintah, dalam hal ini Departemen
Keuangan, memperluas objek pajak, berarti akan lebih banyak uang yang tersedot
ke pemerintah. Dalam hal ini berarti jumlah uang beredar menjadi berkurang.
Demikian pula misalnya ketika pemerintah menaikkan pajak kendaraan bermotor
pada tahun 1999 sebesar kurang lebih 100%, hal ini berarti terjadi penyerapan
(absorbsi) uang yang beredar.
Bila ada hal yang mempengaruhi permintaan uang, berarti ada
hal yang mempengaruhi penawaran uang juga, yaitu:
1. Tinggi
rendahnya tingkat bunga
2. Tingkat
pendapatan masyarakat
3. Jumlah
penduduk
4. Keadaan
letak geografis
5. Struktur
ekonomi masyarakat
6. Penguasaan
iptek
7. Globalisasi
ekonomi
Kebijakan
pemerintah terhadap jumlah uang yang beredar di masyarakat dilakukan dengan
cara:
1.
Pengendalian tingkat bunga melalui
politik diskonto.
2.
Menarik atau menambah jumlah uang
yang beredar melalui politik pasar terbuka dengan cara membeli atau menjual
surat-surat berharga.
SBI = Sertifikat Bank Indonesia
3.
Pemotongan nilai mata uang melalui
kebijakan sanering yang dilakukan bank sentral
4. Melakukan
revaluasi/devaluasi.
Dari sisi
politik kebijakan moneter dapat dibedakan atas:
1. Politik
Uang Ketat (Tight Money Policy)
- Peningkatan suku bunga (discount
policy)
- Penjualan SBI (open market
policy)
- Peningkatan cadangan kas (cash
ratio)
- Pengetatan pemberian kredit
2. Politik
Uang Longgar ( Easy Money Policy)
- Penurunan tingkat suku bunga
- Pembelian SBI
- Penurunan cadangan kas
- Pemberian kredit longgar
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Uang memegang peranan yang sangat
penting dalam kegiatan perekonomian. Uang merupakan alat pembayaran yang sah.
Dengan fungsi sebagai alat tukar, alat satuan hitung, alat penimbun dan
pemindah kekayaan serta pembayaran yang ditangguhkan. Uang juga memiliki jenis
yaitu uang kartal dan uang giral. Dan telah tersedia lembaga keuangan yang
menyediakan jasa untuk menyimpan uang.
Penciptaan uang merupakan proses
memproduksi / menghasilkan uang baru. Uang tercipta saat bank memberikan kredit.
Pencetakkan uang dilakukan oleh PERUM PERURI.
Tidak ada subjek lain di bidang ekonomi telah dipelajari
lagi atau lebih intensif daripada masalah uang. Hasilnya adalah jumlah unga
beredar sangat berpengaruh besar pada perekonomian dan peningkatan jumlah uang
beredar dalam jangka panjang atau jangka pendek sangat mepengaruhi perekonomian
secara langsung dan kebijakan moneter pemerintah yang dapat menstabilkan jumlah
uang beredar untuk menjaga perekonomian agar tetap berjalan baik. Kebijakan
moneter yaitu upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke
kondisi yang lebih baik dengan mengatur jumlah uang yang beredar.
B.
Saran
Dengan
adanya makalah ini semoga apa yang telah kita harapkan untuk mejadikan
keinginan yang ingin kita peroleh lebih baik dari apa yang telah diharapkan.
Maklah ini sangat membutuhkan saran dalam memperbaiki makalah ini kedepannya
agar memperoleh nilai guna yang ingin diperoleh menjadi lebih bertambah.
Sehingga memperoleh manfaat yang besar bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Riyandari, 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi(Microekonomi dan
macroekonomi). Ed. Rvisi. http://syadiashare.com/pengertian-uang-dan-jenis-jenis-uang.html.
pukul. 09.57, 27/04/2013
http://ekonomikelasx.blogspot.com/2010/04/nilai-uang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar